PRASANGKA SOSIAL
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Dalam
kehidupan bermasyarakat tentu tidak dapat dipisahkan dari interaksi sosial
yaitu suatu hubungan timbal balik antara individu dengan individu, individu
dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok. Dalam hubungan tersebut tekadang
terdapat kekurangpahaman antara satu sama lain baik dari individu maupun
kelompok. Sehingga muncul persepsi masing-masing yang ahirnya akan menimbulkan
prasangka masing-masing.
Berbicara
masalah prasangka, Prasangka merupakan salah satu penyebab aspek kerusakan
perilaku kehidupan sosial dan menghasilkan sikap dingin dari suatu kekerasan.
Salah satu contoh nyata tentang prasangka yang terjadi dalam kehidupan sosial
yakni, kasus ras kulit putih dan kulit hitam (Negro) yang di Amerika. Dimana
pada kebanyakan anak-anak di Amerika prasangka terhadap negro sudah terlihat
pada tahun-tahun pra sekolah.[1] Perbedaan
perlakuan yang luar biasa dari kulit putih sebagai pihak mayoritas dan
berkuasa, dan kulit hitam yang lebih minor, sangat terasa di Amerika. Bagaimana
kulit hitam secara sepihak, dianggap lebih berbahaya dibanding kulit putih. Hal
ini membuat kaum kulit hitam merasa disisihkan dan melakukan perlawanan dan
akhirnya memicu terjadinya perang saudara di benua itu yang telah menelan banyak
korban jiwa. Namun sesungguhnya, prasangka itu telah muncul jauh sebelum itu.
Didalam sejarah Islam, bisa kita lihat dari peristiwa perseteruan dari
anak-anak Nabi Adam AS, Peristiwa terbunuhnya para Khalifah sesudah Rasulullah
SAW, dan masih banyak lagi bukti nyata dari bahaya prasangka.
Prasangka
merupakan salah satu penyebab aspek kerusakan perilaku kehidupan sosial dan
menghasilkan sikap dingin dari suatu kekerasan. Berbagai teori-teori tentang
prasangka telah dikemukakan oleh para ahli. Adanya prasangka antara satu sama
lain pihak Sangatlah menghawatirkan, karena prasangka cenderung mengarah pada
tindakan yang negatif seperti tindakan-tidakan diskriminasi yang dilakukan oleh pihak yang berprasangka kepada pihak yang diprasangkai
tersebut. Sebagaimana Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh imam Muslim
dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW pernah berpesan kepada umat Islam untuk
menjauhi prasangka buruk, karena prasangka buruk termasuk sedusta-dusta
perkataan.
(متفق عليه)الْحَدِيث اَكْذَبُ الظَّنَّ فَاِنَّ وَالظَّنَّ إِيَّاكُمْ :وَسَلَّمَ اللهُعَلَيْهِ صَلَّى اللهِ رَسُوْلُ قَالَ :قَالَ هُرَيْرَةَاَبِى عَنْ
Artinya:
“Dari Abu Hurairah ia berkata telah bersabda Rasulullah SAW.” Jauhkanlah diri
kamu daripada sangka (jahat) karena sangka (jahat) itu sedusta-dusta omongan,
(hati)”. (HR. Muttafaq Alaih).
Selain
itu, dalam ayat Al-Qur’an pula terdapat larangan untuk berburuk sangka seperti
yang terdapat dalam Surat Al-Hujurat ayat 12 yang berbunyi:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qç7Ï^tGô_$# #ZÏWx. z`ÏiB Çd`©à9$# cÎ) uÙ÷èt/ Çd`©à9$# ÒOøOÎ) ( wur (#qÝ¡¡¡pgrB wur =tGøót Nä3àÒ÷è/ $³Ò÷èt/ 4 =Ïtär& óOà2ßtnr& br& @à2ù't zNóss9 ÏmÅzr& $\GøtB çnqßJçF÷dÌs3sù 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 ¨bÎ) ©!$# Ò>#§qs? ×LìÏm§ ÇÊËÈ
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah
kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu
dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan
satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging
saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha
Penyayang.” (Q.S Al-Hujurat: 12).
Penjelasan dari hadist dan ayat
diatas adalah Buruk sangka di dalam agama Islam disebut suuzan. Kebalikannya adalah Husnuzan
artinya baik sangka. Buruk sangka hukumnya haram, karena akan merusak
keharmonisan rumah tangga, keluarga, maupun keharmonisan kehidupan masyarakat,
serta memberi peringatan dan pelajaran kepada kita semua banyak terjadi
persengketaan dalam bermasyarakat karena sikap buruk sangka. Kadang-kadang
masalah kecil bisa menjadi besar sehingga timbul rasa dengki dan dendam yang
berkepanjangan. Oleh sebab itu, setiap orang yang ingin mendapat ridha Allah
hendaklah selalu berprasangka baik (husnuzon).
Adanya
prasangka akan cenderung membawa dampak negatif terhadap perkembangan kehidupan
dalam masyarakat, untuk itu sangat dibutuhkan cara-cara yang efektif agar
prasangka dapat diatasi. Sehingga perkembangan kemajuan dalam segenap lapisan
dalam masyarakat tidak terhambat adanya prasangka-prasangka
yang ada.
A. Rumusan
Masalah
Karena
pentingnya pemahaman tentang prasangka, maka dalam makalah ini penulis berusaha
menyajikan materi-materi penting tentang
prasangka yang telah dirangkum sebagai berikut.
1. Apakah yang dimaksud prasangka sosial?
2. Bagaimana
ciri-ciri dari prasangka sosial?
3. Bagaimana
teori-teori tentang prasangka sosial?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertia
Prasangka Sosial
Menurut
Abu Ahmadi “prasangka adalah suatu sikap yang terlampau tergesa-gesa,
berdasarkan generalisasi yang terlampau cepat, sifat berat sebelah, dan
dibarengi proses simplikasi (terlalu menyederhanakan) terhadap suatu realita”.[1]
Newcomb dkk. menjelaskan bahwa prasangka dapat dikatakan sebagai sikap yang
tidak baik dan sebagai satu predisposisi untuk berpikir, merasa dan bertindak
dengan cara yang menentang dan menjauhi dan bukan menyokong atau mendekati
orang lain terutama sebagai kelompok.[2]
Prasangka
merupakan evaluasi kelompok atau seseorang yang mendasarkan diri pada
keanggotaan dimana seorang tersebut menjadi anggotanya, prasangka merupakan
evaluasi negatif terhadap outgroup.[3]
Jadi, prasangka sosial merupakan sikap perasaan orang-orang terhadap golongan
manusia tertentu, golongan, ras, atau kebudayaan yang berlainan dengan golongan
orang yang berprasangka itu. Prasangka sosial yang terdiri dari
attitude-attitude sosial yang negatif terhadap golongan lain, dan mempengaruhi
tingkah lakunya terhadap golongan manusia lain tadi.
Menurut Sherif dalam
Alex Sobur, menyebutkan bahwa prasangka adalah suatu istilah yang menunjuk pada
sikap yang tidak menyenangkan (unfavourable
attitude) yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu kelompok terhadap
kelompok lain berikut anggota-anggotanya yang didasarkan atas norma-norma yang
mengatur perlakuan terhadap orang-orang di luar kelompoknya. Sementara Harding
dan kawan-kawan mendefenisikan prasangka sebagai sikap yang tidak toleran,
tidak fair, atau tidak favourable
terhadap sekelompok orang.[4]
Jadi,
awal mulanya prasangka hanya berupa sikap-sikap perasaan negatif tetapi lambat
laun akan dinyatakan dalam bentuk yang diskriminatif (Tindakan) terhadap orang
yang diprasangkai itu tanpa alasan yang objektif pada orang yang dikenai
tindakan-tindakan yang diskriminatif.
Prasangka
sangat berkaitan dengan persepsi seseorang atau kelompok lain, dan sikap serta
perilakunya terhadap mereka. Prasangka terhadap anggota suatu kelompok ternyata
sangat merusak. Sebuah contoh mengenai prasangka sosial ialah attitude orang
Jerman terhadap keturunan orang-orang Yahudi di Negaranya yang sudah lama
terdapat didalam masyarakat Jerman. Satu contoh lagi seperti di Amerika Serikat,
di sana terdapat prasangka sosial terhadap golongan Negro atau golongan kulit
hitam terutama di Amerika bagian selatan. Dari prasangka sosial tersebut keduanya
sama-sama melahirkan tindakan-tindakan diskriminatif terhadap masing-masing
pihak yang diprasangkai. Bahwasanya tindakan-tindakan diskriminatif yang
berdasarkan prasangka sosial akan merugikan masyarakat Negara itu sendiri, Sebab perkembangan potensi-potensi manusia masyarakat tersebut
akan sangat diperhambat.[5]
B. Ciri-ciri
Prasangka Sosial
Perkembangan
prasangka sosial dapat disebabkan oleh faktor-faktor ekstern pribadi orang,
tetapi terdapat pula beberapa faktor intern dari pribadi orang yang mempermudah
terbentuknya prasangka sosial padanya. Menurut beberapa penelitian psikologi,
terdapat beberapa ciri pribadi orang yang mempermudah bertahannya prasangka
sosial padanya, antara lain pada orang-orang yang berciri tidak toleransi,
kurang mengenal akan dirinya sendiri, kurang berdaya cipta, tidak merasa aman,
memupuk khayalan-khayalan yang agresif, dan lain-lain.
Ciri-ciri
prasangka sosial dapat dilihat dari kecenderungan individu untuk membuat
kategori sosial (social categorization). Kategori sosial adalah kecenderungan
untuk membagi dunia sosial menjadi 2 kelompok, yaitu “kelompok kita” (in group) dan “kelompok mereka” (out group). In group adalah kelompok sosial dimana individu merasa dirinya
dimiliki atau memiliki (“kelompok kita”). Sedangkan out group adalah grup diluar grup sendiri (“kelompok mereka”).
Timbulnya prasangka sosial dapat dilihat dari perasaan in group dan out group
yang menguat. Ciri-ciri dari prasangka sosial berdasarkan penguatan perasaan in group dan out group adalah:
1. Proses
generalisasi terhadap perbuatan anggota kelompok lain
Menurut
Ancok dan Suroso, jika ada salah seseorang individu dari kelompok luar berbuat
negatif, maka akan digeneralisasikan pada semua anggota kelompok luar.
Sedangkan jika ada salah seorang individu yang berbuat negatif dari kelompok
sendiri, maka perbuatan negatif tersebut tidak akan digeneralisasikan pada
anggota kelompok sendiri lainnya.
2. Kompetisi
Sosial
Kompetisi
sosial merupakan suatu cara yang digunakan oleh anggota kelompok untuk
meningkatkan harga dirinya dengan membandingkan kelompoknya dengan kelompok
lain dan menganggap kelompok sendiri lebih baik dari kelompok lain.
3. Penilaian
ekstrim terhadap anggota kelompok lain
Individu
melakukan penilaian terhadap anggota kelompok lain baik penilaian positif
ataupun negatif secara berlebihan. Biasanya penilaian yang diberikan berupa
penilaian negatif.
4. Pengaruh
persepsi selektif dan ingatan masa lalu
Pengaruh
persepsi selektif dan ingatan masa lalu biasanya dikaitkan dengan stereotipe.
Stereotipe adalah keyakinan (belief)
yang menghubungkan sekelompok individu dengan ciri-ciri sifat tertentu atau
anggapan tentang ciri-ciri yang dimiliki oleh anggota kelompok luar. Jadi,
stereotipe adalah prakonsepsi ide mengenai kelompok, suatu image yang pada
umumnya sangat sederhana, kaku dan klise serta tidak akurat yang biasanya
timbul karena proses generalisasi. Sehingga apabila ada seorang individu
memiliki stereotip yang relevan dengan individu yang mempersepsikannya, maka
akan langsung dipersepsikan secara negatif.
5. Perasaan
frustasi (Scope Goating).
Perasaan
frustasi (scope goating) adalah rasa
frustasi seseorang sehingga membutuhkan pelampiasan sebagai objek atas
ketidakmampuannya menghadapi kegagalan. Kekecewaan akibat persaingan antar
masing-masing individu dan kelompok menjadikan seseorang mencari pengganti
untuk mengekspresikan frustasinya kepada objek lain. Objek lain tersebut
biasanya memiliki kekuatan yang lebih rendah dibandingkan dengan dirinya
sehingga membuat individu mudah berprasangka.
6. Agresi
antar kelompok.
Agresi
biasanya timbul akibat cara berpikir yang rasialis, sehingga menyebabkan
seseorang cenderung berprilaku agresif.
7. Dogmatisme
Dogmatisme
adalah sekumpulan kepercayaan yang dianut seseorang berkaitan dengan masalah
tertentu, salah satunya adalah mengenai kelompok lain. Bentuk dogmatisme dapat
berupa etnosentrisme dan favoritisme. Etnosentrisme adalah paham atau
kepercayaan yang menempatkan kelompok sendiri sebagai pusat segala-galanya.
Sedangkan, favoritisme adalah pandangan atau kepercayaan individu yang
menempatkan kelompok sendiri sebagai yang terbaik, paling benar, dan paling
bermoral.[6]
Prasangka
sosial dapat menjelma keberbagai bentuk tindakan-tindakan diskriminatif dan
agresif terhadap individu atau golongan. Dalam penggolongannya para ahli prsikologi
menejelaskannya dengan sebuah teori yang disebut teori Frustasi yang
menimbulkan agresi. Orang akan mengalami frustasi apabila maksud-maksud dan
keinginan-keinginan yang diperjuangkan dengan intensif mengalami hambatan atau
kegagalan, akibatnya akan timbul perasaan jengkel atau agresif, perasaan ini
kadang-kadang dapat disalurkan kepada perasaan yang positif tetapi terkadang
perasaan itu seringkali meluap-luap dan mencari outletnya, jalan keluarnya
sampai puas perasaan agresif itu dengan tindakan yang agresif pula. Ketika
individu mengalami frustasi yang ingin dipuaskan secara agresif, ia mungkin
akan menendang kursi atau memukul apa yaang ada disekitarnya. Selain itu sikap
agresi ini akan mudah dilampiaskan kepada golongan-golongan lain yang diprasangkainya
akan diserang dengan lebih agresif atau pun sebaliknya, teori ini disebut
dengan teori scape-goatisme atau teori mencari kambing hitam.
Jadi
prasangka itu yang merupakan sikap perasaan terhadap golongan ataupun pihak
tertentu akan mempengaruhi pandangan seseorang terhadap individu ataupun
golongan lain yang nantinya akan melahirkan sikap-sikap seperti frustasi dan
melahirkan agresi, frustasi dan agresi ini adalah suatu sikap yang timbul sebagai
akibat dari prasangka.
Maka
dari itu, upaya-upaya memerangi prasangka sosial antar golongan itu kiranya
jelas harus dimulai pada pendidikan anak-anak di rumah dan di sekolah oleh
orang tua dan gurunya, selain itu yakni dengan cara melakukan kontak/hubungan
secara langsung secara berkesinambungan dan berkelanjutan serta mengadakan
kerja sama atau cooperative
interdependence karena melakukan kontak atau hubungan kerja sama secara
langsung secara berkesinambungan atau berkelanjutan akan mengurangi prasangka
yang ada.[7]
Sementara
itu, sebaiknya dihindarkan pengajaran maupun doktrin yang dapat memunculkan
prasangka sosial. Demikian juga informasi-informasi melalui media massa
berperan besar, terutama informasi yang memberikan pengertian dan kesadaran mengenai sebab-sebab terjadinya,
dipertahankannya, dan mengenai kerugian prasangka sosial bagi masyarakat secara
keseluruhan dan bagi para anggotanya.[8]
C. Teori-teori
tentang Prasangka Sosial
1. Teori
belajar sosial
Teori
belajar sosial merupakan salah satu teori dalam belajar, teori ini dikemukakan
oleh bandura yang berpendapat bahwa belajar itu terjadi melalui model atau
contoh. Prasangka seperti halnya sikap, merupakan hal yang terbentuk melalui
proses belajar.[9]
Attitude-attitude
yang dimiliki manusia tidaklah dibawa sejak ia dilahirkan. Tetapi bermacam
attitude itu dipelajari dan terbentuk pada manusia selama perkembangannya.
Awalnya anak-anak kecil tidak mempunyai attitude-attitude, kemudian mereka
memperolehnya untuk yang pertama melalui primary
group yaitu orang tua dan keluarganya. Demikian pula dengan prasangka
sosial, Prasangka sosial juga tidak dibawa manusia sejak manusia dilahirkan.
Prasangka sosial juga terbentuk selama perkembangan manusia, baik dari didikan
atau pun dengan cara identifikasi dengan orang lain yang sudah berprasangka.
Teori
ini juga mengemukakan bahwa anak mempelajari sikap negatif terhadap suatu
kelompok kelompok sosial tertentu sering kali karena mereka dikenalkan dengan
pandangan-pandangan semacam itu oleh lingkungannya. Orang tua, guru, saudara dan media masa sangat
berpengaruh bagi perkembangan proses belajar sosial seorang anak dalam
pembentukan prasangka.[10]
Teori
belajar sosial memandang prasangka
sebagai sesuatu yang dipelajari dengan cara yang sama, seperti bila orang mempelajari nilai-nilai sosial yang lain, prasangka
disebarluaskan dari orang yang satu ke orang yang lain sebagai bagian dari sejumlah norma. Prasangka merupakan norma dalam budaya atau
sub budaya seseorang. Prasangka diperoleh seorang anak melalui sosialisasi.
Anak mempelajari sikap berprasangka untuk dapat diterima oleh orang lain.
Terakhir, penyebar luasan dan
pengungkapan prasangka yang terus-menerus akan memperkuat peranannya sebagai
norma budaya.
2. Teori
motivasional (Decision Making Theory)
Teori
ini memandang prasangka sebagai sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan individu
atau kelompok untuk mencapai kesejahteraan (satisfy).
Teori ini mencakup beberapa teori yaitu:
a. Pendekatan
psikodinamika
Teori
ini menganalisis prasangka sebagai suatu usaha untuk mengatasi tekanan motivasi
yang ada dalam diri individu yang bersangkutan. Jadi teori ini menekankan pada
dinamika dari pribadi individu yang bersangkutan (specific individual personality)
b. Konflik
kelompok (Realistic group conflict)
Konflik
kelompok realitas. Teori ini menyatakan bahwa dua kelompok bersaing merebutkan
kelompok yang langka, mereka akan saling mengancam, dan akhirnya menimbulkan
permusuhan diantara mereka sehingga menciptakan nilai negatif yang bersifat
timbal balik.
Konflik
antar kelompok akan terjadi apabila kelompok-kelompok tersebut dalam keadaan
berkompetisi. Ini menyebabkan adanya
permusuhan antara kedua kelompok tersebut yang kemudian bermuara pada adanya
saling berprasangka satu dengan yang lain, saling memberikan evalauasi yang
negatif. Dengan demikian, prasangka tidak dapat dihindarkan sebagai akibat
adanya konflik yang nyata antara kelompok yang satu dengan yang lain.
c. Kekurangan
relatif (relative deprivation)
Teori
ini berkaitan dengan ketidakpuasan yang tidak hanya timbul dari kekurangan
objektif, tetapi juga dari perasaan kurang secara subjektif yang relatif lebih
besar dibandingkan orang lain atau kelompok lain.
Dalam
konflik kelompok yang nyata, prasangka timbul sebagai respons terhadap frustasi
yang riil dalam kehidupan antara kelompok satu dengan yang lain. Tetapi
kadang-kadang orang mempersepsi diri sendiri atau mereka mengalami kerugian
secara relatif terhadap pihak lain, walaupun dalam kenyataanya tidak demikian.
Persepsi ini dapat membawa permusuhan antara kelompok yang satu dengan yang
lain, dan sebagai akibatnya yaitu dapat menimbulkan prasangka.
3. Teori
kognitif
Dalam
teori ini, proses kognitif dijadikan sebagai dasar timbulnya prasangka. Hal ini
berkaitan dengan:
a. Kategorisasi
atau penggolongan
Apabila
seseorang mempersepsi orang lain atau apabila suatu kelompok mempesepsi kelompok
lain, dan memasukkan apa yang di persepsikan itu ke dalam suatu kategori
tertentu. Proses kategorisasi berdampak timbulnya prasangka antar pihak satu
dengan pihak lain, keompok satu denga kelompok lain.
b. In group lawan
out group
In group
dan out
group ada apabila kategorisasi
“kita” dan “mereka” telah ada, seseorang
dalam suatu kelompok akan merasa dirinya sebagai in group
dan orang lain sebagai out group.
Dalam kategori in group
memiliki dampak tertentu yang ditimbulkan, di antaranya yaitu;
1) Similarity
effect, anggota in group mempersepsi anggota in
group yang lain lebih memiliki kesamaan apabila dibandingkan dengan anggota
out group.
2) avoritism
effect, karena kategorisasi in group dan out group maka berdampak munculnya anggapan bahwa in group lebih favorit dari pada out group.
3) Outgroup
homogenity effect, bahwa seseorang dalam in group memandang out group lebih homogen daripada in group, baik dalam hal kepribadian maupun hal yag lain.[11]
Gejala
prasangka memang merupakan salah satu masalah sosial yang sulit di pecahkan
dalam hubungan antar manusia pada masyarakat kita. Maka, dalam usaha untuk
mengurangi eksistensi gejala ini diperlukan strategi-strategi yang bersifat
efektif, maka dengan adanya teori-teori serta ciri-ciri tentang prasangka
sosial diharapkan dapat menjadi tambahan pengetahun penting bagi pribadi maupun
individu-individu dalam masing kelompok sosial dalam kehidupan bermasyarakat.
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Dari
pembahasan makalah di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa prasangka mrupakan
hasil evaluasi seseorang atau keompok terhadap seseorang atau kelompok. Adanya
prasangka sosial lebih berdampak kearah negatif seperti tindakan-tindakan
diskriminasi yang jelas-jelas merugikan salah satu pihak.
Adapun
ciri-ciri pribadi berprasangka atau mempertahankan prasangka dalam dirinya, di
antaranya yaitu: Proses generalisasi terhadap perbuatan anggota kelompok lain,
adanya kompetisi sosial, penilaian yang terlalu ekstrim terhadap kelompok lain,
persepsi dan ingatan masa lalu, frustatsi, agresi antar kelompok serta adanya
dogmatisme.
Ada
beberapa teori tentang prasangka yang telah dikemukakan, diantaranya yaitu:
1. Teori
belajar sosial
2. Teori
motivasional atau Decision Making Theory
3. Teori
kognitif
Untuk
mengatasi adanya prasangka maka usaha yang biasa digunakan ada dua cara yaitu;
Dengan cara mengadakan direct intergroup
contact yakni hubungan secara langsung dengan kelompok lainnya dan
mengadakan cooperative interdependence
atau mengadakan kerjasama yang dimana kedua proses ini harus dilakukan secara
berkelanjutan dan berkesinambungan agar prasangka yang timbul dapat dikurangi
bahkan dihilangkan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi,Abu. Psikologi
Sosial. Jakarta: Rineka Cipta, 1991.
Ahmadi ,Abu. Ilmu
Sosial Dasar. Jakarta: Rineka
Cipta, 1991.
Gerungan, W.A. Psikologi
Sosial. Bandung: Refika Aditama, 2002.
O. Sears, David Dkk. Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga, 1994.
Hanurawan, Fattah. Psikologi Sosial suatu pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010
Newcomb, Dkk. Psikologi
Sosial. Bandung: Diponegoro, 1981.
Sobur, Alex. Psikologi
Umum Dalam Lintas Sejarah. Bandung: Pustaka Setia, 2003.
Sarwono Wirawan, Sarlito. Pengantar Umum Psikologi. Jakarta: Bulan Bintang, 1982.
Soekanto, Soerdjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.
Walgito, Bimo. Psikologi
Sosial. Yogyakarta: Cv. Andi Ofset, 2003.
[1]Abu Ahmadi, Ilmu Sosial Dasar, (Cet. II; Jakarta:
Rineka Cipta, 1991), h. 271.
[2]Newcomb, Turner,
Converse, Psikologi Sosial, (Bandung:
Diponegoro, 1981), h. 564.
[3]Bimo Walgito, Psikologi Sosial, (Yogyakarta: Cv. Andi
Ofset, 2003), h. 95.
[4]Alex Sobur, Psikologi Umum Dalam Lintas Sejarah,
(Bandung: Pustaka Setia, 2003), h. 387, 388
[5]W.A. Gerungan, Psikologi Sosial, (Bandung: Refika
Aditama, 2002), h. 166.
[6]W.A. Gerungan, Psikologi Sosial, (Bandung: Refika
Aditama, 2002), h. 189.
[7]Bimo Walgito, Psikologi Sosial, (Yogyakarta: Cv. Andi
Ofset, 2003), h. 98.
[8]W.A. Gerungan, Psikologi Sosial, (Bandung: Refika
Aditama, 2002), h. 191.
[9]Bimo Walgito, Psikologi
Sosial, (Yogyakarta: Cv. Andi Ofset, 2003), h. 96.
[10]Fattah Hanurawan, Psikologi Sosial suatu pengantar, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2010), h.76.
[11]David O. Sears Dkk, Psikologi Sosial, (Jakarta: Erlangga,
1994), h. 158.
Komentar
Posting Komentar