PRASANGKA SOSIAL

BAB I
PENDAHULUAN
 
A.  Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan bermasyarakat tentu tidak dapat dipisahkan dari interaksi sosial yaitu suatu hubungan timbal balik antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok. Dalam hubungan tersebut tekadang terdapat kekurangpahaman antara satu sama lain baik dari individu maupun kelompok. Sehingga muncul persepsi masing-masing yang ahirnya akan menimbulkan prasangka masing-masing.
Berbicara masalah prasangka, Prasangka merupakan salah satu penyebab aspek kerusakan perilaku kehidupan sosial dan menghasilkan sikap dingin dari suatu kekerasan. Salah satu contoh nyata tentang prasangka yang terjadi dalam kehidupan sosial yakni, kasus ras kulit putih dan kulit hitam (Negro) yang di Amerika. Dimana pada kebanyakan anak-anak di Amerika prasangka terhadap negro sudah terlihat pada tahun-tahun pra sekolah.[1] Perbedaan perlakuan yang luar biasa dari kulit putih sebagai pihak mayoritas dan berkuasa, dan kulit hitam yang lebih minor, sangat terasa di Amerika. Bagaimana kulit hitam secara sepihak, dianggap lebih berbahaya dibanding kulit putih. Hal ini membuat kaum kulit hitam merasa disisihkan dan melakukan perlawanan dan akhirnya memicu terjadinya perang saudara di benua itu yang telah menelan banyak korban jiwa. Namun sesungguhnya, prasangka itu telah muncul jauh sebelum itu. Didalam sejarah Islam, bisa kita lihat dari peristiwa perseteruan dari anak-anak Nabi Adam AS, Peristiwa terbunuhnya para Khalifah sesudah Rasulullah SAW, dan masih banyak lagi bukti nyata dari bahaya prasangka.
Prasangka merupakan salah satu penyebab aspek kerusakan perilaku kehidupan sosial dan menghasilkan sikap dingin dari suatu kekerasan. Berbagai teori-teori tentang prasangka telah dikemukakan oleh para ahli. Adanya prasangka antara satu sama lain pihak Sangatlah menghawatirkan, karena prasangka cenderung mengarah pada tindakan yang negatif seperti tindakan-tidakan diskriminasi  yang dilakukan oleh pihak yang  berprasangka kepada pihak yang diprasangkai tersebut. Sebagaimana Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh imam Muslim dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW pernah berpesan kepada umat Islam untuk menjauhi prasangka buruk, karena prasangka buruk termasuk sedusta-dusta perkataan.
(متفق عليه)الْحَدِيث اَكْذَبُ الظَّنَّ فَاِنَّ وَالظَّنَّ إِيَّاكُمْ :وَسَلَّمَ اللهُعَلَيْهِ صَلَّى اللهِ رَسُوْلُ قَالَ :قَالَ هُرَيْرَةَاَبِى عَنْ
Artinya: “Dari Abu Hurairah ia berkata telah bersabda Rasulullah SAW.” Jauhkanlah diri kamu daripada sangka (jahat) karena sangka (jahat) itu sedusta-dusta omongan, (hati)”. (HR. Muttafaq Alaih).
            Selain itu, dalam ayat Al-Qur’an pula terdapat larangan untuk berburuk sangka seperti yang terdapat dalam Surat Al-Hujurat ayat 12 yang berbunyi:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qç7Ï^tGô_$# #ZŽÏWx. z`ÏiB Çd`©à9$# žcÎ) uÙ÷èt/ Çd`©à9$# ÒOøOÎ) ( Ÿwur (#qÝ¡¡¡pgrB Ÿwur =tGøótƒ Nä3àÒ÷è­/ $³Ò÷èt/ 4 =Ïtär& óOà2ßtnr& br& Ÿ@à2ù'tƒ zNóss9 ÏmŠÅzr& $\GøŠtB çnqßJçF÷d̍s3sù 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 ¨bÎ) ©!$# Ò>#§qs? ×LìÏm§ ÇÊËÈ  
Artinya:
 “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (Q.S Al-Hujurat: 12).

            Penjelasan dari hadist dan ayat diatas adalah Buruk sangka di dalam agama Islam disebut suuzan. Kebalikannya adalah Husnuzan artinya baik sangka. Buruk sangka hukumnya haram, karena akan merusak keharmonisan rumah tangga, keluarga, maupun keharmonisan kehidupan masyarakat, serta memberi peringatan dan pelajaran kepada kita semua banyak terjadi persengketaan dalam bermasyarakat karena sikap buruk sangka. Kadang-kadang masalah kecil bisa menjadi besar sehingga timbul rasa dengki dan dendam yang berkepanjangan. Oleh sebab itu, setiap orang yang ingin mendapat ridha Allah hendaklah selalu berprasangka baik (husnuzon).
Adanya prasangka akan cenderung membawa dampak negatif terhadap perkembangan kehidupan dalam masyarakat, untuk itu sangat dibutuhkan cara-cara yang efektif agar prasangka dapat diatasi. Sehingga perkembangan kemajuan dalam segenap lapisan dalam masyarakat tidak terhambat adanya prasangka-prasangka yang ada.
A.  Rumusan Masalah
Karena pentingnya pemahaman tentang prasangka, maka dalam makalah ini penulis berusaha menyajikan  materi-materi penting tentang prasangka yang telah dirangkum sebagai berikut.
1.    Apakah yang dimaksud prasangka sosial?
2.    Bagaimana ciri-ciri dari prasangka sosial?
3.    Bagaimana teori-teori tentang prasangka sosial?
  

BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertia Prasangka Sosial
Menurut Abu Ahmadi “prasangka adalah suatu sikap yang terlampau tergesa-gesa, berdasarkan generalisasi yang terlampau cepat, sifat berat sebelah, dan dibarengi proses simplikasi (terlalu menyederhanakan) terhadap suatu realita”.[1] Newcomb dkk. menjelaskan bahwa prasangka dapat dikatakan sebagai sikap yang tidak baik dan sebagai satu predisposisi untuk berpikir, merasa dan bertindak dengan cara yang menentang dan menjauhi dan bukan menyokong atau mendekati orang lain terutama sebagai kelompok.[2]
Prasangka merupakan evaluasi kelompok atau seseorang yang mendasarkan diri pada keanggotaan dimana seorang tersebut menjadi anggotanya, prasangka merupakan evaluasi negatif terhadap outgroup.[3] Jadi, prasangka sosial merupakan sikap perasaan orang-orang terhadap golongan manusia tertentu, golongan, ras, atau kebudayaan yang berlainan dengan golongan orang yang berprasangka itu. Prasangka sosial yang terdiri dari attitude-attitude sosial yang negatif terhadap golongan lain, dan mempengaruhi tingkah lakunya terhadap golongan manusia lain tadi.
Menurut Sherif dalam Alex Sobur, menyebutkan bahwa prasangka adalah suatu istilah yang menunjuk pada sikap yang tidak menyenangkan (unfavourable attitude) yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu kelompok terhadap kelompok lain berikut anggota-anggotanya yang didasarkan atas norma-norma yang mengatur perlakuan terhadap orang-orang di luar kelompoknya. Sementara Harding dan kawan-kawan mendefenisikan prasangka sebagai sikap yang tidak toleran, tidak fair, atau tidak favourable terhadap  sekelompok orang.[4]
Jadi, awal mulanya prasangka hanya berupa sikap-sikap perasaan negatif tetapi lambat laun akan dinyatakan dalam bentuk yang diskriminatif (Tindakan) terhadap orang yang diprasangkai itu tanpa alasan yang objektif pada orang yang dikenai tindakan-tindakan yang diskriminatif.
Prasangka sangat berkaitan dengan persepsi seseorang atau kelompok lain, dan sikap serta perilakunya terhadap mereka. Prasangka terhadap anggota suatu kelompok ternyata sangat merusak. Sebuah contoh mengenai prasangka sosial ialah attitude orang Jerman terhadap keturunan orang-orang Yahudi di Negaranya yang sudah lama terdapat didalam masyarakat Jerman. Satu contoh lagi seperti di Amerika Serikat, di sana terdapat prasangka sosial terhadap golongan Negro atau golongan kulit hitam terutama di Amerika bagian selatan. Dari prasangka sosial tersebut keduanya sama-sama melahirkan tindakan-tindakan diskriminatif terhadap masing-masing pihak yang diprasangkai. Bahwasanya tindakan-tindakan diskriminatif yang berdasarkan prasangka sosial akan merugikan masyarakat  Negara itu sendiri, Sebab perkembangan  potensi-potensi manusia masyarakat tersebut akan sangat diperhambat.[5]
B.  Ciri-ciri Prasangka Sosial
Perkembangan prasangka sosial dapat disebabkan oleh faktor-faktor ekstern pribadi orang, tetapi terdapat pula beberapa faktor intern dari pribadi orang yang mempermudah terbentuknya prasangka sosial padanya. Menurut beberapa penelitian psikologi, terdapat beberapa ciri pribadi orang yang mempermudah bertahannya prasangka sosial padanya, antara lain pada orang-orang yang berciri tidak toleransi, kurang mengenal akan dirinya sendiri, kurang berdaya cipta, tidak merasa aman, memupuk khayalan-khayalan yang agresif, dan lain-lain.
Ciri-ciri prasangka sosial dapat dilihat dari kecenderungan individu untuk membuat kategori sosial (social categorization). Kategori sosial adalah kecenderungan untuk membagi dunia sosial menjadi 2 kelompok, yaitu “kelompok kita” (in group) dan “kelompok mereka” (out group). In group adalah kelompok sosial dimana individu merasa dirinya dimiliki atau memiliki (“kelompok kita”). Sedangkan out group adalah grup diluar grup sendiri (“kelompok mereka”). Timbulnya prasangka sosial dapat dilihat dari perasaan in group dan out group yang menguat. Ciri-ciri dari prasangka sosial berdasarkan penguatan perasaan in group dan out group adalah:
1.    Proses generalisasi terhadap perbuatan anggota kelompok lain
Menurut Ancok dan Suroso, jika ada salah seseorang individu dari kelompok luar berbuat negatif, maka akan digeneralisasikan pada semua anggota kelompok luar. Sedangkan jika ada salah seorang individu yang berbuat negatif dari kelompok sendiri, maka perbuatan negatif tersebut tidak akan digeneralisasikan pada anggota kelompok sendiri lainnya.
2.    Kompetisi Sosial
Kompetisi sosial merupakan suatu cara yang digunakan oleh anggota kelompok untuk meningkatkan harga dirinya dengan membandingkan kelompoknya dengan kelompok lain dan menganggap kelompok sendiri lebih baik dari kelompok lain.
3.    Penilaian ekstrim terhadap anggota kelompok lain
Individu melakukan penilaian terhadap anggota kelompok lain baik penilaian positif ataupun negatif secara berlebihan. Biasanya penilaian yang diberikan berupa penilaian negatif.
4.    Pengaruh persepsi selektif dan ingatan masa lalu
Pengaruh persepsi selektif dan ingatan masa lalu biasanya dikaitkan dengan stereotipe. Stereotipe adalah keyakinan (belief) yang menghubungkan sekelompok individu dengan ciri-ciri sifat tertentu atau anggapan tentang ciri-ciri yang dimiliki oleh anggota kelompok luar. Jadi, stereotipe adalah prakonsepsi ide mengenai kelompok, suatu image yang pada umumnya sangat sederhana, kaku dan klise serta tidak akurat yang biasanya timbul karena proses generalisasi. Sehingga apabila ada seorang individu memiliki stereotip yang relevan dengan individu yang mempersepsikannya, maka akan langsung dipersepsikan secara negatif.
5.    Perasaan frustasi (Scope Goating).
Perasaan frustasi (scope goating) adalah rasa frustasi seseorang sehingga membutuhkan pelampiasan sebagai objek atas ketidakmampuannya menghadapi kegagalan. Kekecewaan akibat persaingan antar masing-masing individu dan kelompok menjadikan seseorang mencari pengganti untuk mengekspresikan frustasinya kepada objek lain. Objek lain tersebut biasanya memiliki kekuatan yang lebih rendah dibandingkan dengan dirinya sehingga membuat individu mudah berprasangka.
6.    Agresi antar kelompok.
Agresi biasanya timbul akibat cara berpikir yang rasialis, sehingga menyebabkan seseorang cenderung berprilaku agresif.
7.    Dogmatisme
Dogmatisme adalah sekumpulan kepercayaan yang dianut seseorang berkaitan dengan masalah tertentu, salah satunya adalah mengenai kelompok lain. Bentuk dogmatisme dapat berupa etnosentrisme dan favoritisme. Etnosentrisme adalah paham atau kepercayaan yang menempatkan kelompok sendiri sebagai pusat segala-galanya. Sedangkan, favoritisme adalah pandangan atau kepercayaan individu yang menempatkan kelompok sendiri sebagai yang terbaik, paling benar, dan paling bermoral.[6]
Prasangka sosial dapat menjelma keberbagai bentuk tindakan-tindakan diskriminatif dan agresif terhadap individu atau golongan. Dalam penggolongannya para ahli prsikologi menejelaskannya dengan sebuah teori yang disebut teori Frustasi yang menimbulkan agresi. Orang akan mengalami frustasi apabila maksud-maksud dan keinginan-keinginan yang diperjuangkan dengan intensif mengalami hambatan atau kegagalan, akibatnya akan timbul perasaan jengkel atau agresif, perasaan ini kadang-kadang dapat disalurkan kepada perasaan yang positif tetapi terkadang perasaan itu seringkali meluap-luap dan mencari outletnya, jalan keluarnya sampai puas perasaan agresif itu dengan tindakan yang agresif pula. Ketika individu mengalami frustasi yang ingin dipuaskan secara agresif, ia mungkin akan menendang kursi atau memukul apa yaang ada disekitarnya. Selain itu sikap agresi ini akan mudah dilampiaskan kepada golongan-golongan lain yang diprasangkainya akan diserang dengan lebih agresif atau pun sebaliknya, teori ini disebut dengan teori scape-goatisme atau teori mencari kambing hitam.
Jadi prasangka itu yang merupakan sikap perasaan terhadap golongan ataupun pihak tertentu akan mempengaruhi pandangan seseorang terhadap individu ataupun golongan lain yang nantinya akan melahirkan sikap-sikap seperti frustasi dan melahirkan agresi, frustasi dan agresi ini adalah suatu sikap yang timbul sebagai akibat dari prasangka. 
Maka dari itu, upaya-upaya memerangi prasangka sosial antar golongan itu kiranya jelas harus dimulai pada pendidikan anak-anak di rumah dan di sekolah oleh orang tua dan gurunya, selain itu yakni dengan cara melakukan kontak/hubungan secara langsung secara berkesinambungan dan berkelanjutan serta mengadakan kerja sama atau cooperative interdependence karena melakukan kontak atau hubungan kerja sama secara langsung secara berkesinambungan atau berkelanjutan akan mengurangi prasangka yang ada.[7]
Sementara itu, sebaiknya dihindarkan pengajaran maupun doktrin yang dapat memunculkan prasangka sosial. Demikian juga informasi-informasi melalui media massa berperan besar, terutama informasi yang  memberikan pengertian dan kesadaran mengenai sebab-sebab terjadinya, dipertahankannya, dan mengenai kerugian prasangka sosial bagi masyarakat secara keseluruhan dan bagi para anggotanya.[8]
C.  Teori-teori tentang Prasangka Sosial
1.    Teori belajar sosial
Teori belajar sosial merupakan salah satu teori dalam belajar, teori ini dikemukakan oleh bandura yang berpendapat bahwa belajar itu terjadi melalui model atau contoh. Prasangka seperti halnya sikap, merupakan hal yang terbentuk melalui proses belajar.[9]
Attitude-attitude yang dimiliki manusia tidaklah dibawa sejak ia dilahirkan. Tetapi bermacam attitude itu dipelajari dan terbentuk pada manusia selama perkembangannya. Awalnya anak-anak kecil tidak mempunyai attitude-attitude, kemudian mereka memperolehnya untuk yang pertama melalui primary group yaitu orang tua dan keluarganya. Demikian pula dengan prasangka sosial, Prasangka sosial juga tidak dibawa manusia sejak manusia dilahirkan. Prasangka sosial juga terbentuk selama perkembangan manusia, baik dari didikan atau pun dengan cara identifikasi dengan orang lain yang sudah berprasangka.
Teori ini juga mengemukakan bahwa anak mempelajari sikap negatif terhadap suatu kelompok kelompok sosial tertentu sering kali karena mereka dikenalkan dengan pandangan-pandangan semacam itu oleh lingkungannya. Orang  tua, guru, saudara dan media masa sangat berpengaruh bagi perkembangan proses belajar sosial seorang anak dalam pembentukan prasangka.[10]
Teori belajar sosial memandang  prasangka sebagai sesuatu yang dipelajari dengan cara yang  sama, seperti bila orang mempelajari  nilai-nilai sosial yang lain, prasangka disebarluaskan dari orang yang satu ke orang yang lain  sebagai bagian dari sejumlah norma.  Prasangka merupakan norma dalam budaya atau sub budaya seseorang. Prasangka diperoleh seorang anak melalui sosialisasi. Anak mempelajari sikap berprasangka untuk dapat diterima oleh orang lain. Terakhir,  penyebar luasan dan pengungkapan prasangka yang terus-menerus akan memperkuat peranannya sebagai norma budaya.
2.    Teori motivasional (Decision Making Theory)
Teori ini memandang prasangka sebagai sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan individu atau kelompok untuk mencapai kesejahteraan (satisfy). Teori ini mencakup beberapa teori yaitu:
a.    Pendekatan psikodinamika
Teori ini menganalisis prasangka sebagai suatu usaha untuk mengatasi tekanan motivasi yang ada dalam diri individu yang bersangkutan. Jadi teori ini menekankan pada dinamika dari pribadi individu yang bersangkutan (specific individual personality)
b.    Konflik kelompok (Realistic group conflict)
Konflik kelompok realitas. Teori ini menyatakan bahwa dua kelompok bersaing merebutkan kelompok yang langka, mereka akan saling mengancam, dan akhirnya menimbulkan permusuhan diantara mereka sehingga menciptakan nilai negatif yang bersifat timbal balik.
Konflik antar kelompok akan terjadi apabila kelompok-kelompok tersebut dalam keadaan berkompetisi. Ini menyebabkan  adanya permusuhan antara kedua kelompok tersebut yang kemudian bermuara pada adanya saling berprasangka satu dengan yang lain, saling memberikan evalauasi yang negatif. Dengan demikian, prasangka tidak dapat dihindarkan sebagai akibat adanya konflik yang nyata antara kelompok yang satu dengan yang lain.
c.    Kekurangan relatif (relative deprivation)
Teori ini berkaitan dengan ketidakpuasan yang tidak hanya timbul dari kekurangan objektif, tetapi juga dari perasaan kurang secara subjektif yang relatif lebih besar dibandingkan orang lain atau kelompok lain.
Dalam konflik kelompok yang nyata, prasangka timbul sebagai respons terhadap frustasi yang riil dalam kehidupan antara kelompok satu dengan yang lain. Tetapi kadang-kadang orang mempersepsi diri sendiri atau mereka mengalami kerugian secara relatif terhadap pihak lain, walaupun dalam kenyataanya tidak demikian. Persepsi ini dapat membawa permusuhan antara kelompok yang satu dengan yang lain, dan sebagai akibatnya yaitu dapat menimbulkan prasangka. 
3.    Teori kognitif
Dalam teori ini, proses kognitif dijadikan sebagai dasar timbulnya prasangka. Hal ini berkaitan dengan:
a.    Kategorisasi atau penggolongan
Apabila seseorang mempersepsi orang lain atau apabila suatu kelompok mempesepsi kelompok lain, dan memasukkan apa yang di persepsikan itu ke dalam suatu kategori tertentu. Proses kategorisasi berdampak timbulnya prasangka antar pihak satu dengan pihak lain, keompok satu denga kelompok lain.
b.    In group lawan out group
In group dan  out group ada apabila  kategorisasi “kita” dan “mereka”  telah ada, seseorang dalam suatu kelompok akan merasa dirinya sebagai in group dan orang lain sebagai out group. Dalam kategori in group memiliki dampak tertentu yang ditimbulkan, di antaranya yaitu;
1)   Similarity effect, anggota in group mempersepsi anggota in group yang lain lebih memiliki kesamaan apabila dibandingkan dengan anggota out group.
2)   avoritism effect, karena kategorisasi in group dan out group maka berdampak munculnya anggapan bahwa in group lebih favorit dari pada out group.
3)   Outgroup homogenity effect, bahwa seseorang dalam in group memandang out group lebih homogen daripada in group, baik dalam hal kepribadian maupun hal yag lain.[11]
Gejala prasangka memang merupakan salah satu masalah sosial yang sulit di pecahkan dalam hubungan antar manusia pada masyarakat kita. Maka, dalam usaha untuk mengurangi eksistensi gejala ini diperlukan strategi-strategi yang bersifat efektif, maka dengan adanya teori-teori serta ciri-ciri tentang prasangka sosial diharapkan dapat menjadi tambahan pengetahun penting bagi pribadi maupun individu-individu dalam masing kelompok sosial dalam kehidupan bermasyarakat.



BAB III
KESIMPULAN
A.  Kesimpulan

Dari pembahasan makalah di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa prasangka mrupakan hasil evaluasi seseorang atau keompok terhadap seseorang atau kelompok. Adanya prasangka sosial lebih berdampak kearah negatif seperti tindakan-tindakan diskriminasi yang jelas-jelas merugikan salah satu pihak.
Adapun ciri-ciri pribadi berprasangka atau mempertahankan prasangka dalam dirinya, di antaranya yaitu: Proses generalisasi terhadap perbuatan anggota kelompok lain, adanya kompetisi sosial, penilaian yang terlalu ekstrim terhadap kelompok lain, persepsi dan ingatan masa lalu, frustatsi, agresi antar kelompok serta adanya dogmatisme.
Ada beberapa teori tentang prasangka yang telah dikemukakan, diantaranya yaitu:
1.    Teori belajar sosial
2.    Teori motivasional atau Decision Making Theory
3.    Teori kognitif
Untuk mengatasi adanya prasangka maka usaha yang biasa digunakan ada dua cara yaitu; Dengan cara mengadakan direct intergroup contact yakni hubungan secara langsung dengan kelompok lainnya dan mengadakan cooperative interdependence atau mengadakan kerjasama yang dimana kedua proses ini harus dilakukan secara berkelanjutan dan berkesinambungan agar prasangka yang timbul dapat dikurangi bahkan dihilangkan.

DAFTAR  PUSTAKA

Ahmadi,Abu. Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta, 1991.
Ahmadi ,Abu. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Rineka Cipta, 1991.
Gerungan, W.A. Psikologi Sosial. Bandung: Refika Aditama, 2002.
O. Sears, David Dkk. Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga, 1994.
Hanurawan, Fattah. Psikologi Sosial suatu pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010
Newcomb, Dkk. Psikologi Sosial. Bandung: Diponegoro, 1981.
Sobur, Alex. Psikologi Umum Dalam Lintas Sejarah. Bandung: Pustaka Setia, 2003.
Sarwono Wirawan, Sarlito. Pengantar Umum Psikologi. Jakarta: Bulan Bintang, 1982.
Soekanto, Soerdjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.
Walgito, Bimo. Psikologi Sosial. Yogyakarta: Cv. Andi Ofset, 2003.
 

      



[1]Abu Ahmadi, Ilmu Sosial Dasar, (Cet. II; Jakarta: Rineka Cipta, 1991), h. 271.
[2]Newcomb, Turner, Converse, Psikologi Sosial, (Bandung: Diponegoro, 1981), h. 564.
[3]Bimo Walgito, Psikologi Sosial, (Yogyakarta: Cv. Andi Ofset, 2003), h. 95.
[4]Alex Sobur, Psikologi Umum Dalam Lintas Sejarah, (Bandung: Pustaka Setia, 2003), h. 387, 388
[5]W.A. Gerungan, Psikologi Sosial, (Bandung: Refika Aditama, 2002), h. 166.
[6]W.A. Gerungan, Psikologi Sosial, (Bandung: Refika Aditama, 2002), h. 189.
[7]Bimo Walgito, Psikologi Sosial, (Yogyakarta: Cv. Andi Ofset, 2003), h. 98.
[8]W.A. Gerungan, Psikologi Sosial, (Bandung: Refika Aditama, 2002), h. 191.
[9]Bimo Walgito, Psikologi Sosial, (Yogyakarta: Cv. Andi Ofset, 2003), h. 96.
[10]Fattah Hanurawan, Psikologi Sosial suatu pengantar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), h.76.
[11]David O. Sears Dkk, Psikologi Sosial, (Jakarta: Erlangga, 1994), h. 158.
 



[1]Abu Ahmadi, Psikologi Sosial, (Cet. I; Jakarta, Rineka Cipta, 1991), h. 209.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH EVALUASI PENDIDIKAN

KOMUNIKASI DAN KOORDINASI

MATERI PENDIDIKAN ISLAM