KONSEP SUPERVISI



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Sesuai dengan perkembangan masyarakat di Negara kita Indonesia – zaman penjajahan Belanda hingga zaman kemerdekaan sampai sekarang maka kewajiban dan tanggung jawab seorang pemimpin pendidikan pada umumnya dan kepala sekolah pada khususnya mengalami perkembangan dan perubahan pula. Adapun perubahan-perubahan tersebut dapat dibagi tiga aspek:
1.      Perubahan dalam tujuan
2.      Perubahan dalam skope (luas tanggung jawab/kewajiban), dan
3.      Perubanahan dalam sifat.[1]
Ketiga aspek tersebut sanggat berhubungan erat dan sukar untuk dipisahkan satu dari lainya. Adanya perubahan dalam tujuan pendidikan, mengubah scope atau luasan tanggungjawab yang harus dipikul dan harus dilaksanakan oleh pemimpin pendidikan hal ini mengubah pula bagaimana sifat-sifat kepepmimpinan yang harus dilaksankan sehingga dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Pada zaman penjajahan Belanda di Indonesia, organisasi sekolah bersifat sentralisasi. Segala sesuatu bangunan sekolah, kurikulum (rencana pembelajaran), jumlah murid, buku-buku pelajaran, cara mengajar dan sebagainya telah ditetatkan oleh pemerintah secara sentral. Kewajiban krpalah sekolah dan guru-guru tidak lain hanyalah menjalangkan apa yang telah ditetapkan dan diinstruksikan dari atasanya, lain tidak.!
Sekarang keadaanya lain lagi. Penyelenggaraan pendidikan lebih di densentralisasikan kepada daerah-daerah masyarakat diikutsertakan danturut serta dalam usaha-usaha pendidikan, dan lain-lain. Tanggungjawab kepalah sekolah dan guru semakin banyak luas, jika dahulu kepala sekolah telah dianggap baik dan cakap dalam mengelolah sekolahnya dapat berjalanjan teratur tampa menghiraukan kepentingan dan hubungan masyarakat sekitarnya, maka penilaian sekarang lebih dari itu.
Tugas kewajiban kepala sekolah, samping mengatur jalanya sekolah, juga dapat bekerja sama dan hubungan erat dengan masyarakat. Ia berkewajiban membangkitkan semangat guru-guru dan pegawai sekolah untuk bekerja lebih baik, membangun dan memelihara kekeluargaaan, kekompakan dan persatuan guru-guru, pegawai dan muridnya, mengembangkan kurikulum sekolah, mengetahui rencana sekolah dan tau menjalangkanya, memeperhatikan dan mengusahakan kesejahteraaan guru-guru dan pegawai-pegawainya dan sebagainya.[2] Tugas-tugas kepalah sekolah seperti itu adalah bagian dari fungsi-fungsi supervisi (kepengawasan) yang menjadi kewajiban seorang pemimpin pendidikan.
B.   Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang ada, maka dapat di rumuskan masalah sebagai bahan pokok pembahasan dalam makalah ini diantaranya:
1.      Apa yang dimaksud dengan supervisi?
2.      Bagaimana tujuan dan fungsi supervisi?
3.      Apa yang dimaksud dengan manajemen berbasis sekolah serta peranan kepala sekolah?
4.      Bagaimana cara memperbaiki mutu pendidikan.?


BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Supervisi
Guru dalam menjalangkan tugasnya membutuhkan bantuan dari orang lain dalam hal memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam mewujutkan tujuan pendidikan, misalnya untuk mengerti tujuan pendidika, kurikulum dan tujuan instruksional. Guru tersebut mengharapkan apa dan bagaimana memberikan pengalaman bekajar yang sesuai dengan kebutuhan anak dan masyarakat yang sedang berkembang. Orang yang berfungsi membantu guru dalam hal ini adalah kepala sekolah atau supervisor yang berhadapan denga guru.
Supervisi secara etomologi berasal dari “super” dan “visi” yang artinya melihat dan meninjau dari atas atau menilik dari atas yang dilakukan oleh pihak atasan terhadap aktivitas, kreativitas, dan kinerja bawahan[3]
Menurut P. Adam dan Frank G Dickey, supervise adalah program yang berencana untuk memperbaiki pelajaran. Program ini akan berhasil apabila supervisor memiliki keterampilan dan cara kerja efisien dalam kerja sama guru dan petugas pendidik lainya. Dalam dictionary of Education, Good Carter memberikan definisi supervise adalah segala usaha dari petugas-petugas sekolah dalam memimpim guru dan petugas lainya untuk memperbaiki pengajaran termasuk menstemulir, menyeleksi perubahan jabatan dan perkembangan guru-guru dan merevisi tujuan-tujuan pendidikan, bahan-bahan pengejara, metode pengajaran dan evaluasi pengajaran.[4]
Pirdarta mengutip pendapat jones, mengungkapkan bahwa supervise merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari seluruh proses administrasi pendidikan yang ditunjukkan terutama untuk mengembangkan efektivitas kinerja personalia sekolah yang berhubungan dengan tugas-tugas pemdidikan. Sedangkan Sutisna mendiskripsikan sebagai bantuan dalam pengembangan situasi belajar-mengajar yang lebih baik. Dengan kata lain supervise adalah suatu kegiatan pembelajaran yang disediakan untuk membantu para guru untuk menjalangkan pekerjaannya agar lebih baik.[5]
Dari uraian definisi-definisi tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa memaju dan mengembangkan pengajaran sehingga proses belajar mengajar berlangsung dengan baik dan guru bisa mengajar dengan baik pula.
B.   Tujuan dan Fungsi Supervisi
            1.      Tujuan dan Fungsi Supervisi
a.       Tujuan supervisi
Supervis merupakan salah satu yang memperkembangkan situasi belajar mengajar  yagn lebih baik. Usaha memperbaiki belajar dan mengajar ditunjukkan pada pencapaian yang terakhir dari pendidikan yaitu pembentikan pribadi anak secara maksimal. Hasil belajar yang menurun akibat dari factor-faktor objektif yang mempengarhi. Oleh karena itu, adanya penciptaan situasi yang memungkinkan peserta didik dapat belajar dengan baik. Secara nasional tujuan kongkrit dari evaluasi pendidikan adalah:
    1)      Membantu guru melihat dengan jelas tujua-tujuan pendidikan.
    2)      Membantu guru dalam membimbing  pengalaman belajar murid.
  3)  Membantu guru dalam alat pengajaran yang modern, metode-metode dan sumber-sumber pengalaman belajar.
    4)    Membantu guru dalam menilai kemajuan murid-murid dan hasil pekerjaaan itu sendiri.
   5)    Membantu guru baru di sekolah sehingga mereka merasa gembira dengan tugas yang diperolehnya.
   6) Membantu guru-guru agar waktu dan tenaganya tercurahkan sepenuhnya dalam pembinaan sekolah.[6]
b.      Fungsi supervisi
Fungsi-fungsi supervisi pendidikan yang sanggat penting diketahui oleh para pimpinan pendidikan termasuk kepala sekolah, adalah sebagai berikut:
1)      Dalam bidang kepemimpinan.
a)      menyusun rencana dan policy bersama
b)      mengikut sertakan anggota-anggota kelompok (guru-guru, pegawai) dalam berbagai kegiatan
c)      memberikan bantuan dalam kelompok dalam menghadapi dan memecahkan persoalan-persoalan
d)      membangkitkan dan memupuk semangant kelompok atau memupuk moral yang tinggi kepada anggota dalam kelompok
e)      mengikut sertakan semua anggota dalam menetapkan putusan-putusan
f)       membagi-bagi dan medelegasikan wewenan dan tanggung jawab kepada kelompok  sesuai dengan fungsi dan kecakapan masing-masing
g)      mempertinggi daya kriatif kepada anggota kelompok
h)      menghilangkan rasa malu dan rasa rendah diri pada anggota kelompok sehingga mereka berani mengemukakan pendapat demi kepentingan bersama 
2)      Dalam hubungan manusia
a)      Memaafkan kekeliran atau kesalah-kesalahan yang dialami atau dijadikan pelajaran demi perbaikannya, bagi diri sendiri maupun anggota lainya
b)      Membatu megatasi kesulitan ataupun kekuranganyang dihadapi anggota kelompok, seperti dalam hal kemalasan, merasa rendah diri, acuh tak acuh, pesimistis, dsb.
c)      Mengarahkan anggota kelompok kepada sikap-sikap demokratis.
d)      Memupuk rasa saling menghormati diantara sesame anggota kelompok dan sesama manusia.
e)      Menghilangkan rasa curiga-mencurigai antara anggota kelompok.
3)      Dalam pembinaan proses kelompok.
a)      Mengenal masing-masing pribadi anggota kelompok baik kelemahan maupun kemampuan masing-masing.
b)      Menimbulkan dan memelihara sikap percayaan-mempercayai antara sesame anggota maupun anggota dan pimpina.
c)      Memupuk sikap dan kesediaantolong menolong.
d)      Memperbesar rasa tanggung jawab para anggota kelompok.
e)      Bertindak bijaksana dalam menyelesaikan pertentangan tau persilisihan pendapat anggota kelompok.
f)       Menguasai tehnik-tehnik pemimpin rapat dan pertemua-pertemuan lainya. 
4)      Dalam bidang administrasi personel
a)      Memilih personel yang memiliki syarat-syarat dan kecakapan yang diperlukan untuk suatu keperluan.
b)      Menempatkan personel pada tempat dan tugas yang sesuai dengan kecakapan dan kemampuan masing-masing.
c)      Mengusahakan susunan kerja yang menyenangkan dan meningkatkan daya kerja serta hasil maksimal.
   5)      Dalam bidang evaluasi
a)      Menguasai dan memeahami tujuan pendidikan secara khusus dan teperinci.
b)      Menguasai dan memiliki norma-norma atau ukuran-ukuran yang akan digunakan sebagai kriteria pengukuran.
c)      Menafsirkan dan menyimpulkan hasil-hasil penilaian sehingga mendapat gambaran tentang kemungkinan-kemunkinan untuk mengadakan perbaikan-perbaikan.[7]
Jika fungsi-fungsi supervisi itu benar-benar dikuasai dan dijalankan dengan sebaik-sebaik oleh setiap pemimpin pendidikan termasuk kepalah sekolah terhadap anggotanya, maka kelancara jalanya sekolah atau lembaga dalam mencapai tujuan pendidikan akan lebih terjamin.
C.   Manajemen Berbasis Sekolah Dan Peranan Kepala Sekolah
1.      Pengertian Manajemen Berbasis sekolah (MBS)
Manajemen berbasis sekolah dapat diartikan sebagai model pengelolaan yang memberikan otonomi (wewenan dan tanggung jawabyang besar kepada kepala sekolah), meberikan fleksibel kepada sekolah, mendorong paertisipasi langsung warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan) dan masyarakat (orang tua siswa, tkoh masyarakat, ilmuan, pengusaha) meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dengan otonomi tersebut sekolah diberikan tanggun jawab dan untuk mengambil keputusan sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, dan tuntutan sekolah serta masyarakat atau stakehooder yang ada. Ogama dan White mengomentari, school base management (SBM) is one of from of restructuring that has gained widespread attention, like others it seek to change the way school system conduct business. It is aimed at improving the academic performance of school by changing their organizational design, drawing on the experiences of existing programs.[8]
MBS memberikan otonomi yang lebih besar kepada sekolah. Sekolah memiliki kewenangan dan tanggungjawab yang lebih besar dalam mengelola sekolah lebih mandiri. Denga kemandirianya sekolah lebih berdayan dan mengembangkan program-program yang tentu saja lebih sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan/potensi yang dimiliki. Dengan fleksibilitas sekolah akan lebih lincah dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya sekolah yang lebih optimal, dengan partisipasi warga sekolah dan masyarakat secara aktif dalam penyelenggaraan sekolah, rasa memiliki terhadapa sekolah dapat ditingkatkan.
2.      Peranan kepala sekolah
Keberhasilan suatu lembaga sanggat bergantung kepada kepemimpinan kepala sekolah karena ia merupakan pemimpin di lembaganya kearah tujuan yang telah ditetapkan. Kepala sekolah sebagai seorang pendidik, administrator, pemimpin, dan seprvisor, diharapkan dengan sendirinya dapat mengelola lembaga pendidikan kearah perkembangan yang lebih baik dan menjanjikan masa depan.
Istilah kepemimpinan secara etimologi berasal dari kata dasar “pemimpin”dalam kamus Bahasa Ingris diterjemahkan dengan ledership, berasal berasal dari kata leader pemimpin dan akar katanya to lead yang memiliki berbagai pengertian: bergerak awal, berjalan lebih awal, mengambil langkah awal, berbuat paling awal, memlopori, mengarahkan pendapar orang lain, mebimbing, menuntun, dan mengerakkan orang lain melalui pengaruhnya.[9]
Salah satu ilmuan dan ahli peneliti prilaku memberikan batasan mengenaik kepemimpina, yaitu Ralph M. Sstogdill mengatakan managerial leadership as the process of directing and influencing the task related activities of group members. Kepemimpinan menejerial merupakan proses sebagai pengarahan dan mempengaruhi aktivitas yang menghubungkan dengan tugas dari para anggota kelompok.[10]
Di Negara maju kepala sekolah mendapatkan sebutan bermacam-macam ada yang menyebut guru kepala, kepala sekolah yang mengajar, kepala sekolah supervisi, direktur, administrator, pemimpin pendidikan. Menurut segiovani  dan Elliot dalam Arifin secara esinsial kepala seklah memiliki dua fungsi utama dalam sekolah yaitu: Pertama, kepala sekolah sebagai administrator dalam hal ini, kepala sekolah bertugas melaksanakan fungsi-fungsi admisntrator pendidikan disekolah dan tugas-tugas tesebut meliputi pengelolaan yang ersifat adminstratif dan operatif. Kedua, kepala sekolah sebagai educator dalam fungsi kepala sekolah bertugas melaksanakan funsi-fungsi edukatif dalam pendidikan di sekolah.[11]
Peran ganda kepala sekolah sebagai menejer sekolah atau pemimpin pendidikan secaraa konseptual diantaranya layanana atau tanggung jawab yang sanggat penting bagi sekolah, pusat komunikasi sekolah, kantor pusat konseling sekolah bagi guru dan murid, devisi riset untuk kegiatan belajar mengajar, mengoreksi, mengevaluasi, menganalisis berkaitan dengan hasil belajar mengajar. Untuk dapat menrealisasikan semua tugas dan fungsi kepemimpinan. Kepala sekolah sebagai seorang pemimpin pendidikan kepala sekolah hendaknya dapat memahami langka-langkah kepemimpimnan.
Tugas-tugas pokok yang telah dirumuskan oleh departemen pendidikan nasiosan 1990 sebgai berikut:[12] tugas poko sendiri tahu jumlah penbantunya, memperhatikan kehadiran pembantunya, menilai pembantunya, mengambil tindakan-tindakan, memperhatikan karier pembantunya, memperhatikan kesejahteraan pembantunya, memperhatikan suasan kekeluargaan, memberikan laporan kepada atasannya.
Peran kepala sekolah dalam kepemimpinan merupakan kepribadian dan sikap aktif dalammencapaitujuan. Mereka aktif dan kreatif, membentuk ide daripada menanggapi untuk mereka. Kepemimpinan kepala sekolah cenderung mempengaruhi perubahan seuasana hati, menimbulkan kesan dan harapan dan tepat keeinginan dan tujuan khusus yang telah ditetapkan untuk urusan yang terarah. Hasil kepemimpinan ini mempengaruhi cara berpikir orang tentang apa yang diinginkan, diumumkan dan tujuan diperlukan.
Kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan harus dapat mengerti berbagai kedudukan, keadaan dan apa yang diinginkan, baik guru maupun tata usaha serta pembantu lainya. Sehingga dengan kerjasama yang baik dapar mmenghasilkan pemikiran yang harmonis dalam usaha perbaikan sekolah. Kegagalan dalam hal ini mencerminkan gagalnya prilaku serta peran kepemimpinan seorang kepala sekolah. Semua ini perlu bahan pertimbangan bagi kepala sekolah dalam mengerakkan seluruh anggota yang dipimpinya.
D.  Memperbaiki Mutu Pendidikan
Untuk meningkatkan mutu pendidikan kita perlu melihat dari banyak sisi. Telah banyak pakar pendidikan mengemukakan pendapatnya tentang faktor penyebab dan solusi mengatasi kemerosotan mutu pendidikan di lndonesia. Dengan masukan ilmiah ahli itu, pemerintah tak berdiam diri sehingga tujuan pendidikan nasional tercapai.
Dalam persfektif makro banyak faktor yang mempengaruhi mutu pendidikan, diantaranya faktor kurikulum, kebijakan pendidikan, fasilitas pendidikan, aplikasi teknologi informasi dan komunikasi dalam dunia pendidikan, khususnya dalam kegiatan proses belajar mengajar, aplikasi metode, strategi dan pendekatan pendidikan yang mutakhir dan modern, metode evaluasi pendidikan yang tepat, biaya pendidikan yang memadai, manajement pendidikan yang dilaksanakan secara profesional, sumberdaya manusia para pelaku pendidikan yang terlatih, berpengetahuan, berpengalaman dan professional.
Masukan ilmiah yang disampaikan para ahli dari negara-negara yang berhasil menerapkannya, seperti Amerika Serikat, Australia, Kanada, Selandia Baru dan Singapura selalu memunculkan konsep yang tidak selalu bisa diadopsi dan diadaptasi. Karena berbagai macam latar yang berbeda. Situasi, kondisi, latar budaya dan pola pikir bangsa kita tentunya tidak homogen dengan negara-negara yang diteladani. Malahan, konsep yang di impor itu terkesan dijadikan sebagai “proyek” yang bertendensi pada kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Artinya, proyek bukan sebagai alat melainkan sebagai tujuan.
Beberapa penerapan pola peningkatan mutu di Indonesia telah banyak dilakukan, namun masih belum dapat secara langsung memberikan efek perbaikan mutu. Di antaranya adalah usaha peningkatan mutu dengan perubahan kurikulum dan proyek peningkatan lain; Proyek Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS), Proyek Perpustakaan, Proyek Bantuan Meningkatkan Manajemen Mutu (BOMM), Proyek Bantuan lmbal Swadaya (BIS), Proyek Pengadaan Buku Paket, Proyek Peningkatan Mutu Guru, Dana Bantuan Langsung (DBL), Bantuan Operasioanal Sekolah (BOS) dan Bantuan Khusus Murid (BKM). Dengan memperhatikan sejumlah proyek itu, dapatlah kita simpulkan bahwa pemerintah telah banyak menghabiskan anggaran dana untuk membiayai proyek itu sebagai upaya meningkatkan mutu pendidikan Dalam persfektif mikro atau tinjauan secara sempit dan khusus, faktor dominan yang berpengaruh dan berkontribusi besar terhadap mutu pendidikan ialah guru yang profesional dan guru yang sejahtera. Oleh karena itu, guru sebagai suatu profesi harus profesional dalam melaksanakan berbagai tugas pendidikan dan pengajaran, pembimbingan dan pelatihan yang diamanahkan kepadanya.[13]
Dalam proses pendidikan guru memiliki peranan sangat penting dan strategis dalam membimbing pesserta didik kearah kedewasaan, kematangan dan kemandirian, sehingga guru sering dikatakan ujung tombak pendidikan. Dalam melaksanakan tugasnya seorang guru tidak hanya menguasai bahan ajar dan memiliki kemampuan teknis edukatif tetapi memiliki juga kepribadian dan integritas pribadi yang dapat diandalkan sehingga menjadi sosok panutan bagi peserta didik, keluarga maupun masyarakat[14]
Berikut ini adalah elemen dasar bagaimana kita dapat meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia[15]
     1.      Insan Pendidikan Patut Mendapatkan Penghargaan Karena itu Berikanlah Penghargaan.
“Manajemen Sumber Daya Manusia” mengatakan, penghargaan diberikan untuk menarik dan mempertahankan SDM karena diperlukan untuk mencapai saran-saran organisasi. Staf (guru) akan termotivasi jika diberikan penghargaan ekstrinsik (gaji, tunjangan, bonus dan komisi) maupun penghargaan instrinsik (pujian, tantangan, pengakuan, tanggung jawab, kesempatan dan pengembangan karir). Manusia mempunyai sejumlah kebutuhan yang memiliki lima tingkatan (hierarchy of needs) yakni, mulai dari kebutuhan fisiologis (pangan, sandang dan papan), kebutuhan rasa aman (terhindar dari rasa takut akan gangguan keamanan), kebutuhan sosial (bermasyarakat), kebutuhan yang mencerminkan harga diri, dan kebutuhan mengaktualisasikan diri di tengah masyarakat.
Pendidik dan pengajar sebagai manusia yang diharapkan sebagai ujung tombak meningkatkan mutu berhasrat mengangkat harkat dan martabatnya. Jasanya yang besar dalam dunia pendidikan pantas untuk mendapatkan penghargaan intrinsik dan ekstrinsik agar tidak termarjinalkan dalam kehidupan masyarakat.
       2.      Meningkatkan Profesionalisme Guru dan Pendidik.
Kurikulum dan panduan manajemen sekolah sebaik apapun tidak akan berarti jika tidak ditangani oleh guru profesional. Karena itu tuntutan terhadap profesinalisme guru yang sering dilontarkan masyarakat dunia usaha/industri, legislatif, dan pemerintah adalah hal yang wajar untuk disikapi secara arif dan bijaksana.Konsep tentang guru profesional ini selalu dikaitkan dengan pengetahuan tentang wawasan dan kebijakan pendidikan, teori belajar dan pembelajaran, penelitian pendidikan (tindakan kelas), evaluasi pembelajaran, kepemimpinan pendidikan, manajemen pengelolaan kelas/sekolah, serta tekhnologi informasi dan komunikasi.
Fenomena menunjukkan bahwa kualitas profesionalisme guru kita masih rendah. Faktor-faktor internal seperti penghasilan guru yang belum mampu memenuhi kebutuhan fisiologis dan profesi masih dianggap sebagai faktor determinan. Akibatnya, upaya untuk menambah pengetahuan dan wawasan menjadi terhambat karena ketidakmampuan guru secara financial dalam pengembangan SDM melalui peningkatan jenjang pendidikan.Hal itu juga telah disadari pemerintah sehingga program pelatihan mutlak diperlukan karena terbatasnya anggaran untuk meningkatkan pendidikan guru. Program pelatihan ini dimaksudkan untuk menghasilkan guru sebagai tenaga yang terampil (skill labour) atau dengan istilah lain guru yang memiliki kompetensi.
      3.      Berikan Sarana dan Prasarana yang Layak
Menurut Kepmendikbud No. 053/U/2001 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM), sekolah harus memiliki persyaratan minimal untuk menyelenggarakan pendidikan dengan serba lengkap dan cukup seperti, luas lahan, perabot lengkap, peralatan/laboratorium/media, infrastruktur, sarana olahraga, dan buku rasio 1:2. Kehadiran Kepmendiknas itu dirasakan sangat tepat karena dengan keputusan ini diharapkan penyelenggaraan pendidikan di sekolah tidak “kebablasan cepat” atau “keterlaluan tertinggal” di bawah persyaratan minimal sehingga kualitas pendidikan menjadi semakin terpuruk.
Selanjutnya, UU Sisdiknas No. 20/2003 pasal 45 ayat (1) berbunyi, setiap satuan pendidikan menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik. Jika kita lihat kenyataan di lapangan bahwa hanya sekolah-sekolah tertentu di beberapa kota di Indonesia saja yang memenuhi persyaratan SPM, umumnya sekolah negeri dan swasta favorit. Berdasarkan fakta ini, keterbatasan sarana dan prasarana pada sekolah-sekolah tertentu, pengadaannya selalu dibebankan kepada masyarakat. Alasannya pun telah dilegalkan berdasarkan Kepmendiknas No. 044/U/2002 dan UU Sisdiknas No. 20/2003 pasal 56 ayat (1). Dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah, ayat (2) Dewan pendidikan, sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam meningkatkan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan ditingkat nasional, provinsi dan kabupaten/ kota yang tidak mempunyai hubungan hierarkis, dan ayat (3) Komite sekolah/madrasah sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan.
Menyikapi keadaan yang demikian sulit, apalagi kondisi negara yang kian kritis, solusi yang ditawarkan adalah manfaatkan seluruh potensi sumber daya sekolah dan masyarkat sekitar, termasuk memberdayakan dewan pendidikan dan komite sekolah. Mudah-mudahan dengan sistem anggaran pendidikan yang mengacu pada UU Sisdiknas No. 20/2003 pasal 46 dan 49 permasalahan ini dapat diatasi dengan membangun kebersamaan dan kepercayaan antara keluarga, masyarakat dan pemerintah.
Mutu pendidikan merupakan tolak ukur keberhasilan sebuah proses pendidikan yang bisa dirasakan oleh masyarakat mulai dari input (masukan), proses pendidikan yang terjadi, hingga output (produk keluaran) dari sebuah proses pendidikan. Seiring berjalannya waktu upaya peningkatan mutu pendidikan di Indonesia, dalam meningkatkan mutu pendidikan, Guru sebagai pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi para peserta didik di jenjang pendidikan tinggi

BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
1.      segala usaha dari petugas-petugas sekolah dalam memimpim guru dan petugas lainya untuk memperbaiki pengajaran termasuk menstemulir, menyeleksi perubahan jabatan dan perkembangan guru-guru dan merevisi tujuan-tujuan pendidikan, bahan-bahan pengejara, metode pengajaran dan evaluasi pengajaran
2.      tujuan dan fungsi supervise yaitu:
a.       tujuan supeprvisi
    1)      Membantu guru melihat dengan jelas tujua-tujuan pendidikan.
    2)      Membantu guru dalam membimbing pengalaman belajar murid.
  3)  Membantu guru dalam alat pengajaran yang modern, metode-metode dan sumber-sumber pengalaman belajar.
   4)      Membantu guru dalam menilai kemajuan murid-murid dan hasil pekerjaaan itu sendiri.
   5)   Membantu guru baru di sekolah sehingga mereka merasa gembira dengan tugas yang diperolehnya.
   6)   Membantu guru-guruagar waktu dan tenaganya tercurahkan sepenuhnya dalam pembinaan sekolah.
b.       Fungsinya sendiri yaitu:
1)      Dalam bidang kepemimpinan
2)      Dalam hubungan manusia
3)      Dalam pembinaan proses kelompok
4)      Dalam bidang administrasi personel
5)      Dalam bidang evaluasi

3.      MBS memberikan otonomi yang lebih besar kepada sekolah. Sekolah memiliki kewenangan dan tanggungjawab yang lebih besar dalam mengelola sekolah lebih mandiri
4.      Ada beberapa hal yang harus diperhatikan untuk meningkatkan mutu pendidikan diantaranya adalah:
a.       Insan Pendidikan Patut Mendapatkan Penghargaan Karena itu Berikanlah Penghargaan
b.      Meningkatkan Profesionalisme Guru dan Pendidik
c.       Berikan Sarana dan Prasarana yang Layak
B.   Saran
Dalam penyusunan makalah ini, penyusun sudah berusaha memaparkan dan menjelaskan materi dengan semaksimal mungkin, tapi tidak menutup kemungkinan adanya kekeliruan dalam penyusunannya, baik dari segi materi, maupun penyusunannya, oleh karena itu penyusun mengharapakan sumbangsih pembaca untuk penyempurnaan makalah selanjutnya, dan harapan bagi penyusun, semoga makalah ini dapat memberi manfaat dalam proses supervisi pendidikan.



DAFTAR PUSTAKA
Hadis, Abdul dan Nurhayati. Manajemen Mutu Pendidikan. Bandung: Penerbit Alfabeta. 2010.
Mulyasa, E. Manajemen Berbasis Sekolah Konsep. Strategi, dan Implementasi. Cet. XIII; Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offiset, Bandung.
Purwanto M. Ngalim. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Cet. VII; Bandung: Remaja Rosdakarya Offiset, 1998.
Rohiat. Manajemen Sekolah, Teori Dasar dan Praktek. Cet. IV; Bandung: PT Refika Aditama, 2012.
Sagala, Syaifu. Manajemen Strategik Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan. Bandung: Penerbit Alfabeta, 2007.
Siswanto, H.B. Pengantar Manajemen. Cet. VII; Jakarta:, PT Bumi Aksara, 2011.
Soetopo, Hidaya dan Wasty Soemanto. Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan. Cet. II; Jakarta: Bina Aksara, 1988.
Supriyanto Triyo, Marnno. Manajemen dan Kepemimppinan Pendidikan Islam. Cet. II: Bandung: PT Refika Aditama, 2011.
Umiarso & Baharuddi. Kepemimpinan Pendidikan Islam: Antara teori dan Praktek. Jakarta: Ar-Ruzz Media, 2012.
YW, Sunindhia. Kepemimpinan Dalam Masyarakat Modern. Jakarta: PT Rineka Cipta, 1993.






[1]M. Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan (Cet. VII; Bandung: Remaja Rosdakarya Offiset, 1998), h, 75.
[2]Sunindhia, YW. Kepemimpinan Dalam Masyarakat Modern (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1993), h. 5.
[3]E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah Konsep, Strategi, dan Implementasi (Cet. XIII; Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offiset, Bandung), h. 154.
[4]Hidaya Soetopo dan Wasty Soemanto, Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan (Cet. II; Jakarta: Bina Aksara, 1988), h. 39.
[5][5]E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah Konsep, Strategi, dan Implementasi, h. 154-155.
[6]Hidaya Soetopo dan Wasty Soemanto, Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan, h. 40-41
[7]M. Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, h. 86-87.
[8]Rohiat, Manajemen Sekolah, Teori Dasar dan Praktek (Cet. IV; Bandung: PT Refika Aditama, 2012), h. 48.
[9]Baharuddi & Umiarso, kepemimpinan Pendidikan Islam: Antara teori dan Praktek (Jakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h. 47.
[10]H.B. Siswanto, pengantar Manajemen (Cet. VII; Jakarta:, PT Bumi Aksara, 2011), h. 153.
[11]Marnno, Triyo Supriyanto, Manajemen dan Kepemimppinan Pendidikan Islam (Cet. II: Bandung: PT Refika Aditama), h. 34-35.
[12]Marnno, Triyo Supriyanto, Manajemen dan Kepemimppinan Pendidikan Islam, h. 35.
[13]Abdul Hadis dan Nurhayati,. Manajemen Mutu Pendidikan (Bandung: Penerbit Alfabeta. 2010), h. 3.
[14]Syaifu Sagala, Manajemen Strategik Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan (Bandung: Penerbit Alfabeta, 2007), h. 99.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH EVALUASI PENDIDIKAN

KOMUNIKASI DAN KOORDINASI

MATERI PENDIDIKAN ISLAM