PENDEKATAN PENDIDIKAN ISLAM
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ilmu
pengetahuan pada hakikatnya bersumber dari Allah yang kebenarannya bersifat
mutlak. Kebenarannya bisa dibuktikan melalui dua pendekatan, yaitu iman (dalam
aspek metafisik) dan akal (dalam aspek fisik). Dalam beberapa persoalan,
keberadaan akal dapat memperkokoh keyakinan manusia terhadapa agamanya.[1] Dengan
demikian para ilmuwan dalam berbagai bidang keahlian tersebut sebenarnya
bukanlah pencipta ilmu, tetapi penemu ilmu, penciptanya adalah Tuhan. Atas
dasar paradigma tersebut, seluruh ilmu hanya dapat dibedakan dalam nama dan
istilahnya, sedangkan hakikat dan substansi ilmu tersebut sebenarnya satu dan
berasal dari Tuhan yang satu. Atas dasar pandangan ini, maka tidak ada dikotomi
yang mengistimewakan antara satu ilmu dengan ilmu lainnya.
Pendidikan
Islam merupakan kebutuhan esensial bagi manusia. Sehingga Allah swt.
menempatkan perintah membaca sebagai instruksi pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad
saw. Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan firman Allah swt. dalam Q.S.
al-Alaq/96: 1-5.
ùù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã ÇËÈ ù&tø%$# y7/uur ãPtø.F{$# ÇÌÈ Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î/ ÇÍÈ zO¯=tæ z`»|¡SM}$# $tB óOs9 ÷Ls>÷èt ÇÎÈ
Terjemahnya:
Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia
dari segumpal darah, bacalah dan
Tuhanmulah yang Maha Pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia
mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.[2]
Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa Allah
mengajar manusia dengan perantaraan baca tulis. Dengan begitu Islam telah
menempatkan posisi Iqra’ sebagai suatu
hal yang sangat penting dalam proses kehidupan manusia untuk mencapai suatu
kebahagiaan.
Pengetahuan tentang Islam secara rasional
akan berdampak positif terhadap pengamalan, pengalaman, pembiasaan, dan
emosional peserta didik dalam menjalankan ajaran-ajaran agama Islam. Logisnya
bila para pendidik memiliki kemampuan dalam mentransformasikan materi
pendidikan Islam dengan menggunakan berbagai pendekatan pendidikan Islam, maka
dapat dipastikan akan terbentuknya insan kamil yang memiliki wajah-wajah
quraniy dalam arti beriman, bertakwa, berakhlak yang mulia, memiliki kekuatan,
wawasan, perbuatan, dan kebijaksanaan yang senafas dengan al-Qur’an, yang akan
mendorong tercipta insan kaffah yang memiliki dimensi-dimensi religius, budaya
dan ilmiah serta terwujudnya kesadaran akan fungsi dan tujuan manusia, yaitu
sebagai hamba dan khalifah di muka bumi ini.
Tantangan
yang dihadapi dalam dunia pendidikan, khususnya Pendidikan Agama Islam sebagai
sebuah bidang studi adalah bagaimana mengimplementasikan
pendidikan agama Islam bukan hanya mengajarkan pengetahuan tentang agama,
melaingkan tetapi bagaimana mengarahkan peserta didik agar memiliki kualitas
iman, takwa dan akhlak mulia. Saat ini persoalan yang
mendesak adalah bagaimana usaha-usaha yang harus dilakukan oleh para pendidik untuk
mengembangkan pendekatan-pendekatan dalam pendidikan Islam sehingga dapat memperluas pemahaman peserta didik serta
mendorong mereka untuk mengamalkannya dan sekaligus dapat membentuk akhlak dan
kepribadiannya.
Pendidikan saat ini dengan menatap era globalisasi yang diwarnai oleh pola hidup materialistik,
hedonistik, pragmatis, dan positivistik yang cenderung diagungkan dan terkadang
didewakan, tidak terkecuali umat yang beragama Islam sehingga nilai dan
norma-norma agama tidak lagi terinternalisasi dan terealisasikan dalam
kehidupan sehingga terjadi dua hal yang
paradoks. Disatu sisi keadaan
masyarakat sedang bobrok yang tidak lepas dari kegagalan pendidikan bangsa, dan disisi
lain, tantangan hari esok sangat berat yang mengharuskan kondisi kebangsaan
harus semangat, sekaligus juga mempunyai kemampuan lebih untuk mampu bersaing
pada era tersebut.[3] Sementara pada masa sekarang ini, begitu banyak terlihat
contoh-contoh yang menyedihkan seperti: tawuran pelajar, menyontek, kemalasan,
ketidakdisiplinan, ketidakjujuran, dan sederet perilaku tidak terpuji, ditambah
lagi kerendahan prestasi apalagi kreativitas dan inovasi. Melihat kondisi
seperti itu perlu pemikiran ulang dan perhatian yang sangat serius terhadap
pelaksanaan pendidikan Islam oleh stakeholder,
utamanya terkait dengan persoalan pendekatan dalam pendidikan Islam, baik itu pendekatan pengamalan,
pengalaman, rasional, emosional dan pembiasaan sehingga memungkinkan peserta
didik mampu merealisasikan kebahagiaan hidup di dunia dan diakhirat, juga
meningkatkan takwa kepada Allah swt.dalam artian tidak terlepas dari makna
pendidikan Islam itu sendiri. Oleh karena itu, dalam kajian makalah ini, lebih
menekankan kepada pendekatan dalam pendidikan Islam yang terdiri dari
pengamalan, pengalaman, rasional, emosional dan pembiasaan.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah
dikemukakan di atas, maka permasalahan yang akan menjadi pembahasan dalam
makalah ini adalah:
1.
Bagaimana pengertian pendekatan dalam pendidikan
Islam?
2.
Bagaimana konsep pendekatan pengamalan,
pengalaman, rasional, emosional, dan pembiasaan
dalam pendidikan Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Pendekatan dalam Pendidikan Islam
Pendekatan atau Approach
dalam bahasa Inggris diartikan sebagai “came
near (menghampiri), go to
(jalan ke) dan way path dengan (arti jalan). Dalam
pengertian ini dapat dikatakan bahwa approach adalah cara menghampiri atau
mendatangi sesuatu.[4]
H.M. Habib Thaha mendefiniskan
pendekatan adalah cara pemprosesan subyek atas obyek untuk mencapai tujuan.
Pendekatan ini juga berarti cara pandang terhadap sebuah obyek permasalahan,
dimana cara pandang tersebut adalah cara pandang yang luas. Sedangkan Oteng
Sutisna, lebih praktis dalam memahami
pengertian ”pendekatan”. Pendekatan adalah apa yang hendak ia kerjakan dan
bagaimana ia akan mengerjakan sesuatu.[5]
Penggunaan
istilah ”pendekatan” memiliki arti yang berbeda-beda tergantung kepada obyek
apa yang akan menjadi tema sentral perencanaan kerja dan kajian pemikiran yang
akan dikembangkan. Dalam konteks belajar,
approach dipahami sebagai segala cara atau strategi yang digunakan peserta
didik untuk menunjang efesiensi dan efektifitas dalam proses pembelajaran
tertentu. Dengan demikian sesungguhnya approach adalah seperangkat langkah
operasional yang direkayasa sedemikian rupa, untuk memecahkan masalah atau
untuk mencapai tujuan belajar tertentu.
Approach dalam
pengertian tersebut membutuhkan pandangan falsafi (mendasar) terhadap subyek materi yang diajarkan, selanjutnya akan melahirkan
metode mengajar yang dijabarkan dalam bentuk tehnik penyajian pembelajaran.
Pendidikan Islam dalam pandangan
yang sebenarnya adalah suatu sistem pendidikan yang memungkinkan seseorang
dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan cita-cita Islam sehingga dengan
mudah ia dapat membentuk hidupnya sesuai dengan ajaran Islam.[6]
Pengertian tersebut mengacu pada
perkembangan kehidupan manusia di masa yang akan datang, tanpa menghilangkan
prinsip-prinsip Islam yang diamanahkan Allah kepada manusia, sehingga ia mampu
memenuhi kebutuhan dan tuntutan hidupnya seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan tekhnologi.
Beberapa pakar pendidikan memberikan
pengertian yang berbeda-beda sesuai dengan tinjauan yang mereka kembangkan dan
dengan demikian maka terjadi variasi dan polarisasi pengembangan pemikiran
pendidikan. Berikut ini dikemukakan beberapa defenisi pendidikan Islam menurut
para ahli, diantaranya ialah:
1.
AL-Toumy
al-Syaibany
Pendidikan
Islam sebagai suatu proses untuk mengubah tingkah laku indivdu pada kehidupan
pribadi, masyarakat dan alam sekitarnya dengan cara pengajaran sebagai suatu
aktivitas asasi dan sebagai profesi di antara berbagai profesi asasi dalam
masyarakat.[7]
2.
Fadhil
al-Jamaliy
Pendidikan
Islam diartikan sebagai upaya mengembangkan, mendorong dan mengajak manusia ke
arah yang lebih maju dengan berlandaskan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan
yang mulia, sehingga terbentuk pribadi yang lebih sempurna, baik yang berkaitan
dengan akal, perasaan maupun perbuatan.[8]
Berdasarkan
beberapa rumusan tentang defenisi pendekatan dan pendidikan Islam di atas, maka
penulis mencoba menawarkan suatu bentuk rumusan pengertian pendekatan dalam pendidikan
Islam, yaitu suatu
upaya atau cara yang dilakukan oleh pendidik dalam proses kegiatan belajar
mengajar untuk mendekati dan mengantarkan
peserta didik dalam mengenal dan mencari keridhaan Allah, membangun budi
pekerti untuk berakhlak mulia serta mempersiapkan peserta didik tersebut untuk
hidup secara layak dan berguna di tengah-tengah komunitas sosialnya dan mampu
meraih kesempurnaan hidup dalam segala aspeknya.
B.
Konsep Pendekatan
Pengamalan, Pengalaman, Rasional, Emosional Dan Pembiasaan dalam Pendidikan Islam
1. Pendekatan
Pengamalan
Pendidikan
Islam Secara filosofis, bertujuan untuk membentuk al-insan al-kamil atau
manusia paripurna. Manusia dalam kepribadiannya selalu mencerminkan sikap
seorang muslim yang merealisasikan dengan penuh tanggung jawab hubungannya
dengan sesama manusia (horizontal) serta
ketundukan secara totalitas vertikal kepada Allah swt.
Ahmad Tafsir
memberikan suatu pandangan bahwa tujuan umum pendidikan Islam adalah membentuk
muslim yang sempurna dalam artian beriman dan bertakwa atau manusia yang
beribadah kepada Allah.[9]
Selain itu al-Gazali dan Ali
al-Jumbulati juga mengungkapkan bahwa tujuan pendidikan adalah bersifat
keagamaan dan akhlak untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. dan sekaligus
untuk mendapatkan keridhaan-Nya, karena agama merupakan sistem kehidupan yang
menitipberatkan pada pengalaman.[10]
Kedua
pandangan di atas memberikan makna bahwa pendidikan Islam tidak hanya bertujuan
untuk mengembangkan aspek kognitif tetapi juga mengembangkan aspek afektif dan
psikomotorik yang menyangkut bagaimana akhlak dan sikap yang baik ditengah
masyarakat, serta pengamalan ajaran agama Islam secara kaffah.
Untuk
mempengaruhi perubahan sosial ke arah yang lebih baik, maka pendidik haruslah
mendidik dan membimbing peserta didik untuk mengaktualkan ajaran Islam dalam
bentuk pengamalan dengan penuh tanggung jawab dan niat karena Allah swt. karena
pada hakikatnya pendidikan Islam adalah pendidikan yang mengarahkan manusia
untuk memiliki wawasan keilmuan yang luas serta merealisasikan pengetahuannya
dalam bentuk pengamalan. Karena, sumber kebahagiaan di dunia dan di akhirat
adalah ilmu yang diamalkan.[11]
Sehingga
dapat dipahami bahwa manusia yang diberi rezki oleh Allah berupa ilmu, kemudian
mengamalkan ilmu yang dimilikinya itu untuk memikirkan hal-hal yang positif dan
memikirkan perjuangan dijalan Allah. Manusia yang sedemikian ini akan
mendapatkan derajat yang tinggi dihadapan Allah swt.
2. Pendekatan
Pengalaman
Pendekatan pengalaman yaitu pemberian
pengalaman keagamaan kepada peserta didik dalam rangka penanaman nilai-nilai
keagamaan baik secara individual maupun kelompok. Pengalaman adalah suatu hal
yang sangat berharga dalam kehidupan manusia. Syaiful Bachri Djamrah menjelaskan bahwa pengalaman adalah guru tanpa jiwa,
namun selalu dicari oleh siapapun juga.[12]
Al Qur’an
memberikan contoh yang sangat jelas bagaimana pendekatan pengalaman dipakai
dalam memberikan pelajaran dan peringatan kepada semua manusia agar mereka
tidak terjerumus dalam situasi dan perbuatan yang sama. misalnya bagaimana Allah menjadikan jasad Fir’aun sebagai sumber pelajaran
dengan pola pendekatan pengalaman. Firman Allah dalam Q.S.Yunus/10: 92.[13]
tPöquø9$$sù y7ÉdfuZçR y7ÏRyt7Î/ cqä3tGÏ9 ô`yJÏ9 y7xÿù=yz Zpt#uä 4 ¨bÎ)ur #ZÏVx. z`ÏiB Ĩ$¨Z9$# ô`tã $uZÏG»t#uä cqè=Ïÿ»tós9 ÇÒËÈ
Terjemahnya:
”Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi
pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan Sesungguhnya kebanyakan
dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan kami”.
Sedemikian
pentingnya pendekatan pengalaman dalam pembelajaran pendidikan Islam, sehingga
Allah berkali-kali memerintahkan umat Islam atau manusia pada umumnya untuk
mencari pengalaman dengan mengkaji riwayat bangsa-bangsa terdahulu dan terus
menerus melakukan kajian terhadap bekas tempat tinggal dan kehidupan mereka, juga dengan berbagai peristiwa alam yang terjadi dalam
kehidupan sebagaimana firman Allah dalam Q.S.
Yunus/10: 39 dan 73.[14]
ö@t/ (#qç/¤x. $yJÎ/ óOs9 (#qäÜÏtä ¾ÏmÏJù=ÏèÎ/ $£Js9ur öNÍkÌEù't ¼ã&é#Írù's? 4 y7Ï9ºxx. z>¤x. tûïÏ%©!$# `ÏB óOÎgÎ=ö6s% ( öÝàR$$sù y#øx. c%x. èpt7É)»tã úüÏJÎ=»©à9$# ÇÌÒÈ
Terjemahnya :
”Bahkan yang sebenarnya, mereka mendustakan apa yang mereka belum
mengetahuinya dengan sempurna padahal belum datang kepada mereka penjelasannya.
Demikianlah orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (rasul). Maka
perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang zalim itu”.
çnqç/¤s3sù çm»uZø¤fuZsù `tBur ¼çmyè¨B Îû Å7ù=àÿø9$# óOßg»uZù=yèy_ur y#Í´¯»n=yz $oYø%{øîr&ur tûïÏ%©!$# (#qç/¤x. $uZÏG»t$t«Î/ ( öÝàR$$sù y#øx. tb%x. èpt7É)»tã tûïÍxYçRùQ$# ÇÐÌÈ
Terjemahnya :
”Lalu mereka mendustakan Nuh, maka Kami selamatkan dia dan orang-orang yang bersamanya di dalam bahtera, dan Kami jadikan
mereka itu pemegang kekuasaan dan Kami tenggelamkan orang-orang yang
mendustakan ayat-ayat kami. Maka perhatikanlah bagaimana kesesudahan
orang-orang yang diberi peringatan itu”.
Metode mengajar
yang dapat dipakai dalam pendekatan pengalaman, diantaranya adalah metode
eksperimen (percobaan), metode drill (latihan), metode sosiodrama dan bermain
peran, dan metode pemberian tugas belajar dan resitasi dan lain sebagainya.
Mendidik
peserta didik merupakan aktivitas yang sangat mulia, menuntut kemampuan wawasan
keilmuan serta persiapan yang baik. Karena anak sebagai objek dan subjek
pendidikan memiliki perbedaan dan perbedaan tersebut secara berkelanjutan
saling mempengaruhi terhadap sikap dan tingkah
lakunya. Dalam hal ini Jean Sota dan Ibrahim Amini mengatakan bahwa:
Setiap
anak-anak memerlukan metode penanganan tersendiri karena setiap individu
manusia itu sangat unik. Seluruh karakter manusia itu harus didekati dan
dipahami secara spesifik dan maksimal. Sel-sel otak manusia misalnya sangat
luar biasa dan memerlukan pengetahuan yang luar biasa pula. Perbedaan manusia
itu bukan hanya karena faktor-faktor IQ saja tapi juga faktor lain yaitu
karakter yang termasuk akhlak, kepribadian, pembawaan dan sebagainya.[15]
Perbedaan karakter, kecerdasan,
akhlak, kepribadian, dan pembawaan peserta didik haruslah diketahui dan
dipahami para pendidik sebagai aspek pendukung efisiensi dan efektifitas proses
pembelajaran. Pendidik sebagai proses transformasi nilai-nilai Islam kepada
peserta didik haruslah dilakukan dengan perencanaan yang baik, mengingat
pendidikan Islam adalah solusi yang mampu mengajak, membawa, dan mengeluarkan
masyarakat dari kebodohan, pesimis, dan akhlak yang caruk maruknya menuju
masyarakat yang ideal dalam konsep Islam.
Untuk
mewujudkan hal tersebut pendidikan pengalaman merupakan salah satu aspek lain
yang dibutuhkan pendidik dalam mentrasnfer nilai-nilai Islam. Karena dengan
pengalaman, peserta didik dibiarkan
untuk mengalami dan merasakan langsung pengalaman keagamaan baik secara
individu maupun masyarakat. Pengalaman yang dijalani oleh peserta didik saat
ini akan mempengaruhi sikap dan tingkah lakunya dimasa yang akan datang, karena
setiap pengalaman mengambil sesuatu yang telah dilalui dan bisa saja merubah
sikap, dan kualitas pengalaman anak dimasa mendatang.
Pengalaman
bagi John Dewey adalah daya penggerak. Nilai pengalaman hanya bisa dilihat dari
kearah mana dan kedalam apa ia bergerak.[16]
Maka penyelenggaraan pendidikan sebagai penanaman ideologi yang memiliki visi
tertentu terhadap pendidikan Islam haruslah diselenggaran dengan cita-cita yang
mulia.
3.
Pendekatan Rasional
Pendekatan
Rasional adalah suatu
pendekatan mempergunakan rasio (akal) dalam memahami dan menerima kebesaran dan
kekuasaan Allah. Ajaran agama Islam sebagian harus diyakini tanpa ada
interpretasi karena, tetapi dalam konteks yang lain terdapat ajaran yang harus
dicerna dengan pendekatan rasio.
Ayat-ayat yang berkaitan dengan penciptaan manusia, penciptaan alam
semesta, kekayaan dan keragaman hayati dan aspek-aspek lain dari keindahan tata
ruang angkasa membutuhkan kecermelangan rasio untuk memahaminya. Out put pemahaman dengan pendekatan
rasio terhadap keajaiban alam menjadikan manusia bertambah keimanannya. mereka yang mampu menggunakan rasio
alam memahami kekuasaan dan kebesaran Allah tersebut dikenal dengan ”Ulul
Albab” hal ini terlihat dalam petikan ayat
al-Qur’an sebagai berikut:
Sesungguhnya dalam penciptaan langit
dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi
orang-orang yang berakal. (Q.S.Ali Imran/3:190)
Yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil
berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah
Engkau menciptakan Ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami
dari siksa neraka. (Q.S. Ali Imran/3:191)[17]
Perintah
menggunakan akal sebagai alat eksplorasi keilmuan dan keimanan menjadi begitu
penting karena akal adalah pintu utama masuknya ilmu pengetahuan dan dengan
akal pula manusia mampu memikirkan kebesar-an dan kekuasaan Allah. Sehubungan hal ini al-Qur’an
menyatakan:
Dan mengapa mereka tidak
memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan
bumi dan apa yang ada diantara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar
dan waktu yang ditentukan. dan Sesungguhnya keba-nyakan di antara manusia
benar-benar ingkar akan Pertemuan dengan Tuhannya. (Q.S. Ar Rum/30:8).[18]
Dalam
kehidupan, orang berpegang pada nilai-nilai sebagai standar bagi segala
aktivitasnya.[19]
Nilai-nilai ini ada yang tersembunyi ada pula yang dapat dinyatakan secara
eksplisit, ada juga bersifat multidimensional, relatif dan yang rasional.
Belajar rasional ialah belajar dengan menggunakan kemampuan berpikir secara
logis dan rasional (sesuai dengan akal sehat).[20]
Kemampuan berpikir secara logis dan rasional inilah yang membedakan manusia
dengan makhluk lainnya. Tidak mengherangkan jika Rene Descartes dari
pendapatnya tentang segala kebenaran itu memunculkan diktum yang sangat
terkenal “cogitoergosum”. Persoalannya, apakah berpikir itu menjadi
kualitas yang inheren pada setiap manusia atau lebih sebagai kualitas yang
diperoleh lewat upaya tersengaja.[21] Tujuan pendidikan telah mengeksplisikan
pentingnya kualitas kecerdasan. Dimana pendidikan pada dasarnya adalah usaha
sadar manusia untuk menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia peserta
didik dengan cara mendorong dan menfasilitasi mereka. Secara detail, dalam undang-undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Bab II pasal 3
sebagai berikut:
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar 1 negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[22]
Dari
tujuan pendidikan Nasional diatas telah menegaskan pentingnya mengembangkan
potensi kecerdasan bangsa dan tanpa pendidikan potensi tersebut, peserta didik
tidak akan berkembang secara maksimal.
Penggunaan
akal untuk mencapai pengetahuan termasuk pengetahuan pendidikan Islam mendapat
pembenaran agama Islam.[23] Karena, sebagaimana telah di ketahui
bahwa al-Quran merupakan petunjuk yang
memberikan tuntunan bimbingan serta bantuan dalam memahami realitas sesuatu.
Akan tetapi, al-Qur’an tidak akan dapat dipahami oleh orang-orang yang tidak
menggunakan akalnya, melaingkan oleh orang-orang yang memiliki ilmu serta
mempergunakan akalnya untuk mengetahui. Oleh karena itu, dibutuhkan pemikiran
yang makin rasional dan logis sebagai media atau alat untuk mendapatkan
pengetahuan dan pemahaman terhadap kandungan al-Qur’an sebagai cermin dari
ajaran Islam.[24]
Dalam
Islam mengetahui sesuatu ilmu pengetahuan sama pentingnya dengan pengamalannya
secara konkrit.[25]
Oleh sebab itu, pendekatan rasional memiliki posisi dan fungsi yang penting
dimana pendidikan Islam berusaha untuk menyelaraskan antara iman, ilmu, dan
amal.
4. Pendekatan
Emosional
Pendekatan
emosional merupakan usaha yang dilakukan
oleh pendidik untuk mengubah perasaan dan emosi peserta didik dalam meyakini
ajaran Islam serta dapat merasakan mana yang baik dan yang buruk. Peristiwa yang
terjadi dalam kehidupan peserta didik akan menjadi bangunan emosi atau perasaan
mereka. Proses belajar di sekolah adalah proses belajar yang sifatnya kompleks
dan menyeluruh. Untuk meraih prestasi
yang tinggi, seseorang harus memiliki Intelligence Quetient (IQ) yang
tinggi, karena intelegensi merupakan bekal potensial yang akan memudahkan dalam
belajar dan pada giliranya akan menghasilkan prestasi belajar yang optimal.
Kenyataan
dalam proses belajar di sekolah
terkadang ditemukan siswa yang prestasinya tidak sesuai dengan kemampuan intelligencenya.
Itu sebabnya kemampuan intelligence bukanlah salah satu faktor yang
menentukan prestasi peserta didik, akan tetapi ada beberapa faktor lain yang
mempengaruhi diantaranya adalah faktor kecerdasan emosional atau Emotional Quotient (EQ) yakni kemampuan
atau potensi kejiwaan yang ada pada diri seseorang yang memberikan tanggapan
atau respon terhadap suatu peristiwa. Dalam perspektif Islam, emosi dengan
segala macam ekspresinya dapat dilihat berdasarkan firman-Nya dalam Q.S.
An-Najm/53: 43-44.
¼çm¯Rr&ur uqèd y7ysôÊr& 4s5ö/r&ur ÇÍÌÈ ¼çm¯Rr&ur uqèd |N$tBr& $uômr&ur ÇÍÍÈ
Terjemahnya:
Dan bahwasanya dialah yang menjadikan orang tertawa
dan menangis dan bahwasanya dialah yang mematikan dan menghidupkan.[26]
Sedangkan
menurut Menurut Daniel Goleman dan Hamsah B. Uno ekspresi emosi pada diri
seseorang dapat terlihat dan dipahami melalui:
a. Amarah:
bringas, mengamuk, marah besar, jengkel, kesal hati, terganggu, rasa pahit,
berang, tersinggung, bermusuhan, dan yang paling hebat adalah tindakan
kekerasan dan kebencian patologis.
b. Kesedihan:
pedih, sedih, suram, melankolis, mengasihani diri, kesepian, ditolak, putus asa,
dan kalau menjadi petologis depresi berat.
c. Rasa
takut: cemas, takut, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali, sebagai
patologi, fabia dan fanatik.
d. Kenikmatan:
bahagia, gembira, ringan, puas, riang, senang, terhibur, bangga, kenikmatan
indrawi, takjub, rasa terpesona, rasa puas, rasa terpenuhi, kegirangan luar
biasa, senang-senang, senang sekali, dan batas ujungnya, maniak.
e. Cinta:
penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti,
hormat, kasmaran, kasih.
f. Terkejut:
terkesiap, takjub, terpana.
g. Jengkel:
hina, jijik, muak, benci, tidak suka, mau muntah.
h. Malu:
rasa salah, malu hati, sesal hati, sesal, hina, aib, dan hati hancur lebur.[27]
Kekayaan
ekspresi emosi manusia (amarah, kesedihan, rasa takut, kenikmatan, cinta,
terkejut, jengkel, dan malu) sebagai tanggapan atau respon terhadap setiap peristiwa
yang menjadi tantangan dan sekaligus peluang seorang pendidik dalam meyakinkan
peserta didiknya agar mengerjakan segala apa yang diperintahkan oleh Allah swt.
dan meninggalkan apa yang dilarangnya. oleh karena itu emosi adalah salah satu
pendekatan dalam pendidikan Islam dalam membentuk kepribadian anak didik
berdasarkan konsep Islami.
Dalam kegiatan
proses belajar, kedua intelligence itu sangat dibutuhkan. IQ tidak dapat
bekerja secara maksimal tanpa partisipasi penghayatan secara emosional terhadap
mata pelajaran yang diajarkan di sekolah. Peserta didik yang memiliki tingkat kecerdasan emosional yang lebih baik dapat menjadi
lebih terampil dalam menenangkan dirinya dengan cepat, terampil dalam
memusatkan perhatian, lebih baik dan cakap dalam berhubungan dengan orang lain
serta kerja akademis di sekolah menunjukkan hasil yang lebih memuaskan.
Keterampilan
dasar emosional tidak dapat dimiliki secara tiba-tiba, akan tetapi membutuhkan
proses dalam mempelajarinya dan lingkungan yang membentuk kecerdasan emosional tersebut besar
pengaruhnya. Hal positif akan diperoleh bila peserta didik diajarkan
keterampilan dasar kecerdasan emosional. Secara emosional anak akan lebih
cerdas, terbuka, optimis, lebih mampu dalam melihat dan memperlakukan
perbedaan-perbedaan sikap sosial, tidak mudah terjerumus dalam pergaulan yang
sifatnya negatif (tawuran, minum-minuman keras,
obat-obat terlarang, dan sebaginya) dan aktualisasi nilai-nilai keagamaan lebih
baik.
Dari
uraian di atas dapat dipahami bahwa kecerdasan emosional merupakan salah satu
faktor yang penting yang seharusnya dimiliki oleh peserta didik yang ingin
meraih berprestasi belajar yang lebih baik di sekolah dan juga kecerdasan
emosional diciptakan oleh Allah untuk membentuk manusia yang lebih sempurna.
5. Pendekatan
Pembiasaan
Pendekatan pembiasaan merupakan suatu
tingkah laku tertentu yang sifatnya otomatis tanpa direncanakan terlebih dahulu
dan berlaku begitu saja tanpa dipikirkan lagi. Pembiasaan pendidikan memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk terbiasa mengamalkan ajaran agamanya,
baik secara individu maupun secara berkelompok dalam kehidupan sehari-hari.[28]
Teori pembiasaan merupakan teori
belajar yang masih sangat berpengaruh dikalangan para ahli psikologi masa kini.
Pencetusnya bernama Burrhus Frederic Skinner lahir tahun 1904, seorang penganut
behaviorisme yang dianggap kontroversial. Salah satu tema pokok yang mewarnai
karya-karyanya adalah bahwa tingkah laku itu terbentuk oleh konsekuensi-konsekuensi
yang ditimbulkan oleh tingkah laku itu sendiri.[29]
Pendekatan pembiasaan meningkat menjadi kebiasaan membutuhkan suatu proses yang
bertahap seperti halnya ketika Allah swt. melarang hamba-hamba-Nya melakukan perzinahan
dan meminum-minuman keras, tidak secara
langsung diperintahkan untuk meninggalkan secara total tetapi melalui
langkah-langkah pembiasaan secara bertahap sehingga tidak dirasakan larangan
itu sebagai suatu beban yang sulit ditinggalkan. Imam al-Gazali mengatakan
bahwa metode pembiasaan sangat tepat diterapkan dalam mendidik peserta didik[30]
Belajar dengan pendekatan kebiasaan,
bertujuan agar peserta didik memperoleh sikap-sikap dan kebiasaan-kebiasaan
perbuatan baru yang lebih tepat dan positif dalam arti selaras dengan aturan
dan prinsip-prinsip agama Islam sebagai sumber dan landasan ideologi dalam menetapkan tujuan yang sesuai dengan
kebutuhan ruang dan waktu (kontekstual).
Dalam pandangan Islam, anak yang dilahirkan
dalam keadaan fitrah memiliki sifat yang suci dan bersih. Oleh karena itu
pendidikan dituntut untuk menjaganya dengan membiasakan peserta didik dengan
sikap yang baik, serta melarang mereka untuk tidak membiasakan diri dengan
sikap yang buruk. Sehingga nantinya sifat-sifat yang baik menjadi kebiasaan
yang tertanam dalam jiwanya. Terkait
dalam hal ini Ibnu Sina berpendapat bahwa:
Pendidikan anak-anak dan membiasakan
dengan tingkah laku yang terpuji haruslah dimulai sejak sebelum tertanam
padanya sifat-sifat yang buruk, karena akan sukarlah bagi si anak melepaskan
kebiasaan-kebiasaan tersebut bila sudah menjadi kebiasaan dan telah tertanam
dalam jiwanya.[31]
Sehingga dapat dipahami bahwa
pembiasaan merupakan salah satu pendekatan dalam pendidikan Islam yang memiliki
pengaruh yang besar dalam membentuk kepribadian peserta didik. Jadi, sejak anak
dilahirkan, pendidik dalam hal ini
adalah orang tua harus memiliki peranan yang sangat penting untuk
melatih, membimbing dan mendidik seorang anak untuk terbiasa dalam berbuat
suatu kebaikan sehingga terbentuk karakter, akhlak, dan watak yang mungkin saja
terus berpengaruh terhadap anak sampai hari tua. Menanamkan kebiasaan yang baik
kepada peserta didik, seorang pendidik harus memiliki jiwa yang sabar, sikap
tauladan, tekun, pantang menyerah dan memiliki wawasan keilmuan. Karena menanamkan
kebiasaan adalah sukar dan kadang-kadang membutuhkan waktu yang cukup lama. Menurut
M. Ngalim Purwanto, ada beberapa syarat tertentu yang harus dipenuhi agar
pendekatan pembiasaan itu dapat lekas tercapai dan menunjukkan hasil yang lebih
baik. Adapun syarat yang dimaksud adalah:
a. Mulailah pembiasaan itu sebelum
terlambat, jadi sebelum anak mempunyai kebiasaan lain yang berlawanan dengan
hal-hal yang akan dibiasakan.
b. Pembiasaan itu hendaknya
terus-menerus (berulang-ulang) dijalankan secara teratur sehingga akhirnya
menjadi suatu kebiasaan yang otomatis. Untuk itu, dibutuhkan pengawasan.
c. Pendidikan hendaknya konsekuen,
bersikap tegas dan tepat teguh terhadap pendiriannya yang telah diambilnya.
Jangan memberi kesempatan kepada anak itu melanggar pembiasaan yang telah
ditetapkan itu.
d. Pembiasaan yang mula-mulanya
mekanistik itu harus semakin pembiasaan yang disertai kata hati anak itu
sendiri.[32]
Syarat-syarat di atas akan sangat
membantu jika secara berangsur disertai pula dengan penjelasan-penjelasan dan
nasihat-nasihat yang baik oleh pendidik sehingga makin lama timbullah pengertian
dalam diri peserta didik
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Adapun kesimpulan jawaban atas masalah pokok yang
diajukan dalam makalah ini, dikemukakan sebagai berikut:
1.
Kata pendekatan memiliki arti yang
berbeda-beda tergantung kepada obyek apa yang akan menjadi tema sentral
perencanaan kerja dan kajian pemikiran yang akan dikembangkan. Namun dalam hal
ini pendekatan yang dimaksud adalah suatu cara untuk memproses subyek atas
obyek dalam mencapai tujuan. Pendekatan ini juga berarti suatu cara pandang
terhadap sebuah obyek permasalahan, dimana cara pandang tersebut adalah cara
pandang yang luas. Sedangkan pendidikan Islam ialah bimbingan yang diberikan
oleh pendidik kepada peserta didik agar
ia mampu berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam. Sehingga secara
sederhana dapat dipahami bahwa pendekatan dalam pendidikan Islam ialah suatu
upaya atau cara yang dilakukan oleh pendidik dalam proses kegiatan belajar
mengajar untuk mendekati dan mengantarkan
peserta didik dalam mengenal dan mencari keridhaan Allah, membangun budi
pekerti untuk berakhlak mulia serta mempersiakan peserta didik tersebut untuk
hidup secara layak dan berguna di tengah-tengah komunitas sosialnya dan mampu
meraih kesempurnaan hidup dalam segala aspeknya.
2. Keberhasilan dalam menyampaikan
materi sangat tergantung bagaiamana
pendidik menggunakan pendekatan dalam kegiatan proses belajar mengajar.
Dalam konteks pendidikan Islam dikenal banyak pendekatan. adapun pendekatan
yang dimaksud dalam makalah ini adalah Pendekatan pengamalan, pengalaman,
rasional, emosional dan pembiasan yang merupakan bagian dari sekian banyak
pendekatan dalam pendidikan Islam.adapu pengertian dari pendekatan yang
dimaksud adalah sebagai berikut;
·
Pendekatan
pengamalan adalah usaha memberikan materi agama menekankan kepada segi
kemanfaatan kepada peserta didik agar terbiasa mengamalkan ajaran agama dalam
kehidupan sehari-hari sesuai dengan tingkat perkembangannya.
·
Pendekatan
pengalaman adalah pemberian pengalaman keagamaan peserta didik dalam rangka
penanaman nilai-nilai keagamaan.
·
Pendekatan
rasional adalah suatu pendekatan mempergunakan rasio (akal) dalam memahami dan
menerima kebesaran kekuasaan Allah.
·
Pendekatan
emosional merupakan usaha untuk menggugah perasaan dan emosi peserta didik
dalam meyakini ajaran Islam serta dapat merasakan mana yang baik mana yang
buruk.
·
Pendekatan
pembiasaan merupakan suatu tingkah laku tertentu yang sifatnya otomatis tanpa
direncanakan terlebih dahulu dan berlaku begitu saja tanpa dipikirkan lagi.
Melalui pendekatan tersebut diharapkan peserta
didik dibawa ke dalam nuansa pembelajaran yang di dalamnya dapat memberi
pengalaman yang berarti melalui proses pembelajaran sehingga dari proses
tersebut diharapkan mereka dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran
agamanya.
B. Implikasi
Penulis
menyadari bahwa makalah ini belum mampu mengupas secara mendalam tentang
pengertian pendekatan pendidikan dalam Islam dan konsep pendekatan pengamalan,
pengalaman, rasional, emosional, pembiasaan dalam pendidikan Islam. Oleh karena
itu, penting rasanya untuk diutarakan bahwa saran dan kritik yang sifatnya
membangun dari hasil diskusi sekiranya akan membantu dalam penyempurnaan
tulisan makalah ini dan akan lebih menyenangkan apabila dalam kritik dan saran
tersebut disertai rujukan yang jelas, yang akan mempermudah dalam proses
pelacakan.
DAFTAR
PUSTAKA
Azyumardi
Azra. Islam Reformis: Dinamika
Intelektual dan Gerakan. Cet. I; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999.
Ahmad
Tafsir. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif
Islam. Cet. 8; Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008.
Ali
al-Jumbulati. Dirasatun Muqaaranatun
fit-Tarbiyyatil Islamiyah, diterjemahkan oleh M. Arifin dan Ibrahim Amini. Agar Tak Salah Mendidik. Jakarta:
Al-Huda, 2006.
A.
Qodry Azizy. Pendidikan Untuk Mebangun
Etika Sosial: Mendidik Anak Sukses Masa Depan Pandai dan Bermanfaat. Cet.
2; Anggota IKAPI, 2003.
Alwasilah,
A. Chaedar. Filsafat Bahasa dan Pendidikan. Cet. II; Bandung: PT. Rosdakarya, 2010.
Ahmad
D. Marimba. Pengantar Filsafat Pendidikan
Islam. Cet. VIII; Bandung: PT. al-Ma’arif, 1989.
B.Uno,
Hamsah. Orientasi Baru dalam Psikologi
Pembelajaran. Cet. III; Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
Chaeruddin
B. Metodologi Pengajaran Agama Islam Luar
Sekolah. Yogyakarta: Lanarka, 2009.
Departemen
Agama RI. al-Qur’an dan Terjemahnya.
Bandung: CV. J-ART, 2005.
Kementrian
Agama RI. Undang-Undang dan Peraturan
Pemerintah RI TentangPendidikan. Jakarta: Dirjen Pendidikan Islam, 2006.
Muhammad
Fadhil al-Jamaliy. Filsafat Pendidikan
dalam al-Qur’an. Cet. 1; Surabaya: Bina Ilmu, 1986.
Muhibbin
Syah. Psikologi Pendidikan dengan
Pendekatan Baru. Cet. XIV; Bandung: PT Rosdakarya, 2008.
Mujamil
Qomar. Epestimologi Pendidikan Islam:
Dari Metode Rasional Hingga Metode Kritis. Jakarta: Erlangga, 2005.
M. Arifin. Kapita
Selekta Pendidikan. Cet. 1; Jakarta: Bumi Aksara, 1991.
M.
Ngalim Perwanto. Ilmu Pendidikan Teoritis
dan Praktis. Cet. XVIII; Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2007.
Nur
Uhbiyati. Ilmu Pendidikan Islam. Cet
II; Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1998.
Paulo
Freire, dkk. Mengguggat Pendidikan:
Fundamentalis, Konsesvatif, Liberal, Anarkis. Cet. VII; Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2009.
Samsul
Nizar. Memperbincangkan Dinamika
Intelektual dan Pemikiran Hamka Tentang Pendidikan Islam. Cet.1; Jakarta:
Kencana, 2008.
Sofan
Amri, dkk. Kontruksi Pengembangan
Pembelajaran: Pengaruhnya Terhadap Mekanisme dan Praktik Kurikulum.
Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2010.
Oteng
Sutisna. Administrasi Pendidikan Dasar
Teoristis untuk Praktek Profesional. Bandung: Angkasa, 1983.
Syaibany,
Oemar Muhammad al-Toumy. Al-Falsafah
al-Tarbiyah al-Islam diterjemahkan oleh Hasan Langgulung dengan judul, Filsafat Pendidikan Islam. Cet.1; Jakarta:
Bulan Bintang, 1979.
[1]Samsul Nizar, Memperbincangkan
Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka
tentang Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana, 2008), h.174
[2]Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: CV.
J-ART, 2005), h. 598.
[3]A. Qodry Azizy, Pendidikan Untuk Mebangun Etika Sosial:
Mendidik Anak Sukses Masa Depan Pandai dan Bermanfaat (Cet. 2: Anggota
IKAPI, 2003), h. 60.
[4]Software “Word Web” (soft ware untuk
mencari arti kalimat dalam bahasa Inggris).
[5]Oteng Sutisna, Administrasi
Pendidikan Dasar Teoristis untuk Praktek Profesional, (Bandung: Angkasa, 1983), h. 35-36.
[6]H.M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Cet. 1;
Jakarta: Bumi Aksara, 1991), h. 3
[7]Oemar Muhammad al-Toumy
al-Syaibany, Al-Falsafah al-Tarbiyah al-Islam diterjemahkan oleh Hasan
Langgulung dengan judul, Filsafat Pendidikan
Islam (Cet.1; Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h. 399
[8]Muhammad Fadhil
al-Jamaly, Filsafat Pendidikan dalam
al-Qur’an (Cet. 1; Surabaya: Bina Ilmu, 1986), h. 3
[9]Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Isam (Cet.
8; Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008), h. 51
[10]Ali al-
Jumbulati, Dirasatun Muqaaranatun fit-Tarbiyyatil Islamiyah, diterjemahkan
oleh M. Arifin, dengan judul, Perbandingan Pendidikan Islam (Jakarta: PT
Rineka Cipta, 1994)
[12]Syaiful Bachri Djamrah
dan Aswan Zain, “Strategi Belajar
Mengajar”, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997), h. 70
[13]Departemen Agama RI., op. cit., h. 220
[15]Ibrahim Amini, Agar
Tak Salah Mendidik (Jakarta: Al-Huda, 2006), h. 237
[16]Paulo Freire,
dkk., Menggugat Pendidikan; Fundamentalis, Konsesvatif, Liberal, Anarkis (Cet.
VII, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h.247.
[17]Departemen Agama., op. cit., h. 76
[19]Sofan Amri, dkk.,
Kontruksi Pengembangan Pembelajaran; Pengaruhnya Terhadap Mekanisme dan
Praktik Kurikulum (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2010), h.206
[20]Muhibbin Syah, Psikologi
Pendidikan dengan Pendekatan Baru (Cet. XIV; Bandung: PT Rosdakarya, 2008),
h. 123.
[21]A. Chaedar
Alwasilah, Filsafat Bahasa dan Pendidikan (Cet. II; Bandung: Rosda, 2010), h. 140.
[22]Kementrian Agama RI, Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI TentangPendidikan (Jakarta: Dirjen Pendidikan Islam, 2006 ), h. 8-9.
[23]Mujamil Qomar, Epestimologi
Pendidikan Islam; Dari Metode Rasional Hingga Metode Kritis (Jakarta:
Erlangga, 2005), h. 272.
[25]Azyumardi Azra,
Islam Reformis; Dinamika Intelektual dan Gerakan (Cet. I; Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 1999), h. 10
[26]Departemen
Agama RI., op. cit., h. 528.
[27]Hamsah B. Uno. Orientasi
Baru dalam Psikologi Pembelajaran (Cet. III. Jakarta: Bumi Aksara, 2008),
h.64-65.
[28]Syaiful Bachri Djamarah dan Aswan
Zain., op. cit., h. 70
[29]Muhibbin Syah.,
op. cit., h. 109.
[30]Chaeruddin B. Metodologi
Pengajaran Agama Islam Luar Sekolah (Yogyakarta: Lanarka, 2009), h. 45.
[31]Nur Uhbiyati, Ilmu
Pendidikan Islam (Cet. II; Bandung: PT. Rosdakarya, 1998), h. 135
[32]M. Ngalim
Perwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis (Cet. XVIII; Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2007), h.178
Terimakasih ilmunya "@merajuk asa, terus berkarya...ijin salin geh
BalasHapus