PENDEKATAN PENDIDIKAN ISLAM

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Ilmu pengetahuan pada hakikatnya bersumber dari Allah yang kebenarannya bersifat mutlak. Kebenarannya bisa dibuktikan melalui dua pendekatan, yaitu iman (dalam aspek metafisik) dan akal (dalam aspek fisik). Dalam beberapa persoalan, keberadaan akal dapat memperkokoh keyakinan manusia terhadapa agamanya.[1] Dengan demikian para ilmuwan dalam berbagai bidang keahlian tersebut sebenarnya bukanlah pencipta ilmu, tetapi penemu ilmu, penciptanya adalah Tuhan. Atas dasar paradigma tersebut, seluruh ilmu hanya dapat dibedakan dalam nama dan istilahnya, sedangkan hakikat dan substansi ilmu tersebut sebenarnya satu dan berasal dari Tuhan yang satu. Atas dasar pandangan ini, maka tidak ada dikotomi yang mengistimewakan antara satu ilmu dengan ilmu lainnya.
Pendidikan Islam merupakan kebutuhan esensial bagi manusia. Sehingga Allah swt. menempatkan perintah membaca sebagai instruksi pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad saw. Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan firman Allah swt. dalam Q.S. al-Alaq/96: 1-5.
ùù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ   t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã ÇËÈ   ù&tø%$# y7š/uur ãPtø.F{$# ÇÌÈ   Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î/ ÇÍÈ   zO¯=tæ z`»|¡SM}$# $tB óOs9 ÷Ls>÷ètƒ ÇÎÈ  
Terjemahnya:
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah,  bacalah dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.[2]
  Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa Allah mengajar manusia dengan perantaraan baca tulis. Dengan begitu Islam telah menempatkan posisi  Iqra’ sebagai suatu hal yang sangat penting dalam proses kehidupan manusia untuk mencapai suatu kebahagiaan.
  Pengetahuan tentang Islam secara rasional akan berdampak positif terhadap pengamalan, pengalaman, pembiasaan, dan emosional peserta didik dalam menjalankan ajaran-ajaran agama Islam. Logisnya bila para pendidik memiliki kemampuan dalam mentransformasikan materi pendidikan Islam dengan menggunakan berbagai pendekatan pendidikan Islam, maka dapat dipastikan akan terbentuknya insan kamil yang memiliki wajah-wajah quraniy dalam arti beriman, bertakwa, berakhlak yang mulia, memiliki kekuatan, wawasan, perbuatan, dan kebijaksanaan yang senafas dengan al-Qur’an, yang akan mendorong tercipta insan kaffah yang memiliki dimensi-dimensi religius, budaya dan ilmiah serta terwujudnya kesadaran akan fungsi dan tujuan manusia, yaitu sebagai hamba dan khalifah di muka bumi ini.
Tantangan yang dihadapi dalam dunia pendidikan, khususnya Pendidikan Agama Islam sebagai sebuah bidang studi adalah bagaimana mengimplementasikan pendidikan agama Islam bukan hanya mengajarkan pengetahuan tentang agama, melaingkan tetapi bagaimana mengarahkan peserta didik agar memiliki kualitas iman, takwa dan akhlak mulia. Saat ini persoalan yang mendesak adalah bagaimana usaha-usaha yang harus dilakukan oleh para pendidik untuk mengembangkan pendekatan-pendekatan dalam pendidikan Islam sehingga  dapat memperluas pemahaman peserta didik serta mendorong mereka untuk mengamalkannya dan sekaligus dapat membentuk akhlak dan kepribadiannya.
Pendidikan  saat ini dengan menatap era globalisasi  yang diwarnai oleh pola hidup materialistik, hedonistik, pragmatis, dan positivistik yang cenderung diagungkan dan terkadang didewakan, tidak terkecuali umat yang beragama Islam sehingga nilai dan norma-norma agama tidak lagi terinternalisasi dan terealisasikan dalam kehidupan  sehingga terjadi dua hal yang paradoks. Disatu sisi keadaan masyarakat sedang bobrok yang tidak lepas dari kegagalan pendidikan bangsa, dan  disisi lain, tantangan hari esok sangat berat yang mengharuskan kondisi kebangsaan harus semangat, sekaligus juga mempunyai kemampuan lebih untuk mampu bersaing pada era tersebut.[3] Sementara  pada masa sekarang ini, begitu banyak terlihat contoh-contoh yang menyedihkan seperti: tawuran pelajar, menyontek, kemalasan, ketidakdisiplinan, ketidakjujuran, dan sederet perilaku tidak terpuji, ditambah lagi kerendahan prestasi apalagi kreativitas dan inovasi. Melihat kondisi seperti itu perlu pemikiran ulang dan perhatian yang sangat serius terhadap pelaksanaan pendidikan Islam oleh stakeholder, utamanya terkait dengan persoalan pendekatan dalam pendidikan Islam, baik itu pendekatan pengamalan, pengalaman, rasional, emosional dan pembiasaan sehingga memungkinkan peserta didik mampu merealisasikan kebahagiaan hidup di dunia dan diakhirat, juga meningkatkan takwa kepada Allah swt.dalam artian tidak terlepas dari makna pendidikan Islam itu sendiri. Oleh karena itu, dalam kajian makalah ini, lebih menekankan kepada pendekatan dalam pendidikan Islam yang terdiri dari pengamalan, pengalaman, rasional, emosional dan pembiasaan.
B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka permasalahan yang akan menjadi pembahasan dalam makalah ini adalah:
1.    Bagaimana pengertian pendekatan dalam pendidikan Islam?
2.    Bagaimana konsep pendekatan pengamalan, pengalaman, rasional, emosional, dan pembiasaan dalam pendidikan Islam

 
BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Pendekatan dalam Pendidikan Islam
 Pendekatan atau Approach dalam bahasa Inggris diartikan sebagai “came near (menghampiri), go to (jalan ke) dan way path dengan (arti jalan). Dalam pengertian ini dapat dikatakan bahwa approach adalah cara menghampiri atau mendatangi sesuatu.[4]
H.M. Habib Thaha mendefiniskan pendekatan adalah cara pemprosesan subyek atas obyek untuk mencapai tujuan. Pendekatan ini juga berarti cara pandang terhadap sebuah obyek permasalahan, dimana cara pandang tersebut adalah cara pandang yang luas. Sedangkan Oteng Sutisna,  lebih praktis dalam memahami pengertian ”pendekatan”. Pendekatan adalah apa yang hendak ia kerjakan dan bagaimana ia akan mengerjakan sesuatu.[5]
Penggunaan istilah ”pendekatan” memiliki arti yang berbeda-beda tergantung kepada obyek apa yang akan menjadi tema sentral perencanaan kerja dan kajian pemikiran yang akan dikembangkan. Dalam konteks belajar, approach dipahami sebagai segala cara atau strategi yang digunakan peserta didik untuk menunjang efesiensi dan efektifitas dalam proses pembelajaran tertentu. Dengan demikian sesungguhnya approach adalah seperangkat langkah operasional yang direkayasa sedemikian rupa, untuk memecahkan masalah atau untuk mencapai tujuan belajar tertentu. Approach dalam pengertian tersebut membutuhkan pandangan falsafi (mendasar) terhadap subyek materi  yang diajarkan, selanjutnya akan melahirkan metode mengajar yang dijabarkan dalam bentuk tehnik penyajian pembelajaran.
Pendidikan Islam dalam pandangan yang sebenarnya adalah suatu sistem pendidikan yang memungkinkan seseorang dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan cita-cita Islam sehingga dengan mudah ia dapat membentuk hidupnya sesuai dengan ajaran Islam.[6]
Pengertian tersebut mengacu pada perkembangan kehidupan manusia di masa yang akan datang, tanpa menghilangkan prinsip-prinsip Islam yang diamanahkan Allah kepada manusia, sehingga ia mampu memenuhi kebutuhan dan tuntutan hidupnya seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi.
Beberapa pakar pendidikan memberikan pengertian yang berbeda-beda sesuai dengan tinjauan yang mereka kembangkan dan dengan demikian maka terjadi variasi dan polarisasi pengembangan pemikiran pendidikan. Berikut ini dikemukakan beberapa defenisi pendidikan Islam menurut para ahli, diantaranya ialah:
1.    AL-Toumy al-Syaibany
Pendidikan Islam sebagai suatu proses untuk mengubah tingkah laku indivdu pada kehidupan pribadi, masyarakat dan alam sekitarnya dengan cara pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan sebagai profesi di antara berbagai profesi asasi dalam masyarakat.[7]

2.    Fadhil al-Jamaliy
Pendidikan Islam diartikan sebagai upaya mengembangkan, mendorong dan mengajak manusia ke arah yang lebih maju dengan berlandaskan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia, sehingga terbentuk pribadi yang lebih sempurna, baik yang berkaitan dengan akal, perasaan maupun perbuatan.[8]
Berdasarkan beberapa rumusan tentang defenisi pendekatan dan pendidikan Islam di atas, maka penulis mencoba menawarkan suatu bentuk rumusan pengertian pendekatan dalam pendidikan Islam, yaitu suatu upaya atau cara yang dilakukan oleh pendidik dalam proses kegiatan belajar mengajar  untuk mendekati dan mengantarkan peserta didik dalam mengenal dan mencari keridhaan Allah, membangun budi pekerti untuk berakhlak mulia serta mempersiapkan peserta didik tersebut untuk hidup secara layak dan berguna di tengah-tengah komunitas sosialnya dan mampu meraih kesempurnaan hidup dalam segala aspeknya.

B.  Konsep Pendekatan Pengamalan, Pengalaman, Rasional, Emosional Dan Pembiasaan  dalam Pendidikan Islam
1.    Pendekatan Pengamalan
Pendidikan Islam Secara filosofis, bertujuan untuk membentuk al-insan al-kamil atau manusia paripurna. Manusia dalam kepribadiannya selalu mencerminkan sikap seorang muslim yang merealisasikan dengan penuh tanggung jawab hubungannya dengan sesama manusia (horizontal) serta  ketundukan secara totalitas vertikal kepada Allah swt.
Ahmad Tafsir memberikan suatu pandangan bahwa tujuan umum pendidikan Islam adalah membentuk muslim yang sempurna dalam artian beriman dan bertakwa atau manusia yang beribadah kepada Allah.[9] Selain itu al-Gazali dan Ali al-Jumbulati juga mengungkapkan bahwa tujuan pendidikan adalah bersifat keagamaan dan akhlak untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. dan sekaligus untuk mendapatkan keridhaan-Nya, karena agama merupakan sistem kehidupan yang menitipberatkan pada pengalaman.[10]
Kedua pandangan di atas memberikan makna bahwa pendidikan Islam tidak hanya bertujuan untuk mengembangkan aspek kognitif tetapi juga mengembangkan aspek afektif dan psikomotorik yang menyangkut bagaimana akhlak dan sikap yang baik ditengah masyarakat, serta pengamalan ajaran agama Islam secara kaffah.
Untuk mempengaruhi perubahan sosial ke arah yang lebih baik, maka pendidik haruslah mendidik dan membimbing peserta didik untuk mengaktualkan ajaran Islam dalam bentuk pengamalan dengan penuh tanggung jawab dan niat karena Allah swt. karena pada hakikatnya pendidikan Islam adalah pendidikan yang mengarahkan manusia untuk memiliki wawasan keilmuan yang luas serta merealisasikan pengetahuannya dalam bentuk pengamalan. Karena, sumber kebahagiaan di dunia dan di akhirat adalah ilmu yang diamalkan.[11]
Sehingga dapat dipahami bahwa manusia yang diberi rezki oleh Allah berupa ilmu, kemudian mengamalkan ilmu yang dimilikinya itu untuk memikirkan hal-hal yang positif dan memikirkan perjuangan dijalan Allah. Manusia yang sedemikian ini akan mendapatkan derajat yang tinggi dihadapan Allah swt.
2.    Pendekatan Pengalaman
Pendekatan pengalaman yaitu pemberian pengalaman keagamaan kepada peserta didik dalam rangka penanaman nilai-nilai keagamaan baik secara individual maupun kelompok. Pengalaman adalah suatu hal yang sangat berharga dalam kehidupan manusia. Syaiful Bachri Djamrah menjelaskan bahwa pengalaman adalah guru tanpa jiwa, namun selalu dicari oleh siapapun juga.[12]
Al Qur’an memberikan contoh yang sangat jelas bagaimana pendekatan pengalaman dipakai dalam memberikan pelajaran dan peringatan kepada semua manusia agar mereka tidak terjerumus dalam situasi dan perbuatan yang sama. misalnya bagaimana Allah menjadikan jasad Fir’aun sebagai sumber pelajaran dengan pola pendekatan pengalaman. Firman Allah dalam Q.S.Yunus/10: 92.[13]
tPöquø9$$sù y7ŠÉdfuZçR y7ÏRyt7Î/ šcqä3tGÏ9 ô`yJÏ9 y7xÿù=yz Zptƒ#uä 4 ¨bÎ)ur #ZŽÏVx. z`ÏiB Ĩ$¨Z9$# ô`tã $uZÏG»tƒ#uä šcqè=Ïÿ»tós9 ÇÒËÈ

Terjemahnya:
”Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan Sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan kami”.
Sedemikian pentingnya pendekatan pengalaman dalam pembelajaran pendidikan Islam, sehingga Allah berkali-kali memerintahkan umat Islam atau manusia pada umumnya untuk mencari pengalaman dengan mengkaji riwayat bangsa-bangsa terdahulu dan terus menerus melakukan kajian terhadap bekas tempat tinggal dan kehidupan mereka,  juga dengan berbagai peristiwa alam yang terjadi dalam kehidupan sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Yunus/10:  39 dan 73.[14]
ö@t/ (#qç/¤x. $yJÎ/ óOs9 (#qäÜŠÏtä ¾ÏmÏJù=ÏèÎ/ $£Js9ur öNÍkÌEù'tƒ ¼ã&é#ƒÍrù's? 4 y7Ï9ºxx. z>¤x. tûïÏ%©!$# `ÏB óOÎgÎ=ö6s% ( öÝàR$$sù y#øx. šc%x. èpt7É)»tã šúüÏJÎ=»©à9$# ÇÌÒÈ
Terjemahnya :
”Bahkan yang sebenarnya, mereka mendustakan apa yang mereka belum mengetahuinya dengan sempurna padahal belum datang kepada mereka penjelasannya. Demikianlah orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (rasul). Maka perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang zalim itu”.

çnqç/¤s3sù çm»uZø¤fuZsù `tBur ¼çmyè¨B Îû Å7ù=àÿø9$# óOßg»uZù=yèy_ur y#Í´¯»n=yz $oYø%{øîr&ur tûïÏ%©!$# (#qç/¤x. $uZÏG»tƒ$t«Î/ ( öÝàR$$sù y#øx. tb%x. èpt7É)»tã tûïÍxYçRùQ$# ÇÐÌÈ

Terjemahnya :
”Lalu mereka mendustakan Nuh, maka Kami selamatkan dia dan orang-orang yang bersamanya di dalam bahtera, dan Kami jadikan mereka itu pemegang kekuasaan dan Kami tenggelamkan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka perhatikanlah bagaimana kesesudahan orang-orang yang diberi peringatan itu”.
Metode mengajar yang dapat dipakai dalam pendekatan pengalaman, diantaranya adalah metode  eksperimen (percobaan), metode drill (latihan), metode sosiodrama dan bermain peran, dan metode pemberian tugas belajar dan resitasi dan lain sebagainya.
Mendidik peserta didik merupakan aktivitas yang sangat mulia, menuntut kemampuan wawasan keilmuan serta persiapan yang baik. Karena anak sebagai objek dan subjek pendidikan memiliki perbedaan dan perbedaan tersebut secara berkelanjutan saling mempengaruhi terhadap sikap dan tingkah lakunya. Dalam hal ini Jean Sota dan Ibrahim Amini mengatakan  bahwa:
Setiap anak-anak memerlukan metode penanganan tersendiri karena setiap individu manusia itu sangat unik. Seluruh karakter manusia itu harus didekati dan dipahami secara spesifik dan maksimal. Sel-sel otak manusia misalnya sangat luar biasa dan memerlukan pengetahuan yang luar biasa pula. Perbedaan manusia itu bukan hanya karena faktor-faktor IQ saja tapi juga faktor lain yaitu karakter yang termasuk akhlak, kepribadian, pembawaan dan sebagainya.[15]
            Perbedaan karakter, kecerdasan, akhlak, kepribadian, dan pembawaan peserta didik haruslah diketahui dan dipahami para pendidik sebagai aspek pendukung efisiensi dan efektifitas proses pembelajaran. Pendidik sebagai proses transformasi nilai-nilai Islam kepada peserta didik haruslah dilakukan dengan perencanaan yang baik, mengingat pendidikan Islam adalah solusi yang mampu mengajak, membawa, dan mengeluarkan masyarakat dari kebodohan, pesimis, dan akhlak yang caruk maruknya menuju masyarakat yang ideal dalam konsep Islam.
Untuk mewujudkan hal tersebut pendidikan pengalaman merupakan salah satu aspek lain yang dibutuhkan pendidik dalam mentrasnfer nilai-nilai Islam. Karena dengan pengalaman, peserta didik  dibiarkan untuk mengalami dan merasakan langsung pengalaman keagamaan baik secara individu maupun masyarakat. Pengalaman yang dijalani oleh peserta didik saat ini akan mempengaruhi sikap dan tingkah lakunya dimasa yang akan datang, karena setiap pengalaman mengambil sesuatu yang telah dilalui dan bisa saja merubah sikap, dan kualitas pengalaman anak dimasa mendatang.
Pengalaman bagi John Dewey adalah daya penggerak. Nilai pengalaman hanya bisa dilihat dari kearah mana dan kedalam apa ia bergerak.[16] Maka penyelenggaraan pendidikan sebagai penanaman ideologi yang memiliki visi tertentu terhadap pendidikan Islam haruslah diselenggaran dengan cita-cita yang mulia.


3.    Pendekatan Rasional
Pendekatan Rasional adalah suatu pendekatan mempergunakan rasio (akal) dalam memahami dan menerima kebesaran dan kekuasaan Allah. Ajaran agama Islam sebagian harus diyakini tanpa ada interpretasi karena, tetapi dalam konteks yang lain terdapat ajaran yang harus dicerna dengan pendekatan rasio.
Ayat-ayat yang berkaitan dengan penciptaan manusia, penciptaan alam semesta, kekayaan dan keragaman hayati dan aspek-aspek lain dari keindahan tata ruang angkasa membutuhkan kecermelangan rasio untuk memahaminya.  Out put pemahaman dengan pendekatan rasio terhadap keajaiban alam menjadikan manusia bertambah keimanannya. mereka yang mampu menggunakan rasio alam memahami kekuasaan dan kebesaran Allah tersebut dikenal dengan ”Ulul Albab” hal ini terlihat dalam petikan ayat al-Qur’an sebagai berikut:
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (Q.S.Ali Imran/3:190)
 Yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka. (Q.S. Ali Imran/3:191)[17]
Perintah menggunakan akal sebagai alat eksplorasi keilmuan dan keimanan menjadi begitu penting karena akal adalah pintu utama masuknya ilmu pengetahuan dan dengan akal pula manusia mampu memikirkan kebesar-an dan kekuasaan Allah. Sehubungan hal ini al-Qur’an menyatakan:

Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan. dan Sesungguhnya keba-nyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan Pertemuan dengan Tuhannya. (Q.S. Ar Rum/30:8).[18]
Dalam kehidupan, orang berpegang pada nilai-nilai sebagai standar bagi segala aktivitasnya.[19] Nilai-nilai ini ada yang tersembunyi ada pula yang dapat dinyatakan secara eksplisit, ada juga bersifat multidimensional, relatif dan yang rasional. Belajar rasional ialah belajar dengan menggunakan kemampuan berpikir secara logis dan rasional (sesuai dengan akal sehat).[20] Kemampuan berpikir secara logis dan rasional inilah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Tidak mengherangkan jika Rene Descartes dari pendapatnya tentang segala kebenaran itu memunculkan diktum yang sangat terkenal “cogitoergosum”. Persoalannya, apakah berpikir itu menjadi kualitas yang inheren pada setiap manusia atau lebih sebagai kualitas yang diperoleh lewat upaya tersengaja.[21] Tujuan pendidikan telah mengeksplisikan pentingnya kualitas kecerdasan. Dimana pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar manusia untuk menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik dengan cara mendorong dan menfasilitasi mereka. Secara detail, dalam undang-undang  RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II  pasal 3 sebagai berikut:
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar 1 negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[22]
Dari tujuan pendidikan Nasional diatas telah menegaskan pentingnya mengembangkan potensi kecerdasan bangsa dan tanpa pendidikan potensi tersebut, peserta didik tidak akan berkembang secara maksimal.
Penggunaan akal untuk mencapai pengetahuan termasuk pengetahuan pendidikan Islam mendapat pembenaran agama Islam.[23] Karena, sebagaimana telah di ketahui bahwa al-Quran merupakan  petunjuk yang memberikan tuntunan bimbingan serta bantuan dalam memahami realitas sesuatu. Akan tetapi, al-Qur’an tidak akan dapat dipahami oleh orang-orang yang tidak menggunakan akalnya, melaingkan oleh orang-orang yang memiliki ilmu serta mempergunakan akalnya untuk mengetahui. Oleh karena itu, dibutuhkan pemikiran yang makin rasional dan logis sebagai media atau alat untuk mendapatkan pengetahuan dan pemahaman terhadap kandungan al-Qur’an sebagai cermin dari ajaran Islam.[24]
Dalam Islam mengetahui sesuatu ilmu pengetahuan sama pentingnya dengan pengamalannya secara konkrit.[25] Oleh sebab itu, pendekatan rasional memiliki posisi dan fungsi yang penting dimana pendidikan Islam berusaha untuk menyelaraskan antara iman, ilmu, dan amal.
4.    Pendekatan Emosional
Pendekatan emosional merupakan  usaha yang dilakukan oleh pendidik untuk mengubah perasaan dan emosi peserta didik dalam meyakini ajaran Islam serta dapat merasakan mana yang baik dan yang buruk. Peristiwa yang terjadi dalam kehidupan peserta didik akan menjadi bangunan emosi atau perasaan mereka. Proses belajar di sekolah adalah proses belajar yang sifatnya kompleks dan menyeluruh. Untuk  meraih prestasi yang tinggi, seseorang harus memiliki Intelligence Quetient (IQ) yang tinggi, karena intelegensi merupakan bekal potensial yang akan memudahkan dalam belajar dan pada giliranya akan menghasilkan prestasi belajar yang optimal.
Kenyataan dalam proses belajar di sekolah terkadang ditemukan siswa yang prestasinya tidak sesuai dengan kemampuan intelligencenya. Itu sebabnya kemampuan intelligence bukanlah salah satu faktor yang menentukan prestasi peserta didik, akan tetapi ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi diantaranya adalah faktor kecerdasan emosional atau Emotional Quotient (EQ) yakni kemampuan atau potensi kejiwaan yang ada pada diri seseorang yang memberikan tanggapan atau respon terhadap suatu peristiwa. Dalam perspektif Islam, emosi dengan segala macam ekspresinya dapat dilihat berdasarkan firman-Nya dalam Q.S. An-Najm/53: 43-44.
¼çm¯Rr&ur uqèd y7ysôÊr& 4s5ö/r&ur ÇÍÌÈ ¼çm¯Rr&ur uqèd |N$tBr& $uŠômr&ur ÇÍÍÈ
Terjemahnya:
Dan bahwasanya dialah yang menjadikan orang tertawa dan menangis dan bahwasanya dialah yang mematikan dan menghidupkan.[26]
Sedangkan menurut Menurut Daniel Goleman dan Hamsah B. Uno ekspresi emosi pada diri seseorang dapat terlihat dan dipahami melalui:
a.    Amarah: bringas, mengamuk, marah besar, jengkel, kesal hati, terganggu, rasa pahit, berang, tersinggung, bermusuhan, dan yang paling hebat adalah tindakan kekerasan dan kebencian patologis.
b.    Kesedihan: pedih, sedih, suram, melankolis, mengasihani diri, kesepian, ditolak, putus asa, dan kalau menjadi petologis depresi berat.
c.    Rasa takut: cemas, takut, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali, sebagai patologi, fabia dan fanatik.
d.   Kenikmatan: bahagia, gembira, ringan, puas, riang, senang, terhibur, bangga, kenikmatan indrawi, takjub, rasa terpesona, rasa puas, rasa terpenuhi, kegirangan luar biasa, senang-senang, senang sekali, dan batas ujungnya, maniak.
e.    Cinta: penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, kasmaran, kasih.
f.     Terkejut: terkesiap, takjub, terpana.
g.    Jengkel: hina, jijik, muak, benci, tidak suka, mau muntah.
h.    Malu: rasa salah, malu hati, sesal hati, sesal, hina, aib, dan hati hancur lebur.[27]
Kekayaan ekspresi emosi manusia (amarah, kesedihan, rasa takut, kenikmatan, cinta, terkejut, jengkel, dan malu) sebagai tanggapan atau respon terhadap setiap peristiwa yang menjadi tantangan dan sekaligus peluang seorang pendidik dalam meyakinkan peserta didiknya agar mengerjakan segala apa yang diperintahkan oleh Allah swt. dan meninggalkan apa yang dilarangnya. oleh karena itu emosi adalah salah satu pendekatan dalam pendidikan Islam dalam membentuk kepribadian anak didik berdasarkan konsep Islami.
Dalam kegiatan proses belajar, kedua intelligence itu sangat dibutuhkan. IQ tidak dapat bekerja secara maksimal tanpa partisipasi penghayatan secara emosional terhadap mata pelajaran yang diajarkan di sekolah. Peserta didik yang memiliki tingkat kecerdasan emosional yang lebih baik dapat menjadi lebih terampil dalam menenangkan dirinya dengan cepat, terampil dalam memusatkan perhatian, lebih baik dan cakap dalam berhubungan dengan orang lain serta kerja akademis di sekolah menunjukkan hasil yang lebih memuaskan.
Keterampilan dasar emosional tidak dapat dimiliki secara tiba-tiba, akan tetapi membutuhkan proses dalam mempelajarinya dan lingkungan yang membentuk  kecerdasan emosional tersebut besar pengaruhnya. Hal positif akan diperoleh bila peserta didik diajarkan keterampilan dasar kecerdasan emosional. Secara emosional anak akan lebih cerdas, terbuka, optimis, lebih mampu dalam melihat dan memperlakukan perbedaan-perbedaan sikap sosial, tidak mudah terjerumus dalam pergaulan yang sifatnya negatif (tawuran, minum-minuman keras, obat-obat terlarang, dan sebaginya) dan aktualisasi nilai-nilai keagamaan lebih baik.  
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa kecerdasan emosional merupakan salah satu faktor yang penting yang seharusnya dimiliki oleh peserta didik yang ingin meraih berprestasi belajar yang lebih baik di sekolah dan juga kecerdasan emosional diciptakan oleh Allah untuk membentuk manusia yang lebih sempurna.
5.    Pendekatan Pembiasaan
Pendekatan pembiasaan merupakan suatu tingkah laku tertentu yang sifatnya otomatis tanpa direncanakan terlebih dahulu dan berlaku begitu saja tanpa dipikirkan lagi. Pembiasaan pendidikan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk terbiasa mengamalkan ajaran agamanya, baik secara individu maupun secara berkelompok dalam kehidupan sehari-hari.[28]
Teori pembiasaan merupakan teori belajar yang masih sangat berpengaruh dikalangan para ahli psikologi masa kini. Pencetusnya bernama Burrhus Frederic Skinner lahir tahun 1904, seorang penganut behaviorisme yang dianggap kontroversial. Salah satu tema pokok yang mewarnai karya-karyanya adalah bahwa tingkah laku itu terbentuk oleh konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan oleh tingkah laku itu sendiri.[29] Pendekatan pembiasaan meningkat menjadi kebiasaan membutuhkan suatu proses yang bertahap seperti halnya ketika Allah swt. melarang hamba-hamba-Nya melakukan perzinahan  dan meminum-minuman keras, tidak secara langsung diperintahkan untuk meninggalkan secara total tetapi melalui langkah-langkah pembiasaan secara bertahap sehingga tidak dirasakan larangan itu sebagai suatu beban yang sulit ditinggalkan. Imam al-Gazali mengatakan bahwa metode pembiasaan sangat tepat  diterapkan dalam mendidik peserta didik[30]
Belajar dengan pendekatan kebiasaan, bertujuan agar peserta didik memperoleh sikap-sikap dan kebiasaan-kebiasaan perbuatan baru yang lebih tepat dan positif dalam arti selaras dengan aturan dan prinsip-prinsip agama Islam sebagai sumber dan landasan ideologi  dalam menetapkan tujuan yang sesuai dengan kebutuhan ruang dan waktu (kontekstual).
Dalam pandangan Islam, anak yang dilahirkan dalam keadaan fitrah memiliki sifat yang suci dan bersih. Oleh karena itu pendidikan dituntut untuk menjaganya dengan membiasakan peserta didik dengan sikap yang baik, serta melarang mereka untuk tidak membiasakan diri dengan sikap yang buruk. Sehingga nantinya sifat-sifat yang baik menjadi kebiasaan yang tertanam dalam jiwanya.  Terkait dalam hal ini Ibnu Sina berpendapat bahwa:
Pendidikan anak-anak dan membiasakan dengan tingkah laku yang terpuji haruslah dimulai sejak sebelum tertanam padanya sifat-sifat yang buruk, karena akan sukarlah bagi si anak melepaskan kebiasaan-kebiasaan tersebut bila sudah menjadi kebiasaan dan telah tertanam dalam jiwanya.[31]
Sehingga dapat dipahami bahwa pembiasaan merupakan salah satu pendekatan dalam pendidikan Islam yang memiliki pengaruh yang besar dalam membentuk kepribadian peserta didik. Jadi, sejak anak dilahirkan, pendidik  dalam hal ini adalah orang tua  harus  memiliki peranan yang sangat penting untuk melatih, membimbing dan mendidik seorang anak untuk terbiasa dalam berbuat suatu kebaikan sehingga terbentuk karakter, akhlak, dan watak yang mungkin saja terus berpengaruh terhadap anak sampai hari tua. Menanamkan kebiasaan yang baik kepada peserta didik, seorang pendidik harus memiliki jiwa yang sabar, sikap tauladan, tekun, pantang menyerah dan memiliki wawasan keilmuan. Karena menanamkan kebiasaan adalah sukar dan kadang-kadang membutuhkan waktu yang cukup lama. Menurut M. Ngalim Purwanto, ada beberapa syarat tertentu yang harus dipenuhi agar pendekatan pembiasaan itu dapat lekas tercapai dan menunjukkan hasil yang lebih baik. Adapun syarat yang dimaksud adalah:
a.    Mulailah pembiasaan itu sebelum terlambat, jadi sebelum anak mempunyai kebiasaan lain yang berlawanan dengan hal-hal yang akan dibiasakan.
b.    Pembiasaan itu hendaknya terus-menerus (berulang-ulang) dijalankan secara teratur sehingga akhirnya menjadi suatu kebiasaan yang otomatis. Untuk itu, dibutuhkan pengawasan.
c.    Pendidikan hendaknya konsekuen, bersikap tegas dan tepat teguh terhadap pendiriannya yang telah diambilnya. Jangan memberi kesempatan kepada anak itu melanggar pembiasaan yang telah ditetapkan itu.
d.   Pembiasaan yang mula-mulanya mekanistik itu harus semakin pembiasaan yang disertai kata hati anak itu sendiri.[32]
Syarat-syarat di atas akan sangat membantu jika secara berangsur disertai pula dengan penjelasan-penjelasan dan nasihat-nasihat yang baik oleh pendidik sehingga makin lama timbullah pengertian dalam diri peserta didik



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Adapun kesimpulan jawaban atas masalah pokok yang diajukan dalam makalah ini, dikemukakan sebagai berikut:
1.      Kata pendekatan memiliki arti yang berbeda-beda tergantung kepada obyek apa yang akan menjadi tema sentral perencanaan kerja dan kajian pemikiran yang akan dikembangkan. Namun dalam hal ini pendekatan yang dimaksud adalah suatu cara untuk memproses subyek atas obyek dalam mencapai tujuan. Pendekatan ini juga berarti suatu cara pandang terhadap sebuah obyek permasalahan, dimana cara pandang tersebut adalah cara pandang yang luas. Sedangkan pendidikan Islam ialah bimbingan yang diberikan oleh pendidik kepada  peserta didik agar ia mampu berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam. Sehingga secara sederhana dapat dipahami bahwa pendekatan dalam pendidikan Islam ialah suatu upaya atau cara yang dilakukan oleh pendidik dalam proses kegiatan belajar mengajar  untuk mendekati dan mengantarkan peserta didik dalam mengenal dan mencari keridhaan Allah, membangun budi pekerti untuk berakhlak mulia serta mempersiakan peserta didik tersebut untuk hidup secara layak dan berguna di tengah-tengah komunitas sosialnya dan mampu meraih kesempurnaan hidup dalam segala aspeknya.
2.      Keberhasilan dalam menyampaikan materi  sangat tergantung bagaiamana pendidik menggunakan pendekatan dalam kegiatan proses belajar mengajar.  Dalam konteks pendidikan Islam dikenal banyak pendekatan. adapun pendekatan yang dimaksud dalam makalah ini adalah Pendekatan pengamalan, pengalaman, rasional, emosional dan pembiasan yang merupakan bagian dari sekian banyak pendekatan dalam pendidikan Islam.adapu pengertian dari pendekatan yang dimaksud adalah sebagai berikut;
·         Pendekatan pengamalan adalah usaha memberikan materi agama menekankan kepada segi kemanfaatan kepada peserta didik agar terbiasa mengamalkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan tingkat perkembangannya.
·         Pendekatan pengalaman adalah pemberian pengalaman keagamaan peserta didik dalam rangka penanaman nilai-nilai keagamaan.
·         Pendekatan rasional adalah suatu pendekatan mempergunakan rasio (akal) dalam memahami dan menerima kebesaran kekuasaan Allah.
·         Pendekatan emosional merupakan usaha untuk menggugah perasaan dan emosi peserta didik dalam meyakini ajaran Islam serta dapat merasakan mana yang baik mana yang buruk.  
·         Pendekatan pembiasaan merupakan suatu tingkah laku tertentu yang sifatnya otomatis tanpa direncanakan terlebih dahulu dan berlaku begitu saja tanpa dipikirkan lagi.
 Melalui pendekatan tersebut diharapkan peserta didik dibawa ke dalam nuansa pembelajaran yang di dalamnya dapat memberi pengalaman yang berarti melalui proses pembelajaran sehingga dari proses tersebut diharapkan mereka dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya.
B.     Implikasi
Penulis menyadari bahwa makalah ini belum mampu mengupas secara mendalam tentang pengertian pendekatan pendidikan dalam Islam dan konsep pendekatan pengamalan, pengalaman, rasional, emosional, pembiasaan dalam pendidikan Islam. Oleh karena itu, penting rasanya untuk diutarakan bahwa saran dan kritik yang sifatnya membangun dari hasil diskusi sekiranya akan membantu dalam penyempurnaan tulisan makalah ini dan akan lebih menyenangkan apabila dalam kritik dan saran tersebut disertai rujukan yang jelas, yang akan mempermudah dalam proses pelacakan.


DAFTAR PUSTAKA

Azyumardi Azra. Islam Reformis: Dinamika Intelektual dan Gerakan. Cet. I; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999.

Ahmad Tafsir. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Cet. 8; Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008.

Ali al-Jumbulati. Dirasatun Muqaaranatun fit-Tarbiyyatil Islamiyah, diterjemahkan oleh M. Arifin dan Ibrahim Amini. Agar Tak Salah Mendidik. Jakarta: Al-Huda, 2006.

A. Qodry Azizy. Pendidikan Untuk Mebangun Etika Sosial: Mendidik Anak Sukses Masa Depan Pandai dan Bermanfaat. Cet. 2; Anggota IKAPI, 2003.

Alwasilah, A. Chaedar. Filsafat Bahasa dan Pendidikan.  Cet. II; Bandung: PT.  Rosdakarya, 2010.

Ahmad D. Marimba. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Cet. VIII; Bandung: PT. al-Ma’arif, 1989.

B.Uno, Hamsah. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Cet. III; Jakarta: Bumi Aksara, 2008.

Chaeruddin B. Metodologi Pengajaran Agama Islam Luar Sekolah.  Yogyakarta: Lanarka, 2009.

Departemen Agama RI. al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: CV. J-ART, 2005.

Kementrian Agama RI. Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI TentangPendidikan. Jakarta: Dirjen Pendidikan Islam, 2006.

Muhammad Fadhil al-Jamaliy. Filsafat Pendidikan dalam al-Qur’an. Cet. 1; Surabaya: Bina Ilmu, 1986.

Muhibbin Syah. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Cet. XIV; Bandung: PT Rosdakarya, 2008.

Mujamil Qomar. Epestimologi Pendidikan Islam: Dari Metode Rasional Hingga Metode Kritis. Jakarta: Erlangga, 2005.

M. Arifin. Kapita Selekta Pendidikan. Cet. 1; Jakarta: Bumi Aksara, 1991.

M. Ngalim Perwanto. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Cet.  XVIII; Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007.

Nur Uhbiyati. Ilmu Pendidikan Islam. Cet II; Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1998.

Paulo Freire, dkk. Mengguggat Pendidikan: Fundamentalis, Konsesvatif, Liberal, Anarkis. Cet. VII; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.

Samsul Nizar. Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka Tentang Pendidikan Islam. Cet.1; Jakarta: Kencana, 2008.

Sofan Amri, dkk. Kontruksi Pengembangan Pembelajaran: Pengaruhnya Terhadap Mekanisme dan Praktik Kurikulum. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2010.

Oteng Sutisna. Administrasi Pendidikan Dasar Teoristis untuk Praktek Profesional. Bandung: Angkasa, 1983.

Syaibany, Oemar Muhammad al-Toumy. Al-Falsafah al-Tarbiyah al-Islam diterjemahkan oleh Hasan Langgulung dengan judul, Filsafat Pendidikan Islam. Cet.1; Jakarta: Bulan Bintang, 1979.


[1]Samsul Nizar, Memperbincangkan  Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka tentang Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana, 2008), h.174

[2]Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: CV. J-ART, 2005), h. 598.
[3]A. Qodry Azizy, Pendidikan Untuk Mebangun Etika Sosial: Mendidik Anak Sukses Masa Depan Pandai dan Bermanfaat (Cet. 2: Anggota IKAPI, 2003), h. 60.

[4]Software “Word Web” (soft ware untuk mencari arti kalimat dalam bahasa Inggris).
[5]Oteng Sutisna, Administrasi Pendidikan Dasar Teoristis untuk Praktek Profesional, (Bandung: Angkasa, 1983), h. 35-36.

[6]H.M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Cet. 1; Jakarta: Bumi Aksara, 1991), h. 3
[7]Oemar Muhammad al-Toumy al-Syaibany,  Al-Falsafah al-Tarbiyah al-Islam diterjemahkan oleh Hasan Langgulung dengan judul, Filsafat Pendidikan Islam (Cet.1; Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h. 399
[8]Muhammad Fadhil al-Jamaly, Filsafat Pendidikan dalam al-Qur’an (Cet. 1; Surabaya: Bina Ilmu, 1986), h. 3
[9]Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Isam (Cet. 8; Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008), h. 51
[10]Ali al- Jumbulati, Dirasatun Muqaaranatun fit-Tarbiyyatil Islamiyah, diterjemahkan oleh M. Arifin, dengan judul, Perbandingan Pendidikan Islam (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1994)
[11]Ibid, h.135
[12]Syaiful Bachri Djamrah dan Aswan Zain, “Strategi Belajar Mengajar”, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997), h. 70
[13]Departemen Agama RI., op. cit., h. 220
[14]Ibid., h. 214 dan 218
[15]Ibrahim Amini, Agar Tak Salah Mendidik (Jakarta: Al-Huda, 2006), h. 237
[16]Paulo Freire, dkk., Menggugat Pendidikan; Fundamentalis, Konsesvatif, Liberal, Anarkis (Cet. VII, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h.247.
[17]Departemen Agama., op. cit., h. 76
[18]Ibid., h. 406
[19]Sofan Amri, dkk., Kontruksi Pengembangan Pembelajaran; Pengaruhnya Terhadap Mekanisme dan Praktik Kurikulum (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2010), h.206
[20]Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru (Cet. XIV; Bandung: PT Rosdakarya, 2008), h. 123.
[21]A. Chaedar Alwasilah, Filsafat Bahasa dan Pendidikan  (Cet. II; Bandung: Rosda, 2010), h. 140.
[22]Kementrian Agama RI, Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI TentangPendidikan (Jakarta: Dirjen Pendidikan Islam, 2006 ), h. 8-9.
[23]Mujamil Qomar, Epestimologi Pendidikan Islam; Dari Metode Rasional Hingga Metode Kritis (Jakarta: Erlangga, 2005), h. 272.
[24]Ibid, h. 273
[25]Azyumardi Azra, Islam Reformis; Dinamika Intelektual dan Gerakan (Cet. I; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), h. 10
[26]Departemen Agama RI., op. cit., h. 528.
[27]Hamsah B. Uno. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran (Cet. III. Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h.64-65.
[28]Syaiful Bachri Djamarah dan Aswan Zain., op. cit., h. 70
[29]Muhibbin Syah., op. cit., h. 109.
[30]Chaeruddin B. Metodologi Pengajaran Agama Islam Luar Sekolah (Yogyakarta: Lanarka, 2009), h. 45.
[31]Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam (Cet. II; Bandung: PT. Rosdakarya, 1998), h. 135
[32]M. Ngalim Perwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis (Cet. XVIII; Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), h.178

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH EVALUASI PENDIDIKAN

KOMUNIKASI DAN KOORDINASI

MATERI PENDIDIKAN ISLAM