METODE USWAH

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Keberhasilan dari suatu pelaksanaan pendidikan itu akan sangat ditentukan oleh beberapa faktor. Salah satu faktor tersebut adalah metode pendidikan. Apabila kita perhatikan dalam proses perkembangan pendidikan Agama Islam di Indonesia, bahwa salah satu gejala negatif sebagai penghalang yang paling menonjol dalam pelaksanaan pendidikan agama ialah masalah metode mengajar agama. Meskipun metode tidak akan berarti apa-apa bila dipandang terpisah dari komponen-komponen pendidikan yang lain.
Dalam kaitannya dengan metode sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan Islam, dimana tujuan umum pendidikan Islam adalah membimbing anak agar menjadi orang muslim sejati, beriman teguh, beramal shaleh dan berakhlak mulia serta berguna bagi masyarakat, agama dan negara. Maka diperlukan usaha dalam mencapai tujuan tersebut, pendidikan merupakan suatu usaha sedangkan metode merupakan cara untuk mempermudah dalam mencapai tujuan. Dalam hal ini keteladanan berperan penting sebagai sebuah metode dalam mencapai tujuan dari pendidikan Islam.
Kehidupan seorang manusia tidak jauh berbeda dengan kehidupan manusia lainnya. Sifat-sifat yang ada pada manusia cenderung ada suatu kesamaan, hal ini bisa diketahui bahwasanya seseorang berbuat sesuatu karena terobsesi oleh perbuatan orang lain. Wajarlah bila sifat-sifat yang ada pada manusia punya kecenderungan untuk meniru.
Bila dicermati secara historis  pendidikan  di zaman Rasulullah Saw. dapat dipahami bahwa salah satu faktor terpenting yang membawa beliau kepada keberhasilan adalah keteladanan.
Dalam perspektif pendidikan Islam, keteladanan (uswah) merupakan sebuah metode yang sangat efektif diterapkan oleh seorang guru dalam proses pendidikan. Karena keteladanan, hasilnya akan mempengaruhi individu jauh mencapai pada tahap kebiasaan, tingkah laku dan sikap. Dalam makalah ini penyusun akan membahas tentang Metode Uswah (Keteladanan).
B.     Rumusan Masalah
Adapun Rumusan Masalah dalam makalah ini adalah :
a.    Apa yang dimaksud dengan metode uswah?
b.    Apa Landasan Metode Uswah?
c.    Bagaimana prosedur pelaksanaan dari metode uswah?
d.   bagaimana Kelebihan dan Kekurangan dari metode uswah

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Metode Uswah (Keteladanan)
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa “keteladanan” berasal dari kata dasar “teladan” yaitu: “(perbuatan atau barang dsb,) yang patut ditiru dan dicontoh.” Oleh karena itu keteladanan adalah hal-hal yang dapat ditiru atau dicontoh.
Dalam bahasa Arab “keteladanan” diungkapkan dengan kata “uswah” dan “qudwah” bentuk dari huruf-huruf; hamzah, as-sin, dan al-wau. Artinya “pengobatan dan perbaikan.” Kata “uswah“ dan “al-Iswah” sebagaimana kata dalam term al-Qur’an berarti suatu keadaan ketika seseorang manusia mengikuti manusia lain. Baik dalam kejelekan. Untuk itu, lafad “uswah” harus diidhafahkan pada “hasanah”, yaitu contoh atau teladan yang baik. Sehingga yang dikehendaki dengan keteladanan (uswah hasanah) di sini adalah keteladanan yang dapat dijadikan sebagai alat pendidikan Islam, yaitu keteladanan yang baik, sesuai dengan pengertian “uswah hasanah”.
Dari definisi di atas, maka dapat diketahui bahwa metode uswah/keteladanan merupakan suatu cara atau jalan yang ditempuh seseorang dalam proses pendidikan melalui perbuatan atau tingkah laku yang patut ditiru (modeling).
Namun yang dikehendaki dengan metode keteladanan dijadikan sebagai alat pendidikan Islam dipandang keteladanan merupakan bentuk prilaku individu yang bertanggung jawab yang bertumpu pada praktek secara langsung. Dengan menggunakan metode praktek secara langsung akan memberikan hasil yang efektif dan maksimal.
Keteladanan dijadikan sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan Islam karena hakekat pendidikan Islam ialah mencapai keridhaan Allah dan mengangkat tahap akhlak dalam bermasyarakat berdasarkan pada agama serta membimbing masyarakat pada rancangan akhlak yang dibuat oleh Allah Swt untuk manusia. Hal tersebut secara eksplisit akan membentuk pribadi individu peserta didik atau murid menjadi manusia yang utuh, sehat jasmani dan rohani sehingga mampu berinteraksi sosial dengan penuh tanggung jawab dalam tatanan hidup bermasyarakat.[1]
B.     Landasaan Teori Metode Uswah (Keteladanan)
Metode pendidikan Islam dalam penerapannya banyak menyangkut wawasan keilmuan yang sumbernya berada di dalam Al-Qur’an dan hadits. Sebagaimana yang diutarakan oleh Prof. DR. Oemar Muhammad At-Toumy Al-Saibany, bahwa penentuan macam metode atau tehnik yang dipakai dalam mengajar dapat diperoleh pada cara-cara pendidikan yang terdapat dalam Al-Qur’an, Hadist, amalan-amalan Salaf as Sholeh dari sahabat-sahabat dan pengikutnya.[2]
Adapun mendidik dengan memberi keteladanan memiliki dasar sebagaimana ayat-ayat Al-Qur’an yang menerangkan tentang dasar-dasar pendidikan antara lain:
ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_ötƒ ©!$# tPöquø9$#ur tÅzFy$# tx.sŒur ©!$# #ZŽÏVx. ÇËÊÈ
Terjemanhya:
Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu yaitu bagi orang-orang yang mengharapkan rahmat Allah, dan hari akhir dan dia banyak mengingat Allah”. (QS. Al-Ahzab: 21).
ôs% ôMtR%x. öNä3s9 îouqóé& ×puZ|¡ym þÎû zOŠÏdºtö/Î) tûïÏ%©!$#ur ÿmyètB ÇÍÈ  
Terjemanhya:

Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia...”
ôs)s9 tb%x. ö/ä3s9 öNÍkŽÏù îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_ötƒ ©!$# tPöquø9$#ur tÅzFy$# 4 `tBur ¤AuqtGtƒ ¨bÎ*sù ©!$# uqèd ÓÍ_tóø9$# ߊÏJptø:$# ÇÏÈ  
Terjemanhya:
 Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) hari kemudian. dan Barangsiapa yang berpaling, Maka Sesungguhnya Allah Dia-lah yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
Ayat diatas memperlihatkan bahwa kata uswah selalu digandengkan dengan sesuatu yang positif “hasanah” atau yang baik dan suasana yang sangat menyenangkan yaitu bertemu dengan Tuhan sekalian alam.[3]
Khusus  untuk ayat pertama diatas dapat dipahami bahwa Allah mengutus Nabi Muhammad SAW ke permukaan bumi ini adalah sebagai contoh atau teladan yang baik bagi umatnya. Beliau selalu terlebih dahulu mempraktekkan semua ajaran yang disampaikannya kepada umat, sehingga tidak ada celah bagi orang-orang yang tidak senang  untuk membantah dan menuduh bahwa Rasulullah SAW hanya pandai bicara dan tidak pandai mengamalkan. Praktek uswah ternyata menjadi pemikat bagi umat untuk menjauhi segala larangan yag disampaikan Rasulullah dan mengamalkan semua tuntunan yang diperintahkan oleh Rasulullah,seperti melaksanakan ibadah shalat, puasa, nikah, dll
Ayat di atas sering diangkat sebagai bukti adanya keteladanan dalam pendidikan. Muhammad Qutb, misalnya mengisyaratkan sebagaimana yang dikutip oleh Abudin Nata dalam bukunya  Filsafat Pendidikan Islam bahwa: “Pada diri  Nabi Muhammad Alloh menyusun suatu bentuk sempurna yaitu bentuk yang hidup dan abadi sepanjang sejarah masih berlangsung”.[4]
Apabila ittiba’  kepada Rasulullah, maka setiap pendidik / guru muslim seharusnya berusaha agar dapat menjadi uswatun hasanah, artinya bisa menjadi contoh teladan yang baik bagi perserta didiknya khususnya dan masyarakat pada umumnya, meskipun diakui tidak mungkin bisa sama seperti keadaan Rasulullah, namun setidak-tidaknya harus berusaha ke arah itu.[5]
C.    Matode Penggunaan Metode Uswah (Keteladanan)
Di dalam peraktek pendidikan dan pengajaran, metode ini dilaksanakan dalam dua cara,[6] yaitu:
1.      Secara direct maksudnya bahwa pendidik / guru itu sendiri harus benar-benar menjadi dirinya sebagai contoh teladan yang baik kepada peserta didiknya.
Metode keteladanan sering juga di sebut thoriqotu bil uswatul khasanah. Nabi Muhammad saw. Sebagai pendidik dan pengajar agung telah diberi anugarah predikat oleh allah swt sebagai uswatuh hasanah. Apabila ittiba’ kepada rasul, maka setiap pendidik atau guru muslim seharusnya berusaha agar dapat menjadi uswatun hasanah, artinya bisa menjadi contoh teladan bagi peserta didik khususnya dan masyarakat sekitar pada umumnya, meskipun diakui bahwa tidak mungkin sama seperti keadaan Rasulullah. Namun setidak-tidaknya, harus berusaha kearah itu.
Metode ini sangat tepat apabila digunakan untuk mendidik atau mengajar akhlak, karena untuk pelajaran akhlak dituntut adanya contoh teladan dari pihak pendidik atau guru itu sendiri. Terlabih bagi anak seusia sekolah dasar kebawah, yang masih didominasi oleh sifat-sifat imitasinya (serba meniru) terhadap apa yang di dengar dan diperbuat oleh orang-orang dewasa yang ada disekitranya.
Ibnu Muqaffa dalam hubungannya dalam metode ini pernah mengingatkan “orang yang mengajar dan mendidik dirinya sendiri adalah yang paling berhak untuk dihormati dan dimuliakan daripada orang yang hanya mengajar dan mendidik orang lain”.
Maka tepat sekali apa yang dipesankan Uyainah Bin Abi Sufyan kepada guru yang mengajar anaknya “hendaklah yang pertama-tama kalmu lakukann didalam memperbaiki anakmu, adalah perbaiki dulu dirimu sendiri. Karena sesungguhnya mata anak-anak itu hanya tertuju kapadamu. Maka, apa yag baik menurut mereka adalah apa yang kamu perbuat, dan apa yang jelek menurut mereka adalah apa yang kamu tinggalkan”. Pesan Uyainah ini mempunyai hubungan yang erat dengan pentinganya metode alqudwatus solihah ini, karena guru menjadi sorotan mata peserta didik. Sehingga apa yang diperbuat oleh guru, apakah itu baik atau buruk akan member bekas yang kuat kepada peserta didik.
Adapun karakteristik guru teladan adalah :
a.       Karakteristik Akidah, Akhlak dan Prilaku
Yaitu Guru harus mempunyai akidah yang bersih dari hal-hal yang bertentangan dengannya. Senantiasa merasa diawasi oleh Allah swt. (muraqabah) dimanapun berada, melakukan koreksi diri (muhasabah) atas kelalaian dan kesalahan. Menanamkan sikap tawadhu’ (rendah hati), jangan sampai timbul perasaan ujub dan ghurur, karena orang yang tawadhu’ akan diangkatkan derajatnya oleh Allah Swt.
Guru harus berakhlak mulia, berkelakuan baik, dan menjauhi hal-hal yang bertentangan dengan hal itu, baik di dalam maupun di luar kelas. Mampu mengatur waktu dengan baik, sehingga tidak ada waktu yag terlewatkan tanpa mendatangkan manfaat duniawi dan ukhrawi. Senantiasa melandaskan niat ibadah kepada Allah ketika mengajarkan ilmu. Tidak semata-mata mengandalkan kemampuan dan usaha belaka dalam mengajar, tetapi juga berdo’a meminta taufiq serta pertolongan dari Allah Swt.
Guru harus menjadi teladan siswa-siswa dalam segala perkataan, perbuatan dan prilaku. Guru harus selalu jujur, adil, berkata yang baik, dan memberi nasihat serta pengarahan kepada anak didik. Umar ibn Utbah, berpesan kepada pendidik anaknya: “Hendaknya dalam memperbaiki anakku, kamu perbaiki dirimu dahulu. Mata mereka mengikutimu. Yang baik menurut mereka adalah apa yang kamu perbuat. Dan yang buruk menurut mereka adalah apa yang kamu tinggalkan.”
b.      Karakteristik Profesional
Profesi guru adalah profesi yang sangat mulia.Risalah yang diemban guru sangat agung. Seorang guru harus memiliki bekal dan persiapan agar dapat menjalankan profesi dan risalahnya. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan bagi seorang guru dan dibutuhkan dalam proses belajar mengajar, yakni sebagai berikut: Menguasai materi pelajaran dengan matang melebihi siswa-siswanya dan mampu memberikan pemahaman kepada mereka secara baik.
Guru harus memiliki kesiapan alami (fitrah) untuk menjalani proses mengajar, seperti pemikiran yang lurus, bashirah yang jernih, tidak melamun, berpandangan jauh ke depan, cepat tanggap, dan dapat mengambil tindakan yang tepat pada saat-saat kritis. Guru harus menguasai cara-cara mengajar dan menjelaskan. Dia mesti menelaah buku-buku yang berkaitan dengan bidang studi yang diajarkannya. Sebelum memasuki pelajaran, guru harus siap secara mental, fisik, waktu dan ilmu (materi).
Maksud kesiapan mental dan fisik adalah tidak mengisi pelajaran dalam keadaan perasaan yang kacau, malas ataupun lapar.Kesiapan waktu adalah dia mengisi pelajaran itu dengan jiwa yang tenang, tidak menghitung tiap detik yang berlalu, tidak menanti-nanti waktu usainya atau menginginkan para siswa membaca sendiri tanpa diterangkan maksudnya, atau menghabiskan jam pelajaran dengan hal-hal yang tidak ada gunanya bagi siswa.Sedangkan maksud kesiapan ilmu adalah dia menyiapkan materi pelajaran sebelum masuk kelas. Dia menyiapkan apa yang dikatakannya. Sebiasa mungkin, dia menghindari spontanitas dalam mengajar jika tidak menguasai materinya. 
2.      Secara non-direct maksudnya adalah dengan menceritakan  kisah-kisah atau riwayat-riwayat orang-orang besar, para pahlawan, para syuhada, termasuk para nabi. Dengan mengambil kisah-kisah atau riwayat-riwayat yang demikian itu diharapkan peserta didik akan menjadikan tokoh-tokoh ini sebagai uswatun hasanah.
Salah satu kisah yang dapat dijadikan teladan adalah kisah Rasulullah Muhammad Saw. Beliau merupakan pribadi yang sukses menampilkan dirinya sebagai sosok yang memang pantas ditiru dan diteladani.
Telah diketahui bersama bahwa Allah SWT mengutus nabi Muhammad SAW agar menjadi teladan bagi seluruh manusia dalam merealisasikan sistem pendidikan Islam. Setiap prilaku Rasulullah dalam kehidupan sehari-hari merupakan prilaku Islami yang bersumber dari Al-Qur’an. Aisyah ra sendiri pernah berkata bahwa akhlak beliau adalah Al-Qur’an. Dengan demikian sebagai muslim.
Hendaknya menjadikan Rasul sebagai suri tauladan dalam kehidupan sehari-hari. Karena keagungan keteladanan yang sempurna hanya dimiliki Rasulullah pembawa risalah abadi, kesempurnaannya menyeluruh dan universal, baik yang berhubungan dengan masalah ibadah, atau yang menyangkut kepatuhan atau kesabaran. Ini semua perlu diteladani dengan harapan agar kita menjadi manusia yang bermental islami yang seluruh aspek kejiwaannya didasari dengan nilai-nilai luhur Al-Qur’an dan Hadits.

D.    Kelebihan dan Kekurangan Metode Uswah/Keteladanan
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa kelebihn dan kekurangan metode keteladana[7] tidak bisa dilihat secara kongkrit, namun secara abstrak dapat diinterpretasikan sebagai berikut:
a.      Kelebihan
adapun kelebihan metode keteladanan adlah sebagai berikut:
1.      Akan memudahkan anak didik dalam menerapkan ilmu yang dipelajarinya di sekolah
2.      Akan memudahkan guru dalam mengevaluasi hasil belajarnya
3.      Agar tujuan pendidikan lebih terarah dan tercapai dengan baik
4.      Bila dalam keteladann lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat baik, maka akan tercipta situasi yang baik
5.      Terciptanya hubungan harmonis antara guru dan siswa
6.      Secara tidak langsung guru dapat menerapkan ilmu yang diajarkannya
7.      Mendorong guru untuk selalu berbuat baik karena akan dicontoh olehsiswanya,dan lain-lain.
b.      Kekurangan/Kelemahan
Adapaun kekurangan atau kelemahan metode keteladanan ini adalah:
1.      Jika figur yang mereka contoh tidak baik, maka mereka cenderung untuk mengikuti tidak baik
2.      Jika teori tanpa praktek akan menimbulkan verb


BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah :
a.       Metode uswah/keteladanan merupakan suatu cara atau jalan yang ditempuh seseorang dalam proses pendidikan melalui perbuatan atau tingkah laku yang patut ditiru (modeling).
b.      Metode pendidikan Islam dalam penerapannya banyak menyangkut wawasan keilmuan yang sumbernya berada di dalam Al-Qur’an dan hadits. Adapun mendidik dengan memberi keteladanan memiliki dasar sebagaimana ayat-ayat Al-Qur’an yang menerangkan tentang dasar-dasar pendidikan.
c.       Di dalam praktek pendidikan dan pengajaran, metode uswah/keteladanan dilaksanakan dalam dua cara yaitu secara direct dan non-direct
d.      adapun kelebihan metode keteladanan adlah sebagai berikut: a). Akan memudahkan anak didik dalam menerapkan ilmu yang dipelajarinya di sekolah, b). Akan memudahkan guru dalam mengevaluasi hasil belajarnya, c). Agar tujuan pendidikan lebih terarah dan tercapai dengan baik, d). Bila dalam keteladann lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat baik, maka akan tercipta situasi yang baik, d). Terciptanya hubungan harmonis antara guru dan siswa, e). Secara tidak langsung guru dapat menerapkan ilmu yang diajarkannya, f). Mendorong guru untuk selalu berbuat baik karena akan dicontoh olehsiswanya,dan lain-lain.
Adapun kekurangan dari metode uswah adalah: a). Jika figur yang mereka contoh tidak baik, maka mereka cenderung untuk mengikuti tidak baik, dan b). Jika teori tanpa praktek akan menimbulkan verbalisme.


DAFTAR PUSTAKA
al-Qur’an al-Karim
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997)
Arief Armai. 2001. Pengantar Ilmu dan Metodelogi Pendidikan Islam.Jakarta: Ciputat Pers
Asnelly Ilyas, Mendambakan Anak Shaleh; Prinsip-prinsip Pendidikan Anak dalam Islam, (Bandung: al-Bayan, 1998).
Aqrobulloh, Metode Keteladanan dalam Pendidikan Islam Perspektif Al-Qur’an
Budiyanto Mangun. 2011. Ilmu Pendidikan Islam.Yogyakarta : Griya Santri
Mangun budiyanto, ilmu pendidikan islam,(Yogyakarta: Ombak, 2013)
Oemar Muhammad At-Toumy Al-Saibany, Falsafah Pendidikan Islam, alih bahasa oleh Hasan Langulung, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979)
Zakiah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004).


 



[1] Aqrobulloh, Metode Keteladanan dalam Pendidikan Islam Perspektif Al-Qur’an
[2] Oemar Muhammad At-Toumy Al-Saibany, Falsafah Pendidikan Islam, alih bahasa oleh Hasan Langulung, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h.  587.
[3]Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodelogi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2001), h. 119.
[4] Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), 95.
[5] H.Mangun Budiyanto, Ilmu Pendiidkan Islam, (Yogyakarta : Griya Santri,2011), h. 149.
[6]H.Mangun Budiyanto, Ilmu Pendiidkan Islam, h.151
[7] Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodelogi Pendidikan Islam,( Jakarta: Ciputat Pers, 2001), h .122-123.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH EVALUASI PENDIDIKAN

KOMUNIKASI DAN KOORDINASI

MATERI PENDIDIKAN ISLAM