METODE PENERAPAN DISIPLIN



BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Sekolah merupakan lembaga formal sebagai wadah untuk kegiatan belajar mengajar. Agar proses belajar mengajar lancar, maka seluruh siswa harus mematuhi tata tertib dengan penuh rasa disiplin yang tinggi. Disiplin adalah kepatuhan untuk menghormati dan melaksanakan suatu sistem yang mengharuskan orang untuk tunduk pada keputusan, perintah atau peraturan yang berlaku. Perilaku disiplin sangat diperlukan dalam pembinaan perkembangan anak ataupun remaja untuk menuju masa depan yang lebih baik.[1]
Kenyataan yang terjadi pada saat ini di lapangan, anak selalu kurang disiplin dan kurang memiliki rasa tanggung jawab di sekolah, tidak membuat pekerjaan rumah, mencoret coret bangku, tidak biasa antre, pada saat upacara bendera tidak tertib, tidak berpakian dengan rapi, sering datang terlambat, menyerahkan tugas tidak tepat waktu, di dalam kelas selalu mengganggu teman, sering berkelahi, kurang hormat pada guru. Hal hal ini merupakan dasar dalam pembentukan watak dan kepribadian siswa. Kalau kebiasan ini tidak menemukan pemecahan masalahnya maka tujuan pendidikan nasional akan sulit  terwujud. 
Berbagai faktor yang mempengaruhi anak kurang menunjukkan sikap disiplin, diantaranya lemahnya perhatian orang tua kepada anaknya  dikarenakan orang tua selalu sibuk dengan urusan ekonomi, orang tua yang otoriter, keluarga yang home broken, pengaruh pergaulan dilingkungan sekitar anak , adanya perkembangan media  elektronik, kurang demokratisnya pendekatan dari orang tua maupun guru yang ada di sekolah. Dengan memberikan sanksi berjenjang di sekolah pada siswa diharapkan dapat merubah sikap dari kurang disiplin dan kurang bertanggung jawab menjadi anak yang berdisiplin dan bertanggung jawab.
Berangkat dari berbagai permasalahan mengenai kedisiplinan diatas, maka melalui makalah ini, penulis bermaksud menyajikan pembahasan mengenai “Metode Pembinaan Disiplin” bagi anak didik di sekolah.
B. Rumusan masalah
1.    Apa yang dimaksud dengan metode pembinaan disiplin?
2.    Bagaimana prosedur penggunaan metode pembinaan disiplin?
3.    Apa faktor yang mempengaruhi pembinaan disiplin pada anak?
4.    Apa dampak dari penggunaan metode pembinaan disiplin

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian metode pembinaan disiplin
Kata pembinaan adalah bentuk kejadian yang berasal dari kata “bina” yang mendapat imbuhan pe-an yang berarti pembangunan atau pembaharuan. Dalam kamus bahasa Indonesia kata pembinaan diartikan sebagai usaha, tindakan, dan kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik.[2]
Sedangkan disiplin berasal dari bahas latin “Discere” yang berarti belajar. Dari kata ini timbul kata Disciplina yang berarti pengajaran atau pelatihan. Kata disiplin mengalami perkembangan makna dalam beberapa pengertian,  diantaranya disiplin diartikan sebagai kepatuhan terhadap peraturan atau tunduk pada pengawasan, dan pengendalian.[3]
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia disiplin dapat diartikan sebagai:
1.    Tata tertib (di sekolah, kemiliteran, dsb);
2. Ketaatan (kepatuhan) kepada peraturan (tata tertib dsb);
3. Bidang studi yg memiliki objek, sistem, dan metode tertentu.
Secara ilmiah, disiplin adalah cara pendekatan yang mengikuti ketentuan yang pasti dan konsisten untuk memperoleh pengertian dasar yang menjadi sasaran studi, cabang ilmu. Secara Nasional disiplin adalah kondisi yang merupakan perwujudan sikap mental dan perilaku suatu bangsa ditinjau dari aspek kepatuhan dan ketaatan terhadap ketentuan peraturan dan hukum yang berlaku dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.[4]
Kata disiplin secara luas dapat diartikan sebagai semacam pengaruh yang dirancang untuk membantu anak agar mampu menghadapi tuntutan lingkungan. Disiplin itu tumbuh dari kebutuhan untuk menjaga keseimbangan antara kecenderungan dan keinginan individu untuk berbuat sesuatu yang dapat dan ingin diperoleh dari orang lain atau karena kondisi tertentu dengan pembatasan peraturan yang diperlukan terhadap dirinya oleh lingkungan tempat ia hidup.
Dengan disiplin dimaksudkan sebagai upaya untuk mengatur perilaku anak dalam mencapai tujuan pendidikan, karena ada perilaku yang harus dicegah atau dilarang, dan sebaliknya, harus dilakukan. Pembentukan disiplin pada saat sekarang bukan sekedar menjadikan anak agar patuh dan taat pada aturan dan tata tertib tanpa alasan sehingga mau menerima begitu saja, melainkan sebagai usaha mendisiplinkan diri sendiri (self discipline). Artinya ia berperilaku baik, patuh dan taat pada aturan bukan karena paksaan dari orang lain atau guru melainkan karena kesadaran dari dirinya.
Dari pengertian disiplin di atas, dapat disimpulkan bahwa metode pembinaan kedisiplinan adalah sebuah cara atau usaha untuk mengkontrol terhadap kelakuan seseorang dalah hal ini peserta didik agar selalu mentaati tata tertib dan aturan.

B. Prosedur penggunaan metode pembinaan disiplin
Dalam mendidik atau mengasuh anak kita sering berhadapan dengan berbagai perilaku anak yang tidak sesuai dengan harapan kita. Oleh karena itu, sering dalam pikiran untuk “mendisiplinkan” anak. Namun, sayangnya banyak sekali orang tua maupun guru tidak memahami apa sebenarnya makna disiplin.  Orang tua dan guru serta pihak lain yang sering berurusan dengan anak, gagal membedakan antara disiplin dan hukuman.
Kata disiplin didefinisikan sebagai praktek melatih orang untuk mematuhi aturan dengan menggunakan hukuman untuk memperbaiki ketidakpatuhan. Oleh karena itu, tak heran definisi semacam ini sering kali mengaitkan pendisiplinan dengan alat-alat yang dipakai untuk membuat para pelaku kejahatan jera.[5]
Dalam penerapan kedisiplinan tentu perlu adanya peraturan dan sanksi (hukuman) bagi yang melanggarnya. Hukuman (Punishment) diberikan kepada seseorang karena adanya kesalahan, perlawanan dan pelanggaran sebagai ganjaran atau pembalasan.[6] Hukuman dirancang untuk menciptakan respon menghindar, dalam arti bahwa murid mestinya menghindari perilaku yang akan menghasilkan hukuman dimasa mendatang. Misalnya ketika anak didik melanggar peraturan yang ditetapkan oleh guru atau sekolah. Banyak dari para guru maupun pihak sekolah memberikan hukuman dalam bentuk kekerasan dan pembinaan tingkah laku, namun cara tersebut justru berdampak negatif bagi perkembangan peserta didik.
Hukuman sesungguhnya tidak mutlak digunakan, dan hukuman bukan pula tindakan yang dibenarkan dalam menangani peserta didik yang melakukan pelanggaran, tetapi nasehatlah yang paling didahulukan. Hukuman dapat menjadi penyebab melebarnya jurang antara guru dan siswanya. Di beberapa sekolah, budaya “kami dan mereka” mencapai dititik dimana ada akibat yang besar karena dihukum. Dalam Al-Qur’an dijelaskan dalam QS. an-Nahl/ 125 yang berbunyi:

äí÷Š$# 4n<Î) È@Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# ( Oßgø9Ï»y_ur ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& 4 ¨bÎ) y7­/u uqèd ÞOn=ôãr& `yJÎ/ ¨@|Ê `tã ¾Ï&Î#Î6y ( uqèdur ÞOn=ôãr& tûïÏtGôgßJø9$$Î/ ÇÊËÎÈ  
Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (Q.S An-Nahl: 125)[7]
Berangkat dari ayat Al-Qur’an diatas, dapat kita simpulkan bahwa seharusnya hukuman itu sifatnya tidak boleh memperhinakan anak dan tidak merendahkan martabat dirinya. Sebaliknya hukuman tersebut supaya bisa membangkitkan rasa rendah hati dan kesediaan untuk mengakui kesalahan dan kelemahan sendiri, lalu memperbaiki tingkah lakunya. Karena hukuman harus membangun nilai-nilai moral atau etis anak didik.
Hukuman haruslah disesuikan dengan perkembangan peserta didik. Salah satunya dengan hukuman normatif. Hukuman normatif adalah hukuman yang bermaksud memperbaiki moral anak. Hukuman ini dilakukan terhadap pelanggaran mengenai norma-norma dan etika. Jadi hukuman ini sangat erat hubungannya dengan pembentukan watak peserta didik. Adapun tujuan hukuman ini adalah menginsafkan peserta didik dari perbuatan yang salah.[8]
Adapaun dalam pelaksanaannya terdapat beberapa teknik dalam pembinaan disiplin didalam kelas yakni:
1.    Teknik keteladanan guru, yaitu guru hendaknya memberi contoh teladan sikap dan perilaku yang baik kepada siswanya.
2.    Teknik bimbingan guru, yaitu diharapkan guru senantiasa memberikan bimbingan dan penyuluhan untuk meningkatkan kedisiplinan para siswanya.
3.    Teknik pengawasan bersama, yaitu dalam disiplin kelas yang baik mengandung pula kesadaran akan tujuan bersama, guru dan siswa menerimanya sebagai pengendali, sehingga situasi kelas menjadi tertib.
Dalam mewujudkan tujuan bersama tersebut, beberapa usaha yang dapat dilakukan dalam pembinaan disiplin kelas adalah:
1.    Mengadakan perencanaan bersama antara guru dengan siswa.
2.    Mengembangkan kepemimpinan dan tanggung jawab pada siswa.
3.    Membina organisasi kelas secara demokratis.
4.    Membiasakan agar siswa dapat berdiri sendiri atau mandiri dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.
5.    Membiasakan siswa untuk berpartisipasi sesuai dengan kemampuannya.
6.    Memberikan dorongan kepada siswa untuk mengembangkan pengettahuan dan keterampilan.[9]
Fungsi kedisiplinan secara individual dapat mengatur pergaulan di sekolah menjadi teratur, tidak ada yang berkelakuan dan bersikap semaunya sendiri. Pelaksanaan tata tertib kedisiplinan bisa berjalan baik apabila tata tertib tersebut disosialisasikan kepada anak didik, harus ada pengawasan tentang dilaksanakan/ tidaknya secara intensif dan apabila terjadi pelanggaran harus ada tindakan.
Peran guru dalam posisi harapan lebih pada guru memahami potensi anak didik, mengarahkan, mengembangkan, membimbing dan mengendalikan. Guru juga membentuk kepribadian anak didik dengan cara menanamkan kebiasaan, nilai dan norma, perbuatan terpuji dan mengembangkan sifat dan watak. Selain itu guru juga sebagai agen pembaharuan yakni mediator informasi baru, perubahan sikap, dan pemikiran.
Disiplin bukanlah kepatuhan lahiriah, bukanlah paksaan, bukanlah ketaatan pada otoritas gurunya untuk menuruti aturan. Disiplin adalah suatu sikap batin, bukan kepatuhan otomatis. Siswa pun bertanggung jawab untuk menciptakan suasana kelas yang baik. Suasana kelas yang tidak tegang, ada kebebasan tapi ada pula kerelaan mematuhi peraturan dan tata tertib sekolah.
Dengan demikian suatu kelas dikatakan berdisiplin apabila suasana belajar berlangsung dalam keadaan tertib dan teratur, baik pada waktu sebelum mengajar dimulai, sedang berlangsung, maupun setelah pelajaran selesai.

C. Faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin
Sebagai makhluk sosial, manusia dituntut untuk bersikap dan berperilaku sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat sebagai patokan atau pedoman bagi benar atau salahnya perbuatan tindakan manusia dalam masyarakat, untuk dapat melaksanakannya diperlukan unsur-unsur pola perilaku yang mendasarinya.
Seseorang yang melakukan perilaku disiplin didorong oleh motif untuk melakukan hal tersebut. Motif dapat diartikan sebagai daya penggerak dari dalam dan di dalam subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya suatu tujuan. Disiplin bukanlah hal yang mudah dilakukan maka dari itu perlu dorongan dan faktor-faktor dari luar, adapun faktor-faktor yang mempengaruhi sikap disiplin diantaranya adalah:
1.    Faktor dari dalam (Intern)
Faktor dari dalam ini berupa kesadaran diri yang mendorong seseorang untuk menerapkan disiplin pada dirinya. 
2.    Faktor dari luar (Ekstern)
Faktor dari luar ini berasal dari pengaruh lingkungan, yang terdiri dari lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.
a.    Lingkungan keluarga
Faktor keluarga ini sangat penting terhadap perilaku anak dalam mempengaruhi tingkat kedisiplinan anak, karena keluarga disini merupakan lingkungan yang paling dekat pada diri seseorang dan tempat pertama kali seseorang berinteraksi.
Keluarga sebagai lingkungan pertama kali sebelum anak mengenal dunia yang lebih luas, maka sikap dan perilaku seisi keluarga terutama kedua orang tua sangat mempengaruhi pembentukan kedisiplinan pada anak dan juga serta tingkah lakuorang tua dan anggota keluarga lainnya akan lebih mudah dimengerti anak apabila perilaku tersebut berupa pengalaman langsung yang bisa di contoh oleh anak.
b.    Lingkungan sekolah
Selain lingkungan keluarga, maka lingkungan sekolah merupakan faktor lain yang juga mempengaruhi perilaku siswa termasuk kedisiplinannya, di sekolah seorang siswa berinteraksi dengan siswa lain, dengan para guru yang mendidik dan mengajarnya serta pegawai yang berada di lingkungan sekolah, sikap, perbuatan dan perkataan guru yang dilihat dan didengar serta dianggap baik oleh siswa akan masuk dan meresp dalam hatinya.
c.    Lingkungan masyarakat
Masyarakat merupakan lingkungan yang mempengaruhi perilaku anak setelah anak mendapatkan pendidikan dari keluarga dan sekolah. anak bermain dengan teman sebayanya dan bergaul dengan masyarakat sehingga apa yang dilakukan oleh teman atau masyarakat lainnya sangat berpengaruh bagi pembentukan tingkat disiplin anak, maka dari itu pengawasan orang tua sangatlah penting.
Dengan adanya dorongan dari masyarakat orang tua dan kesadaran diri sendiri juga lingkungan yang mendukung untuk berperilaku disiplin otomatis penanaman disiplin tidak terlalu sulit. Penanaman disiplin akan bermuara pada pembentukan disiplin diri, hal ini akan terwujud pada anak yang sudah dapat bertingkah laku baik. Pembentukan disiplin sangat besar relevansinya dengan penerimaan otoritas orang tua. Dalam kondisi demikian anak akan melakukan tugas-tugas yang diinginkan dari padanya. Kebiasaan anak untuk memanfaatkan waktu belajar membuat jadwal kegiatan yang dimulai dengan bangun pagi, pergi ke sekolah, istirahat siang, bersantai dan bermain, membantu orang tua, dan belajar di rumah merupakan respons yang baik bahwa disiplin yang ditanamkan oleh orang tua dapat diterapkan anak dalam kegiatan sehari-hari.
D. Dampak dari penggunaan metode disiplin
Dalam hal pelaksanaannya sebuah aturan/tata tertib khususnya dilingkungan sekolah, tidak dapat dipisahkan dari pada kata disiplin dan hukuman/sanksi, karena dalam pelaksanaan disiplin, sering burujung pada pemberian hukuman. Dalam kondisi tertentu, pendidik tidak dapat menghindarkan diri dari pemberian hukuman. Hal tersebut terjadi jika dengan cara-cara lain sudah tidak mungkin untuk merubah perilaku anak atau demi keamanan maupun lingkungannya. Guru menetapkan hukuman hendaknya mengacu pada peraturan dan hak anak sehingga tidak menghambat ruang gerak anak dalam berkreativitas. Peraturan juga dibuat hendaknya masuk akal dan dapat diterima sebagai hal yang wajar oleh anak.
Menurut Utami Munandar, pemberian hukuman seyogyanya dipertimbangkan adanya kemungkinan-kemungkinan dampak negatif dari hukuman tersebut yaitu:
1.    Pemberian hukuman tidak menunjang perkembangan dan kendali diri pada anak, karena bisa jadi anak tidak belajar dari kesalahannya dan tidak belajar memikul tanggung jawab sendiri untuk mengendalikan diri.
2.    Pemberian hukuman dapat memberikan model yang negatif, penerimaan suatu perilaku dapat diterima anak tergantung dari siapa yang melakukannya.
3.    Pemberian hukuman dapat menimbulkan agresivitas jika seseorang disakiti, baik secara fisik atau mental maka ia akan memberontak.
4.    Pemberian hukuman dapat menimbulkan aversi (menentang) terhadap orangtua atau terhadap sekolah dan belajar.[10]
Keuntungan dengan adanya penghukuman pada anak didik antara lain dapat menghentikan dengan segera tingkah laku anak didik yang menyimpang, memberi petunjuk kepada anak didik mengenai tingkah laku yang dapat diterima. Keuntungan yang lainnya juga sebagai pengajaran bagi anak didik dengan kenyataan bahwa hukuman mampu mengurangi kemungkinan anak didik dan meniru tingkah laku tersebut. Keuntungan dengan adanya disiplin kelas adalah adanya pengendalian dan.

 
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berbicara tentang mutu pendidikan tidak akan lepas dari kegiatan belajar. Hasil kegiatan belajar yang diharapkan adalah prestasi belajar yang baik.
Sekolah merupakan lembaga formal sebagai wadah untuk kegiatan belajar mengajar. Agar proses belajar mengajar lancar, maka seluruh siswa harus mematuhi tata tertib dengan penuh rasa disiplin yang tinggi. Disiplin adalah kepatuhan untuk menghormati dan melaksanakan suatu sistem yang mengharuskan orang untuk tunduk pada keputusan, perintah atau peturan yang berlaku. Perilaku disiplin sangat diperlukan dalam pembinaan perkembangan anak ataupun remaja untuk menuju masa depan yang lebih baik.
Metode penanaman disiplin adalah sebuah cara yang dilakukan seorang pendidik dalam hal membiasakan dan menanamkan serta melatih peserta didik untuk dapat berprilaku sesuai aturan dan tata tertib. Namun dalam hal pelaksanaannya, seorang pendidik hendaknya dapat memahami poin-poin penting dari metode ini, yakni: prosedur, faktor dan dampak dari metode ini, karena dengan memahaminya maka seorang pendidik akan dapat membimbing siswanya dengan efektif, serta akan berdampak langsung pada proses kegiatan pembelajaran didalam kelas.


DAFTAR PUSTAKA
Durkehim, Emile. Pendidikan Moral Suatu Studi Teori dan Aplikasi Sosiologi
Pendidikan. Jakarta. Erlangga, 1990.
Purwodarminto, WJS. Kamus Besar Bahasa Indonesia . Jakarta. Balai Pustaka, 2007.
Semiawan, Conny. Penerapan Pembelajaran Bagi Anak. Bandung. PT Indeks, 2009.
Bahri Djamarah, Syaiful. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta. Rineka  Cipta, 2010.
Ariesandi. Rahasia Mendidik Anak Agar Sukses dan Bahagia. Jakarta. PT. Gramedia. 2008.
Hamalik, Oemar. Metode Belajar Dan Kesulitan-Kesulitan Belajar, Bandung. Tarsito, 2005.
Munandar, Utami. Pendidikan dan Agama Akhlak bagi Anak dan Remaja. Jakarta. Logos Wacana Ilmu, 2002.
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Surabaya. Mahkota.
Sadullah, Uyoh. Padegogik Ilmu Mendidik. Bandung. Alfabeta, 2010.
 




[1]Emile Durkehim. Pendidikan Moral Suatu Studi Teori dan Aplikasi Sosiologi
Pendidikan, (Jakarta: Erlangga, 1990), h. 115.
[2]WJS Purwodarminto. Kamus Besar Bahasa Indonesia , (Jakarta: Balai Pustaka, 2007) h. 865.
[3]Conny Semiawan. Penerapan Pembelajaran Bagi Anak, (Bandung: PT Indeks 2009) h.  92.
[4]http://kbbi.web.id/
[5]Ariesandi. Rahasia Mendidik Anak Agar Sukses dan Bahagia, (Jakarta: PT. Gramedia
2008) h. 230.
[6]Syaiful Bahri Djamarah. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka  Cipta, 2010) h. 197.
[7]Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahannya,  (Surabaya: Mahkota) h. 134.
[8]Uyoh Sadullah. Padegogik (Ilmu Mendidik),  (Bandung: Alfabeta, 2010) h. 124
[9]Oemar Hamalik. Metode Belajar Dan Kesulitan-Kesulitan Belajar, (Bandung: Tarsito, 2005) h. 42.
[10]Utami Munandar. Pendidikan dan Agama Akhlak bagi Anak dan Remaja, (Jakarta. PT. Logos Wacana Ilmu, 2002) h. 103.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH EVALUASI PENDIDIKAN

KOMUNIKASI DAN KOORDINASI

MATERI PENDIDIKAN ISLAM