MATERI PENDIDIKAN ISLAM


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Pada dasarnya, Pendidikan dalam perspektif Islam berupaya untuk mengembangkan seluruh potensi peserta didik seoptimal  mungkin, baik  dari  aspek jasmani maupun aspek rohani.[1] Pendidikan pada bangsa ini telah terjadi dikotomi, yakni antara pendidikan umum dan pendidikan Islam. Dua  hal ini telah menjadikan suatu problem tersendiri dalam dunia pendidikan.  Sebab,  salah satu sisi yang mengatasnamakan pendidikan Islam adalah sebuah pendidikan yang dilakukan oleh sekelompok orang yang beragama Islam,  nama  lembaganya adalah lembaga pendidikan Islam, dan materinya didominasi oleh ajaran-ajaran Islam dari al-Qur'an dan Hadis yang merupakan landasan Islam. Jika demikian akan bermunculan pula yang dinamakan pendidikan Kristen, pendidikan Hindu dan lain-lain, bahkan bisa saja terjadi pendidikan komunis, pendidikan Atheis dan lain sebagainya.
Secara filosofis materi pendidikan agama Islam sangat terkait dengan pedoman hidup manusia, tujuan hidup manusia dan tujuan pendidikan secara universal. Hal ini sejalan dengan pendapat Muhammad Munir Mursiy, bahwa  Pendidikan Islam mengantarkan manusia untuk merealisasikan kebahagiaan dunia dan akhirat, juga meningkatkan takwa kepada Allah swt., meningkatkan kemampuan dan peranan manusia dalam memakmurkan bumi ini serta menguatkan tali persaudaraan sesama muslim.[2]
Masalah yang muncul adalah adanya kesenjangan antara relevansi (kesesuaian) pemilikan pengetahuan, keterampilan dan sikap lulusan suatu sekolah dengan kebutuhan masyarakat (kebutuhan tenaga kerja). Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri.[3] Hal tersebut juga dapat dilihat dengan meningkatnya jumlah pertumbuhan pengangguran di Indonesia. Sering didapatkan lulusan SLTA yang menganggur, bahkan tidak jarang pula didapatkan para sarjana yang menganggur.
Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang fungsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja.Oleh karena itu  dalam kajian  makalah ini, lebih menekankan kepada ruang lingkup, relevansi, dan ontologi materi pendidikan Islam.  

B.   Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka permasalahan yang akan menjadi pembahasan dalam makalah ini adalah:
1.      Bagaimana pengertian materi pendidikan Islam dan ruang lingkup pembahasannya?
2.      Bagaimana relevansi materi pendidikan Islam dengan pembinaan peserta didik dan dunia kerja?
3.      Bagaimana materi  pendidikan Islam ditinjau dari segi ontologi?

C.   Tujuan dan Manfaat
1.      Tujuan
Dalam pembahasan makalah ini, tujuan yang ingin dicapai adalah untuk:
a.    Memahami  pengertian dan ruang lingkup materi pendidikan Islam
b.    Mengetahui relevansi materi pendidikan Islam dengan pembinaan peserta didik dan dunia kerja
c.    Mengetahui bagaimana konsep materi pendidikan Islam ditinjau dari segi ontologi.
2.    Manfaat
Adapun manfaat makalah ini menurut penulis adalah:
a.   Untuk memberikan konstribusi dalam mengungkapkan pengertian, ruang  lingkup, relevansi dan ontologi materi pendidikan Islam
b.    Menambah khazanah ilmu pengetahuan, khususnya bidang studi pemikiran pendidikan dalam Islam.


  
BAB II   
 PEMBAHASAN

A.  Pengertian dan Ruang Lingkup Materi Pendidikan Islam
Materi pendidikan Islam  terkait dengan kurikulum. Kurikulum ialah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh dan dipelajari oleh peserta didik untuk memperoleh sejumlah pengetahuan[4]. Menurut pandangan modern, kurikulum  adalah semua yang secara nyata terjadi dalam proses pendidikan di sekolah. Dalam artian bahwa semua pengalaman belajar  itulah kurikulum.[5] Kurikulum tersebut dirancang sedemikian rupa agar dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Materi pendidikan merupakan bahan yang akan disajikan kepada peserta didik dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Materi pelajaran tersebut telah ditetapkan dalam kurikulum yang disusun bersama oleh pengambil kebijakan satuan pendidikan dan disesuaikan dengan kurikulum nasional dan kearifan lokal. Dengan demikian, materi pendidikan ialah semua bahan pelajaran yang disampaikan kepada peserta didik dalam suatu sistem institusional pendidikan.[6] Materi pendidikan  merupakan substansi ilmu pengetahuan yang ditransmisikan kepada peserta didik agar diketahui, dikembangkan, dan diamalkan.
Dalam pendidikan Islam, materi pelajaran adalah sumber normative Islam, yaitu Al-Qur’an dan al-Sunnah. Secara filosofis, rumusan materi pendidikan Islam adalah seperangkat bahan yang dijadikan sajian dalam upaya mengembangkan kepribadian yang selaras dengan Al-Qur’an,  yaitu manusia yang bertakwa.[7]dimana rumusan materi pelajaran tersebut dilakukan untuk mencapai tujuan pendidikan Islam yaitu agar tercapai keseimbangan pertumbuhan kepribadian peserta didik secara menyeluruh dan seimbang yang dilakukan melalui latihan jiwa, akal pikiran (intelektual), diri manusia yang rasional; perasaan dan indra.[8]karena itu, materi pendidikan Islam hendaknya mencakup pengembangan seluruh aspek fitrah peserta didik; aspek spiritual, intelektual, imajinasi, fisik, ilmiah dan bahasa, baik secara individual maupun kolektif serta mendorong semua aspek tersebut berkembang ke arah kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan terakhir pendidikan muslim terletak pada perwujudan ketundukan yang sempurna kepada Allah, baik secara pribadi, komunitas, maupun seluruh umat manusia.
Dari pernyataan di atas dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan materi pendidikan Islam adalah sejumlah organisasi bidang berupa  isi  dari segala konsep pendidikan Islam yang akan disampaikan kepada peserta didik  di lembaga pendidikan.
Pada Masa Nabi Muhammad saw. kurikulum pendidikan terdiri atas: membaca Al-Qur’an, rukun iman, rukun Islam, akhlak, dasar ekonomi, politik, pendidikan jasmani, membaca dan menulis.[9] Sehingga dapat disimpulkan bahwa kurikulum pada masa Nabi Muhammad saw. secara keseluruhan telah mencakup pembinaan aspek jasmani, akal dan rohani.
Pada masa khulafaurrasyidin, kurikulum itu telah bertambah. Umar bin Khathab menginstruksikan kepada penduduk kota agar anak-anak diajarkan berenang, menunggang kuda, memanah membaca dan menghafal syair yang mudah dan  peribahasa. Disekolah menengah tingkat tinggi, pengajaran terdiri atas Al-Qur’an dan tafsirnya, hadis dan pengumpulannya, fikih. Sains dan filsaft belum dimasukkan ke dalam kurikulum pada masa itu. Pada masa itu kebudayan Yunani telah tersebar di Mesir dan Persia, tetapi belum diajarkan. Nanti pada masa Abbasiyah, pengetahuan umum baru diajarkan.
Sehingga dapat dipahami bahwa materi pendidikan pada masa Nabi Muhammad saw. dan khulafaurrasyidin telah cukup komprehensif. Karena segala aspek yang terdapat dalam diri manusia masing-masing mendapat perhatian. Akan tetapi belum maju sebab pengetahuan pada masa itu memang belum berkembang. Akan tetapi pada masa Abbasiyah lebih memperhatikan aspek akal, tetapi aspek jasmani malah tidak diperhatikan, sementara aspek rohani  mendapat tambahan pelajaran musik.
Dalam hal ini, beberapa cendekiawan Muslim memberikan pernyataan mengenai materi pendidikan Islam yang harus diberikan kepada peserta didik. Di antaranya adalah Ibnu Khaldun yang menyatakan bahwa materi pendidikan Islam pada masa kanak-kanak adalah mengajarkan al-Qur’an, sebab meresapkan al-Qur’an di dalam hati akan memperkuat iman. Oleh karena itu, al-Qur’an menjadi dasar pengajaran yang patut didahulukan sebelum mengembangkan kemampuan-kemampuan lain.[10] Sejalan dengan hal tersebut, al-Ghazali mengemukakan  bahwa sebaiknya peserta didik diajarkan al-Qur’an, sejarah kehidupan orang-orang besar, hukum-hukum agama, dan sajak-sajak.[11] Dengan tetap selalu berlandaskan pada al-Qur’an dan al-Sunnah. Materi pendidikan hendaknya dirancang sedemikian rupa dan tentunya materi tersebut hendaknya mengacu kepada tercapainya kebahagiaan hidup di dunia maupun di akhirat.[12]  
Ibnu Sina memberikan klasifikasi ilmu pengetahuan menjadi dua macam yaitu: (1). Ilmu teoritis yang terdiri atas ilmu alam dan ilmu riyadi (ilmu matematika) serta ilmu ilahi, yaitu ilmu yang mengandung iktibar tentang maujud dari alam dan isinya yang dianalisi secara jujur dan jelas, (2). Ilmu-ilmu amali yang terdiri dari berbagai ilmu pengetahuan yang prinsip-prinsipnya berdasarkan atas sasaran-sasaran analisisnya. Misalnya  ilmu yang menganalisis tentang perilaku manusia dilihat dari aspek individual maka timbullah ilmu akhlak, jika menganalisis tentang perilaku manusia dilihat dari berbagai aspek sosial maka timbul ilmu siasat (ilmu politik).[13]Seperti halnya pendapat para filosof Islam lainnya, filsafat mencakup seluruh ilmu pengetahuan yang tujuannya untuk mengungkap hakikat kebenaran segala sesuatu. Harold H. Titus, mengatakan bahwa filsafat adalah mengintegrasikan pengetahuan manusia dari berbagai lapangan pengalaman manusia yang berbeda-beda dan menjadikan suatu pandangan yang komprehensif tentang alam semesta, hidup dan makna hidup.[14]
Materi ilmu pengetahuan yang tersusun dalam kurikulum pendidikan Islam itu nilainya diukur berdasarkan firman-Nya dalam QS. al-Mujaadilah/58: 11.
Æìsùötƒ ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uyŠ 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ׎Î7yz
Terjemahnya:
Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan[15]

Dengan mempelajari ilmu agama, peserta didik diharapkan lebih dekat kepada Allah dan dengan melalui ilmu pengetahuan yang lainnya anak didik akan mendapatkan kesejahteraan, kemajuan hidup duniawi yang menjadi bekal hidup akhiratnya. Ilmu-ilmu pengetahuan itu menurut pandangan Islam, tidak terlepas hubungannya dengan ilmu-ilmu Allah. Oleh karena itu, orang yang berilmu pengetahuan akan mampu mengenal Allah sesuai dengan prinsip-prinsip pendekatan disiplin keilmuannya masing-masing. Semuanya akan mengalir  ke arah yang maha Esa sebagai sumber segala ilmu.
Kemudian, Ibn al-Araby menilai bahwa isi materi pendidikan bagi anak yang sudah berakal agar diajarkan iman, menulis dan hitung, syair-syair arab asli, ilmu tata bahasa, sedikit tentang saraf, dan hafalan al-Qur’an.[16] Pandangan Ibn al-Araby sesuai dengan semangat zamannya, dimana tradisi intelektual yang berkembang, di samping internalisasi keimanan, juga adalah sastra  dan  semantik. Melihat kondisi sekarang tentu sudah mengalami perbedaan situasi dan kondisi, tetapi pandangan Ibn al-Araby dapat dipahami  bahwa seorang anak yang sudah berakal, materi yang urgen diberikan adalah aspek teologis, kajian al-Qur’an, dan pengembangan bahasa, baik sebagai instrumen mengkaji al-Qur’an maupun pada aspek komunikasi dan diplomasi.
Selanjutnya, materi pendidikan Islam dilingkungan keluarga dapat disesuaikan dengan landasan dasar, fungsi, dan tujuan yang termaktub dalam ilmu pendidikan teoritis. dalam hal ini penulis akan fokus membahas materi pendidikan yang disampaikan oleh Luqman al-Hakim terhadap anaknya, yaitu:
1. Tauhid
Materi yang berkenaan dengan tauhid ini bisa dilihat dalam nasehat Luqman al-Hakim dalam QS. Luqman/31:13.
ø øŒÎ)ur tA$s% ß`»yJø)ä9 ¾ÏmÏZö/ew uqèdur ¼çmÝàÏètƒ ¢Óo_ç6»tƒ Ÿw õ8ÎŽô³è@ «!$$Î/ ( žcÎ) x8÷ŽÅe³9$# íOù=Ýàs9 ÒOŠÏàtã  
Terjemahnya:
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.[17]

Penulis berpandangan bahwa ayat ini memiliki kandungan makna  bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah. Dan jika di dalam hati masih terdapat suatu keikhlasan yang  tidak tulus dalam menyembah Allah, maka perbuatan tersebut termasuk perbuatan syirik.


2. Akhlak
Materi kedua yang terkandung di dalam kisah Luqman al-Hakim adalah materi akhlak. Materi yang dimaksudkan disini adalah segala nilai yang terkandung di dalam kisah tersebut yang berhubungan erat dengan akhlak yang mencakup ajaran akhlak yang diberikan Tuhan, juga akhlak yang disampaikan Luqman al-Hakim. Akhlak adalah sikap yang melahirkan perbuatan dan tingkah laku manusia.[18]
Dari kisah Luqman al-Hakim, terdapat beberapa bentuk akhlak yang dijadikan kerangka dasar pembentukan sikap, baik secara Lahir maupun batin. Bentuk akhlak atau sasaran akhlak itu adalah Akhlak terhadap Allah. akhlak terhadap orang tua, akhlak terhadap sesama manusia dan akhlak terhadap lingkungan.[19].
3. Ibadah
 Materi ibadah ini dapat dilihat dari nasehar Luqman sebagaimana tercantum dalam QS. Luqman/31:17.
¢Óo_ç6»tƒ ÉOÏ%r& no4qn=¢Á9$# öãBù&ur Å$rã÷èyJø9$$Î/ tm÷R$#ur Ç`tã ̍s3ZßJø9$# ÷ŽÉ9ô¹$#ur 4n?tã !$tB y7t/$|¹r& ( ¨bÎ) y7Ï9ºsŒ ô`ÏB ÇP÷tã ÍqãBW{$#  
Terjemahnya:
Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).[20]

Pengertian etimologis ibadah adalah pengabdian. Sedangkan terminologis ibadah yaitu pengabdian yang dimaksud oleh agama Islam yaitu berserah diri kepada kehendak Allah dan ketentuan Allah swt. untuk memperoleh ridha-Nya (mardhatillah).[21]
4. Mu’amalah
Pendidikan Mu’amalah yang diajarkan Luqman al-Hakim kepada anaknya paling tidak memiliki esensi tujuan yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan. Tujuan pendidikan mu’amalah itu adalah membentuk kehidupan yang baik, membina kepribadian, dan mengetahui hak dan kewajiban bermasyarakat.
Dalam ranah pendidikan formal di Indonesia, terdapat sistem pendidikan yang dikotomis sehingga materi pelajaran berbeda bobotnya antara satuan pendidikan  Islam dan satuan pendidikan umum. Materi pendidikan agama Islam pada sekolah umum telah diatur dalam Silabus PAI, melalui defenisi pendidikan agama Islam yang diberikan Puskur Balitbang Depdiknas RI, yaitu rumpun mata pelajaran yang mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memperteguh iman dan takwa kepada Tuhan yang maha esa, serta berakhlak mulia/budi pekerti luhur dan menghormati penganut agama lain. Ruang lingkup materi pendidikan agama Islam, tardiri atas aspek: al-Qur’an, keimanan/aqidah, akhlak mulia, fiqhi ibadah/muamalah, dan tarikh Islam.[22] Namun demikian, materi-materi keislaman yang disajikan di sekolah umum masih bersifat teoretis-normatif, dan kurang pada aspek penghayatan dan implementasi. Hal ini disebabkan oleh padatnya materi yang akan disajikan dan terbatasnya waktu yang tersedia.
Jadi Materi pendidikan sangat menentukan dalam proses pendidikan, sebab melalui materi inilah, segala aspek kependidikan ditanamkan kepada peserta didik. Materi juga memiliki hubungan yang integral dengan unsur lainnya, apalagi jika dikaitkan dengan tujuan pendidikan. Artinya tujuan tidak mungkin tercapai kecuali materi yang akan dikembangkan terseleksi  secara  baik dan tepat.
Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa di lingkungan keluarga merupakan kegiatan pendidikan pertama dan utama. Dimana materi pendidikan yang diterapkan  berorientasi pada pendidikan spiritual dan akhlakul karimah. Kemudian di lingkungan pendidikan formal adalah pengembangan kognitif, psikomotorik, dan sosial-intrapersonal. sedangkan di lingkungan pendidikan masyarakat adalah pengembangan dalam bentuk implementatif dari berbagai aspek. Selain itu, dapat pula dipahami bahwa jelas materi pendidikan Islam mempunyai peran penting dalam upaya untuk mencapai tujuan pendidikan. Apalagi dengan tujuan pendidikan Islam yang begitu kompleks, peserta didik  tidak hanya memiliki kemampuan secara afektif, kognitif maupun psikomotorik,  tetapi dalam dirinya harus tertanam sikap dan pribadi yang berakhlakul karimah.

B.   Relevansi Materi Pendidikan Islam dengan pembinaan Peserta Didik dan Dunia Kerja
Usaha mengembangkan kualitas sumber daya manusia menjadi semakin penting bagi setiap bangsa dalam menghadapi era persaingan global. Tanpa sumber daya manusia yang berkualitas, suatu bangsa pasti akan tertinggal dari bangsa lain dalam percaturan dan persaingan kehidupan dunia internasional yang semakin kompetitif. Pengembangan dan peningkatan kemampuan sumber daya manusia seutuhnya, merupakan faktor pokok sekaligus penentu bagi berlangsungnya kehidupan pembangunan suatu bangsa.  
Namun demikian, meskipun telah munculnya berbagai gagasan yang bertujuan meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia, akan tetapi semua itu masih terkesan bersifat parsial dan temporal. Fuad Hasan misalnya, lebih menekankan penyederhanaan kurikulum dan dimasukannya  muatan lokal. meskipun upaya tersebut merupakan upaya untuk menjawab tantangan zaman, namun disisi lain terkesan tidak bersifat berkesinambungan bahkan kemudian menjadi sebuah “agenda yang tak terselesaikan”.[23]Akibatnya, sistem yang ditawarkan tak ubahnya merupakan sebuah bentuk “laboratorium  robotisasi”, di mana peserta didik sebagai “kelinci percobaan”.
Relevansi pendidikan merupakan salah satu masalah pokok pendidikan di Indonesia. Oleh karena itu, berbagai program pendidikan, yang mengacu pada tema relevansi ini, terus dilakukan sejak pelita 1 (awal pemerintahan Soeharto) sampai sekarang, walaupun sampai saat ini masih banyak permasalahan dan tantangan yang perlu mendapat perhatian. Masalah relevansi terlihat dari banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu yang tidak siap secara kemampuan kognitif dan teknikal untuk melanjutkan ke satuan pendidikan di atasnya. Masalah relevansi juga dapat diketahui dari banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu, yaitu sekolah kejuruan dan pendidikan tinggi yang belum atau bahkan tidak siap untuk bekerja.
Perlunya penyesuaian dan peningkatan materi program pendidikan agar secara lentur bergerak cepat sejalan dengan tuntutan dunia kerja serta tuntutan kehidupan masyarakat yang berubah secara terus menerus. Sebagai wujud nyata upaya tersebut, antara lain telah dilakukan perubahan kurikulum yang berorientasi pada tujuan. Hal tersebut dimaksudkan agar tercapai keselarasan antara kurikulum dengan kebijakan baru di bidang pendidikan, meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengajaran serta meningkatkan mutu lulusan, juga merelevansikan pendidikan dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat.[24]
Menurut John Dewey, materi pembelajaran dan metode reflektif di dalam memecahkan masalah, yaitu proses berpikir hati. Dalam menentukan materi pembelajaran atau bahan ajar tidak lepas dari filsafat dan teori pendidikan dikembangkan. Dalam praktiknya untuk menentukan materi pembelajaran perlu memperhatikan hal-hal berikut:
1.    Sahih (valid); dalam arti materi yang dituangkan dalam pembelajaran benar-benar telah teruji kebenaran dan kasahihannya. Dsamping itu, juga materi yang diberikan merupakan materi yang aktual, tidak ketinggalan zaman, dan memberikan kontribusi untuk pemahaman ke depan.
2.    Tingkat kepentingan; materi yang dipilih benar-benar diperlukan peserta didik.
3.    Kebermaknaan; materi yang dipilih dapat memberikan manfaat akademis maupun non akademis. Manfaat akademis yaitu memberikan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan yang akan dikembangkan lebih lanjut pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Sedangkan manfaat non akademis dapat mengembangkan kecakapan hidup dan sikap yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.
4.    Layak dipelajari; materi memungkinkan untuk dipelajari baik dari aspek tingkat kesulitannya (tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit) maupun aspek kelayakannya terhadap pemanfaatan materi dan kondisi setempat.
5.    Menarik minat; materi yang dipilih hendaknya menarik minat dan dapat memotivasi peserta didik untuk mempelajari lebih lanjut, menumbuhkan rasa ingin tahu sehingga memunculkan dorongan untuk mengembangkan sendiri kemampuan mereka.[25]
Berdasarkan rumusan yang perlu diperhatikan dalam menentukan materi pembelajaran tersebut di atas, maka penulis dapat memahami bahwa dalam pelaksanaan proses belajar mengajar, seorang pendidik harus memperhatikan beberapa hal dalam menentukan materi pembelajaran yang akan diajarkan kepada peserta didik. agar dengan materi pembelajaran tersebut, peserta didik mampu mengembangkan dirinya sehingga dapat hidup secara  layak dan berguna ditengah-tengah komunitas sosialnya dan mampu meraih kesempurnaan hidup dalam segala aspeknya sesuai dengan tuntutan masyarakat dan dunia kerja pada zaman dimana mereka hidup.
Dalam Rangka Meningkatkan relevansi pendidikan, Depdikbud (1999) mengkaji berbagai upaya yang dapat dilakukan. Pertama, untuk menjamin pendidikan melalui program wajib belajar pendidikan 9 tahun yang bermutu dan lebih fungsional, baik bagi individu maupun masyarakat, diperlukan keterlibatan para tokoh masyarakat, disamping para ahli untuk merancang isi kurikulum dan jenis-jenis kegiatan pembelajarannya. Dengan demikian, diharapkan para lulusan memiliki kualifikasi kemampuan dasar, baik untuk melanjutkan studi maupun terjun ke masyarakat dengan kualifikasi minimal. Kedua, untuk menghadapi tantangan globalisasi yang menuntut kualifikasi tertentu serta perubahan dan perkembangan berbagai bidang, setiap lulusan dari setiap jenis dan jenjang pendidikan perlu terus diorientasikan pada upaya tidak hanya menguasai kemampuan akademik dan keterampilan teknis saja, tetapi juga kompetensi dalam bidang generik yang meliputi manajemen diri, keterampilan komunikasi, manajemen orang lain dan tugas, serta kemampun memobilisasi inovasi dan perubahan. Dalam rangka menengah, implementasi pendidikan keterampilan generik ini sudah harus masuk dalam kurikulum seluruh jenjang dan jenis pendidikan secara komprehensif dalam program kurikulum, ekstrakurikuler, maupun kurikulum tersembunyi (hidden kurikulum).
Prinsip relevansi merupakan prinsip umum yang digunakan di Indonesia di samping prinsip efisiensi dan efektivitas, kontinuitas, fleksibilitas program, serta pendidikan seumur hidup. Prinsip relevansi , suatu pendidikan akan bermakna apabila kurikulum yang dipergunakan relevan dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat.
Jadi, salah satu fungsi dari manajemen kurikulum adalah meningkatkan relevansi dan efektivitas pembelajaran sesuai dengan kebutuhan peserta didik maupun lingkungan sekitar peserta didik, kurikulum yang dikelola   secara  efektif dapat memberikan kesempatan dan hasil yang relevan dengan kebutuhan peserta didik maupun lingkungan sekitar. Pada jenjang pendidikan dasar,  masalah relevansi ini, terutama ditujukan agar para lulusan mampu mengisi berbagai jenis lapangan kerja yang ada dimasyarakat sesuai dengan keterampilan yang dimilikinya. Dengan demikian, bekal pengetahuan dan keterampilan harus sejak dini dikaitkan dengan kebutuhan masyarakat dan lingkungan, serta dikelola dengan sebaik-baiknya.
C.   Materi Pendidikan  Islam Ditinjau dari Segi Ontologi
Dalam kajian tentang pemikiran pendidikan dalam Islam. Pendidikan yang difokuskan kepada Ontologi ini berusaha untuk mengupas tentang  materi pendidikan Islam. Sementara itu, ontologi sendiri memiliki arti ilmu hakikat.[26]  Hakikat ialah realitas, realitas ialah ke-real-an, real yakni kenyataan yang sebenarnya, kenyataan yang sesungguhnya, keadaan sebenarnya sesuatu, bukanlah keadaan yang sementara atau keadaan yang menipu, bukan pula keadaan yang berubah.[27] Jadi, ontologi pendidikan adalah menyelami berbagai hakikat dari komponen-komponen  dalam pendidikan Islam. Akan tetapi dalam hal ini penulis hanya fokus untuk  mengkaji satu komponen saja yaitu hakikat materi pendidikan Islam.
Materi pendidikan pada hakikatnya adalah Isi kurikulum.  Dalam undang-undang pendidikan tentang sistem pendidikan Nasional telah ditetapkan bahwa “isi kurikulum merupakan bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan penyelenggaraan satuan pendidikan yang bersangkutan dalam rangka upaya pencapaian tujuan pendidikan.[28]  Isi kurikulum hendaknya memuat segala aspek yang berhubungan dengan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik yang terdapat pada isi setiap mata pelajaran yang disampaikan dalam kegiatan proses pembelajaran. Selain itu, Isi kurikulum dan kegiatan pembelajaran diarahkan untuk mencapai tujuan dari semua aspek tersebut.[29]
Dengan demikian, Untuk menentukan materi kurikulum tersebut harus disesuaikan dengan tingkat dan jenjang pendidikan, perkembangan yang terjadi di Masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, disamping juga tidak terlepas dari kaitannya dengan kondisi peserta didik pada setiap jenjang pendidikan tersebut.
Beberapa alasan perlunya pilihan materi pendidikan yang didasarkan pada luasnya ilmu pengetahuan. Sehingga tanpa adanya pilihan materi, bisa mengaburkan dalam pelaksanaan pendidikan, karena dapat terjadi apa yang dipelajari di sekolah beraneka ragam coraknya, sehingga apa yang ditetapkan dalam tujuan pendidikan tidak tercapai sebagaimana mestinya.[30]
Sesuai dengan rumusan tersebut, isi kurikulum dikembangkan dan disusun berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.    Materi pendidikan berupa bahan pelajaran yang terdiri atas bahan kajian atau topik-topik pelajaran yang dapat dikaji oleh peserta didik dalam proses belajar dan pembelajaran.
2.    Materi pendidikan mengacu pada pencapaian tujuan masing-masing satuan pendidikan . perbedaan ruang lingkup dan urutan bahan pelajaran disebabkan oleh perbedaan tujuan satuan pendidikan tersebut.
3.    Materi pendidikan diarahkan mencapai tujuan pendidikan nasional. Dalam hal ini, tujuan pendidikan Nasional merupakan target tertinggi yang hendak dicapai melalui penyampaian materi pendidikan.[31]
Al-Syaibani mengatakan bahwa kurikulum pendidikan Islam seharusnya mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1.    Kurikulum pendidikan Islam harus menonjolkan mata pelajara agama dan akhlak.
2.    Kurikulum pendidikan Islam harus memperhatikan pengembangan menyeluruh aspek pribadi peserta didik.
3.    Kurikulum pendidikan Islam memperhatikan keseimbangan antara pribadi dan masyarakat, dunia dan akhirat; jasmani, akal dan rohani manusia.
4.    Kurikulum pendidikan Islam memperhatikan juga seni halus.
5.    Kurikulum pendidikan Islam mempertimbangkan kebudayaan yang sering terdapat di tengah manusia.[32]
Selain itu, al-Abrasyi dan Ahmad Tafsir mengungkapkan bahwa dalam merencanakan kurikulum pendidikan Islam hendaknya dipertimbangkan prinsip-prinsip. Prinsip-prinsip yang dimaksud adalah: Harus ada  mata pelajaran yang ditujukan untuk mendidik rohani, berisi tuntunan cara hidup,  hendaknya mengandung kelezatan ilmiah, bermanfaat secara praktis bagi kehidupan; dengan kata lain ilmu itu harus diimplementasikan dalam kehidupan, mata pelajaran yang diberikan berguna dalam mempelajari ilmu lain.[33]
Dari uraian tersebut, dapat dipahami bahwa komponen-komponen pendidikan tidak terlepas dari nilai ontologi yang mendasarinya. Konsep materi pendidikan  selalu memberikan corak dan warna terhadap setiap nilai pendidikan yang diberikan kepada peserta didik. Konsep materi pendidikan yang diberikan tidak pernah kering dari nilai-nilai kebenaran. Oleh karena itu, proses pendidikan tidak akan menyimpang dari konsep ontologis yang mendasarinya. Sehingga jelas terlihat bahwa peran ontologi dalam bidang pendidikan mencoba memberikan jawaban tentang hakekat dari segala sesuatu yang ingin diketahui.


BAB III
 PENUTUP

A.  Kesimpulan
Untuk menjawab masalah pokok yang terdapat dalam rumusan masalah, makalah ini telah membahas tentang pengertian materi pendidikan Islam dan ruang lingkup pembahasannya, relevansi materi Pendidikan Islam bagi pembinaan peserta didik, serta materi pendidikan Islam ditinjau dari segi ontologinya.
Adapun kesimpulan jawaban atas masalah pokok yang diajukan dalam makalah ini, dikemukakan sebagai berikut:
1.    Materi pendidikan sangat menentukan dalam proses pendidikan, sebab tujuan tidak mungkin tercapai kecuali materi yang akan dikembangkan terseleksi secara baik dan tepat. Pada hakikatnya antara materi dan kurikulum mengandung arti yang sama, yaitu bahan-bahan pelajaran yang disajikan dalam proses kependidikan dalam suatu sistem institusional pendidikan. Sehingga dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan materi pendidikan adalah sejumlah organisasi bidang berupa isi dari segala konsep pendidikan yang akan disampaikan kepada peserta didik. Dimana proses penyampaiannya, dilakukan di lembaga pendidikan, baik pendidikan informal, formal dan non formal.
2.    Relevansi pendidikan merupakan salah satu problematika yang dihadapi oleh sistem pendidikan yang ada di Indonesia. Salah satu problematika pendidikan yang berhubungan dengan relevansi adalah perlunya penyesuaian dan peningkatan materi program pendidikan yang sejalan dengan tuntutan dunia kerja serta tuntutan dalam kehidupan masyarakat yang selalu berubah. Salah satu upaya yang telah dilakukan dalam rangka meningkatkan relevansi pendidikan adalah diupayakan setiap lulusan dari setiap jenis dan jenjang pendidikan perlu terus diorientasikan pada upaya untuk menguasai kemampuan akademik dan  kompetensi dalam bidang generik.
3.    Pembahasan tentang ontologi sebagai dasar ilmu berusaha untuk menghadapi persoalan bagaimana menerangkan hakikat dari segala yang ada dan yang mungkin ada. Dimana hakikat adalah kenyataan sebenarnya sesuatu, bukan kenyataan sementara atau keadan yang menipu, juga bukan kenyatan yang berubah. Materi pendidikan pada hakikatnya adalah Isi kurikulum.  Isi kurikulum hendaknya memuat segala aspek yang berhubungan dengan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik yang terdapat pada isi setiap mata pelajaran yang disampaikan dalam kegiatan proses pembelajaran. 

B.   Implikasi
Penulis menyadari bahwa makalah ini belum mampu mengupas secara mendalam tentang ruang lingkup, relevansi  dan ontologi  materi pendidikan Islam. Oleh karena itu, penting rasanya untuk diutarakan bahwa  saran dan kritik yang sifatnya membangun dari hasil diskusi sekiranya akan membantu  mengoptimalisasi dalam tulisan makalah ini dan akan lebih menyenangkan apabila dalam kritik dan saran tersebut disertai rujukan yang jelas, yang akan mempermudah dalam proses pelacakan.



DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Tafsir. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Cet. 8; Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008.

_____________. Filsafat Umum; Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001.

Adi Sasono. Solusi Islam atas Problematika Umat Ekonomi, Pendidikan dan Dakwah.  Cet.1; Jakarta: Gema Insani Press, 1998.

Amsal Bakhtiar. Filsafat Ilmu. Cet.10; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011.

Armai Arief. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Cet. 1; Jakarta: Ciputat pers, 2002.

Barsihannor. Belajar dari Luqman al-Hakim. Cet.1; Yogyakarta: Kota Kembang, 2009.

Burhanuddin Salam. Pengantar Filsafat. Cet. 7; Jakarta: PT.Bumi Aksara, 2008.

Dadang Suhardan, dkk. Manajemen pendidikan.  Cet.1; Bandung: Alfabeta, 2009.

Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahannya.  Bandung: CV. Penerbit J-ART, 2005.

Daud Ali, Mohammad. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Rajawali Pers, 2008.

Hamdani Ihsan, dkk. Filsafat Pendidikan Islam.  Bandung: Pustaka Setia, 2007.

Moh. Chudlori Umar.  http://fahdamjad.files.wordpress.com/pendidikan-Islam-kontemporer.pdf (28 Maret 2012).

Muh. Ruddin Emang. Pendidikan Agama Islam. Cet.1; Makassar: Yayasan Fatiya, 2002.

M.Arifin. Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Teoritis dan praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner Edisi Revisi.  Cet. 2; Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006.

Mulyasa. Manajemen Berbasis Sekolah Konsep; Strategi dan Implementasi. Cet. 9; Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005.
                          
Oemar Hamalik. Kurikulum dan Pembelajaran.  Cet. 4; Jakarta: PT. Bumi Aksar, 2003.

Syaibany, Umar Muhammad al-Toumy. Falsafatut Tarbiyyah Al-Islamiyah. diterjemahkan oleh Hasan Langgulung dengan judul  Filsafat Pendidikan Islam.  Jakarta: Bulan Bintang, 1979.

Samsul Nizar. Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka Tentang Pendidikan Islam. Cet. 1; Jakarta: Kencana, 2008.

Sofan Amri dan Lif Khoiru Ahmadi. Konstruksi Pengembangan Pembelajaran; Pengaruhnya terhadap Mekanisme dan Praktik Kurikulum. Cet.1; Jakarta: PT. Prestasi Pustakaraya, 2010.

Puskur Balitbang Depdiknas. Naskah Akademik Kajian Kebijakan Kurikulun Mata Pelajaran Pendidikan Agama.  Jakarta: Balitbang Depdiknas, 2007.

Samsul Nisar. Pengantar Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam. Cet.1;Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001.

Syafruddin Nurdin dan M. Basyiruddin Usman, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum  Cet.2; Jakarta: Ciputat Press, 2003.












[1]Samsul Nisar, Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam (Cet. 1; Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001), h. vii
[2]Khaeruddin, Ilmu Pendidikan Islam; Mendesain Insan yang Hakiki dan Mengintip Muslimah dalam Sejarahnya  (Cet. 1; Makassar: CV. Berkah Utami, 2002), h. 20
[4]Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran (Cet, 4; Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2003), h. 16
[5]Ahmad Tafsir,  Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (Cet. 8; Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008), h. 53
[6]Hamdani Ihsan dkk., Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2007), h. 133
[7]Moh. Chudlori Umar, http://fahdamjad.Files.wordpres.com/pendidikan-islam-kontemporer.pdf  (28 Maret 2012)
[8]Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka Tentang Pendidikan Islam. (Cet. 1; Jakarta: Kencana, 2008), h. 119.
[9]Ahmad Tafsir, op.  cit., h. 60.
[10]Umar Muhammad al-Toumy  al-Syaibany, Falsafatut Tarbiyyah  Al-Islamiyah, diterjemahkan oleh Hasan Langgulung dengan judul  Falsafah Pendidikan Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h. 497.  
[11]Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam  (Cet. 1; Jakarta: Ciputat pers, 2002), h. 30
[12]Adi Sasono, Solusi Islam atas Problematika Umat Ekonomi, Pendidikan dan Dakwah (Cet.1; Jakarta: Gema Insani Press, 1998), h. 93
[13]M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisiplner Edisi Revisi (Cet. 2; Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006), h. 139.
[14]Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat  (Cet. 7; Jakarta: PT.Bumi Aksara, 2008), h.58
[15]Departemen Agama RI, AL-Qur’an dan Terjemahannya (Bandung: CV. Penerbit J-ART, 2005), h. 544
[16]Umar Muhammad al-Toumy al-Syaibany, op. cit., h. 493.
[17]Departemen Agama RI, op. cit., h. 413.
[18]Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam ( Jakarta: Rajawali Pers, 2008), h. 351.
[19]Barsihannor, Belajar dari Luqman al-Hakim (Cet.1; Yogyakarta: Kota Kembang, 2009), h. 53.
[20]Departeman Agama RI, op.cit., h. 413.
[21]Muh. Ruddin Emang, Pendidikan Agama Islam (Cet.1; Makassar: Yayasan Fatiya, 2002), h. 71
[22]Puskur Balitbang Depdiknas, Naskah Akademik Kajian Kebijakan Kurikulun Mata Pelajaran Pendidikan Agama   (Jakarta: Balitbang Depdiknas, 2007), h. 3.
[23]Samsul Nizar, op. cit., h. 189.
[24]E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah Konsep, Strategi dan Implementasi (Cet. 9; Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), h. 7.
[25]Sofan Amri dan Lif Khoiru Ahmadi, Konstruksi Pengembangan Pembelajaran; Pengaruhnya terhadap Mekanisme dan Praktik Kurikulum. (Cet.1; Jakarta: PT. Prestasi Pustakaraya, 2010), h. 111
[26]Ahmad Tafsir, Filsafat Umum: Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra   (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), h. 28.
[27]Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu (Cet.10; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011), h. 131.
[28]Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran  (Cet.4; Jakarta: Bumi Aksara, 2003), h. 25.
[29]Dadang Suhardan, dkk, Manajemen pendidikan (Cet.1; Bandung: Alfabeta, 2009), h. 195.
[30]Syafruddin Nurdin dan M. Basyiruddin Usman, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum (Cet.2; Jakarta: Ciputat Press, 2003), h. 54.
[31]Oemar Hamalik, op. cit., h. 25.
[32]Ahmad Tafsir, op. cit., h. 65.
[33]Ibid, h. 66.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH EVALUASI PENDIDIKAN

KOMUNIKASI DAN KOORDINASI