MATERI PENDIDIKAN ISLAM
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pada
dasarnya, Pendidikan dalam perspektif Islam berupaya untuk mengembangkan
seluruh potensi peserta didik seoptimal mungkin, baik
dari aspek jasmani maupun aspek rohani.[1] Pendidikan pada bangsa ini
telah terjadi dikotomi, yakni antara pendidikan umum dan pendidikan Islam. Dua hal ini telah menjadikan suatu problem
tersendiri dalam dunia pendidikan. Sebab, salah satu sisi yang mengatasnamakan
pendidikan Islam adalah sebuah pendidikan yang dilakukan oleh sekelompok orang
yang beragama Islam, nama lembaganya adalah lembaga pendidikan
Islam, dan materinya didominasi oleh ajaran-ajaran Islam dari al-Qur'an dan
Hadis yang merupakan landasan Islam. Jika demikian akan bermunculan pula yang
dinamakan pendidikan Kristen, pendidikan Hindu dan lain-lain, bahkan bisa saja
terjadi pendidikan komunis, pendidikan Atheis dan lain sebagainya.
Secara filosofis materi pendidikan agama
Islam sangat terkait dengan pedoman
hidup manusia, tujuan hidup manusia dan tujuan pendidikan secara universal. Hal ini sejalan
dengan pendapat Muhammad
Munir Mursiy, bahwa Pendidikan Islam mengantarkan manusia untuk merealisasikan kebahagiaan dunia dan akhirat, juga
meningkatkan takwa kepada Allah swt., meningkatkan kemampuan dan peranan
manusia dalam memakmurkan bumi ini serta menguatkan tali persaudaraan sesama muslim.[2]
Masalah yang muncul adalah adanya kesenjangan antara relevansi
(kesesuaian) pemilikan pengetahuan, keterampilan dan sikap lulusan suatu
sekolah dengan kebutuhan masyarakat (kebutuhan tenaga kerja). Menurut
data Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus
sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah
ketenagakerjaan tersendiri.[3]
Hal tersebut juga dapat dilihat
dengan meningkatnya
jumlah pertumbuhan
pengangguran di Indonesia.
Sering
didapatkan lulusan SLTA yang
menganggur, bahkan tidak
jarang pula didapatkan
para sarjana yang menganggur.
Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan
kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang fungsional
terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia
kerja.Oleh karena itu dalam kajian makalah
ini, lebih menekankan kepada ruang lingkup, relevansi, dan ontologi materi
pendidikan Islam.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
uraian latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka permasalahan
yang akan menjadi pembahasan dalam makalah ini adalah:
1.
Bagaimana
pengertian materi pendidikan Islam dan ruang lingkup pembahasannya?
2.
Bagaimana
relevansi materi pendidikan Islam dengan pembinaan peserta didik dan dunia
kerja?
3.
Bagaimana
materi pendidikan Islam ditinjau dari
segi ontologi?
C.
Tujuan
dan Manfaat
1.
Tujuan
Dalam pembahasan
makalah ini, tujuan yang ingin dicapai adalah untuk:
a.
Memahami pengertian dan ruang lingkup materi
pendidikan Islam
b.
Mengetahui
relevansi materi pendidikan Islam dengan pembinaan peserta didik dan dunia
kerja
c.
Mengetahui
bagaimana konsep materi pendidikan Islam ditinjau dari segi ontologi.
2.
Manfaat
Adapun manfaat
makalah ini menurut penulis adalah:
a.
Untuk
memberikan konstribusi dalam mengungkapkan pengertian, ruang lingkup, relevansi dan ontologi materi
pendidikan Islam
b.
Menambah
khazanah ilmu pengetahuan, khususnya bidang studi pemikiran pendidikan dalam
Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Ruang
Lingkup
Materi
Pendidikan
Islam
Materi pendidikan Islam
terkait dengan kurikulum. Kurikulum ialah sejumlah mata pelajaran yang
harus ditempuh dan dipelajari oleh peserta didik untuk memperoleh sejumlah
pengetahuan[4]. Menurut pandangan modern, kurikulum adalah semua yang secara nyata terjadi dalam
proses pendidikan di sekolah.
Dalam artian bahwa semua pengalaman belajar itulah kurikulum.[5] Kurikulum tersebut dirancang sedemikian rupa agar dapat
mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Materi pendidikan merupakan bahan yang akan disajikan
kepada peserta didik dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Materi pelajaran
tersebut telah ditetapkan dalam kurikulum yang disusun bersama oleh pengambil
kebijakan satuan pendidikan dan disesuaikan dengan kurikulum nasional dan
kearifan lokal. Dengan demikian, materi pendidikan ialah semua bahan pelajaran
yang disampaikan kepada peserta didik dalam suatu sistem institusional pendidikan.[6] Materi
pendidikan merupakan substansi ilmu
pengetahuan yang ditransmisikan kepada peserta didik agar diketahui,
dikembangkan, dan diamalkan.
Dalam
pendidikan Islam, materi pelajaran
adalah sumber normative Islam, yaitu Al-Qur’an
dan al-Sunnah.
Secara filosofis, rumusan materi pendidikan Islam adalah seperangkat bahan yang
dijadikan sajian dalam upaya mengembangkan kepribadian yang selaras dengan
Al-Qur’an, yaitu manusia yang
bertakwa.[7]dimana
rumusan materi pelajaran tersebut dilakukan untuk mencapai tujuan pendidikan
Islam yaitu agar tercapai keseimbangan pertumbuhan kepribadian peserta didik
secara menyeluruh dan seimbang yang dilakukan melalui latihan jiwa, akal
pikiran (intelektual), diri manusia yang rasional; perasaan dan indra.[8]karena
itu, materi pendidikan Islam hendaknya mencakup pengembangan seluruh aspek
fitrah peserta didik; aspek spiritual, intelektual, imajinasi, fisik, ilmiah
dan bahasa, baik secara individual maupun kolektif serta mendorong semua aspek
tersebut berkembang ke arah kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan terakhir
pendidikan muslim terletak pada perwujudan ketundukan yang sempurna kepada
Allah, baik secara pribadi, komunitas, maupun seluruh umat manusia.
Dari pernyataan di atas dapat dipahami bahwa yang
dimaksud dengan materi pendidikan Islam adalah sejumlah organisasi bidang
berupa isi dari segala konsep pendidikan Islam yang akan
disampaikan kepada peserta didik di
lembaga pendidikan.
Pada Masa Nabi Muhammad saw. kurikulum pendidikan terdiri
atas: membaca Al-Qur’an, rukun iman, rukun Islam, akhlak, dasar ekonomi,
politik, pendidikan jasmani, membaca dan menulis.[9] Sehingga
dapat disimpulkan bahwa kurikulum pada masa Nabi Muhammad saw. secara
keseluruhan telah mencakup pembinaan aspek jasmani, akal dan rohani.
Pada masa khulafaurrasyidin, kurikulum itu telah
bertambah. Umar bin Khathab menginstruksikan kepada penduduk kota agar
anak-anak diajarkan berenang, menunggang kuda, memanah membaca dan menghafal
syair yang mudah dan peribahasa.
Disekolah menengah tingkat tinggi, pengajaran terdiri atas Al-Qur’an dan
tafsirnya, hadis dan pengumpulannya, fikih. Sains dan filsaft belum dimasukkan ke
dalam kurikulum pada masa itu. Pada masa itu kebudayan Yunani telah tersebar di
Mesir dan Persia, tetapi belum diajarkan. Nanti pada masa Abbasiyah,
pengetahuan umum baru diajarkan.
Sehingga dapat dipahami bahwa materi pendidikan pada masa
Nabi Muhammad saw. dan khulafaurrasyidin telah cukup komprehensif. Karena
segala aspek yang terdapat dalam diri manusia masing-masing mendapat perhatian.
Akan tetapi belum maju sebab pengetahuan pada masa itu memang belum berkembang.
Akan tetapi pada masa Abbasiyah lebih memperhatikan aspek akal, tetapi aspek
jasmani malah tidak diperhatikan, sementara aspek rohani mendapat tambahan pelajaran musik.
Dalam hal ini, beberapa cendekiawan Muslim memberikan
pernyataan mengenai materi pendidikan Islam yang harus diberikan kepada peserta
didik. Di antaranya adalah Ibnu Khaldun yang menyatakan bahwa materi pendidikan
Islam pada masa kanak-kanak adalah mengajarkan al-Qur’an, sebab meresapkan al-Qur’an
di dalam hati akan memperkuat iman. Oleh karena itu, al-Qur’an menjadi dasar pengajaran yang
patut didahulukan sebelum mengembangkan kemampuan-kemampuan lain.[10] Sejalan
dengan hal tersebut, al-Ghazali mengemukakan
bahwa sebaiknya peserta didik diajarkan al-Qur’an, sejarah kehidupan
orang-orang besar, hukum-hukum agama, dan sajak-sajak.[11]
Dengan tetap selalu berlandaskan pada al-Qur’an dan al-Sunnah. Materi pendidikan hendaknya dirancang
sedemikian
rupa dan tentunya materi tersebut
hendaknya mengacu kepada tercapainya kebahagiaan hidup di dunia maupun di akhirat.[12]
Ibnu Sina memberikan klasifikasi ilmu pengetahuan menjadi
dua macam yaitu: (1). Ilmu teoritis yang terdiri atas ilmu alam dan ilmu riyadi
(ilmu matematika) serta ilmu ilahi, yaitu ilmu yang mengandung iktibar tentang
maujud dari alam dan isinya yang dianalisi secara jujur dan jelas, (2). Ilmu-ilmu amali yang terdiri
dari berbagai ilmu pengetahuan yang prinsip-prinsipnya berdasarkan atas sasaran-sasaran
analisisnya. Misalnya ilmu yang
menganalisis tentang perilaku manusia dilihat dari aspek individual maka
timbullah ilmu akhlak, jika menganalisis tentang perilaku manusia dilihat dari
berbagai aspek sosial maka timbul ilmu siasat (ilmu politik).[13]Seperti halnya pendapat para filosof Islam lainnya,
filsafat mencakup seluruh ilmu pengetahuan yang tujuannya untuk mengungkap
hakikat kebenaran segala sesuatu. Harold H. Titus, mengatakan bahwa filsafat adalah
mengintegrasikan pengetahuan manusia dari berbagai lapangan pengalaman manusia
yang berbeda-beda dan menjadikan suatu pandangan yang komprehensif tentang alam
semesta, hidup dan makna hidup.[14]
Materi
ilmu pengetahuan yang tersusun dalam kurikulum pendidikan Islam itu nilainya
diukur berdasarkan firman-Nya
dalam QS. al-Mujaadilah/58: 11.
Æìsùöt ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uy 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ×Î7yz
Terjemahnya:
Niscaya Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan[15]
Dengan mempelajari ilmu agama, peserta didik diharapkan
lebih dekat kepada Allah dan dengan melalui ilmu pengetahuan yang lainnya anak
didik akan mendapatkan kesejahteraan, kemajuan hidup duniawi yang menjadi bekal
hidup akhiratnya. Ilmu-ilmu pengetahuan itu menurut
pandangan Islam, tidak terlepas hubungannya dengan ilmu-ilmu Allah. Oleh karena
itu, orang yang berilmu pengetahuan akan mampu mengenal Allah sesuai dengan
prinsip-prinsip pendekatan disiplin keilmuannya masing-masing. Semuanya akan
mengalir ke arah yang maha Esa sebagai sumber segala ilmu.
Kemudian,
Ibn al-‘Araby
menilai bahwa isi materi pendidikan bagi anak yang sudah berakal agar diajarkan
iman, menulis dan hitung, syair-syair arab
asli, ilmu tata bahasa, sedikit tentang saraf, dan hafalan al-Qur’an.[16]
Pandangan Ibn al-Araby sesuai dengan semangat zamannya, dimana tradisi
intelektual yang berkembang, di samping internalisasi keimanan, juga adalah
sastra dan semantik.
Melihat kondisi sekarang tentu sudah mengalami perbedaan situasi dan kondisi, tetapi pandangan Ibn
al-Araby dapat dipahami bahwa seorang anak
yang sudah berakal, materi yang urgen diberikan adalah aspek teologis, kajian al-Qur’an, dan pengembangan bahasa, baik
sebagai instrumen mengkaji al-Qur’an
maupun pada aspek komunikasi dan diplomasi.
Selanjutnya,
materi pendidikan Islam dilingkungan keluarga dapat disesuaikan dengan landasan
dasar, fungsi, dan tujuan yang termaktub dalam ilmu pendidikan teoritis. dalam
hal ini penulis akan fokus membahas materi pendidikan yang disampaikan oleh
Luqman al-Hakim terhadap anaknya,
yaitu:
1. Tauhid
Materi
yang berkenaan dengan tauhid ini bisa dilihat dalam nasehat Luqman al-Hakim
dalam QS. Luqman/31:13.
ø øÎ)ur tA$s% ß`»yJø)ä9 ¾ÏmÏZö/ew uqèdur ¼çmÝàÏèt ¢Óo_ç6»t w õ8Îô³è@ «!$$Î/ ( cÎ) x8÷Åe³9$# íOù=Ýàs9 ÒOÏàtã
Terjemahnya:
Dan (ingatlah)
ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya:
"Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.[17]
Penulis berpandangan bahwa ayat ini
memiliki kandungan makna bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah
kecuali Allah. Dan jika di dalam hati masih terdapat suatu keikhlasan yang tidak tulus dalam menyembah Allah, maka
perbuatan tersebut termasuk perbuatan syirik.
2. Akhlak
Materi
kedua yang terkandung di dalam kisah Luqman al-Hakim adalah materi akhlak.
Materi yang dimaksudkan disini adalah segala nilai yang terkandung di dalam
kisah tersebut yang berhubungan erat dengan akhlak yang mencakup ajaran akhlak
yang diberikan Tuhan, juga akhlak yang disampaikan Luqman al-Hakim. Akhlak
adalah sikap yang melahirkan perbuatan dan tingkah laku manusia.[18]
Dari
kisah Luqman al-Hakim, terdapat beberapa bentuk akhlak yang dijadikan kerangka
dasar pembentukan sikap, baik secara Lahir maupun batin. Bentuk akhlak atau
sasaran akhlak itu adalah Akhlak terhadap Allah. akhlak terhadap orang tua, akhlak terhadap sesama manusia dan akhlak terhadap lingkungan.[19].
3. Ibadah
Materi ibadah ini dapat dilihat dari nasehar
Luqman sebagaimana tercantum dalam QS. Luqman/31:17.
¢Óo_ç6»t ÉOÏ%r& no4qn=¢Á9$# öãBù&ur Å$rã÷èyJø9$$Î/ tm÷R$#ur Ç`tã Ìs3ZßJø9$# ÷É9ô¹$#ur 4n?tã !$tB y7t/$|¹r& ( ¨bÎ) y7Ï9ºs ô`ÏB ÇP÷tã ÍqãBW{$#
Terjemahnya:
Hai anakku,
dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah
(mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa
kamu. Sesungguhnya
yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).[20]
Pengertian
etimologis ibadah adalah pengabdian. Sedangkan terminologis ibadah yaitu
pengabdian yang dimaksud oleh agama Islam yaitu berserah diri kepada kehendak
Allah dan ketentuan Allah swt. untuk memperoleh ridha-Nya (mardhatillah).[21]
4. Mu’amalah
Pendidikan Mu’amalah yang diajarkan Luqman al-Hakim
kepada anaknya paling tidak memiliki esensi tujuan yang dapat diaplikasikan
dalam kehidupan. Tujuan pendidikan mu’amalah itu adalah
membentuk kehidupan yang baik, membina kepribadian, dan mengetahui hak dan
kewajiban bermasyarakat.
Dalam
ranah pendidikan formal di Indonesia, terdapat sistem pendidikan yang dikotomis
sehingga materi pelajaran berbeda bobotnya antara satuan pendidikan Islam dan satuan pendidikan umum. Materi
pendidikan agama Islam pada sekolah umum telah diatur dalam Silabus PAI,
melalui defenisi pendidikan agama Islam yang diberikan Puskur Balitbang
Depdiknas RI, yaitu rumpun mata pelajaran yang mengembangkan kemampuan peserta
didik untuk memperteguh iman dan takwa kepada Tuhan yang maha esa, serta berakhlak mulia/budi pekerti
luhur dan menghormati penganut agama lain. Ruang lingkup materi pendidikan
agama Islam, tardiri atas aspek: al-Qur’an, keimanan/aqidah, akhlak mulia, fiqhi ibadah/muamalah, dan tarikh Islam.[22]
Namun demikian, materi-materi keislaman yang disajikan di sekolah umum masih
bersifat teoretis-normatif, dan kurang pada aspek penghayatan dan implementasi.
Hal ini disebabkan oleh padatnya materi yang akan disajikan dan terbatasnya
waktu yang tersedia.
Jadi Materi pendidikan
sangat menentukan dalam proses pendidikan, sebab melalui materi inilah, segala
aspek kependidikan ditanamkan kepada peserta didik. Materi juga memiliki hubungan yang
integral dengan unsur lainnya, apalagi jika dikaitkan dengan tujuan pendidikan.
Artinya tujuan tidak mungkin tercapai kecuali materi yang akan dikembangkan
terseleksi secara baik
dan tepat.
Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa di lingkungan
keluarga merupakan kegiatan pendidikan pertama dan utama. Dimana materi
pendidikan yang diterapkan berorientasi pada pendidikan spiritual dan akhlakul karimah. Kemudian di lingkungan pendidikan formal
adalah pengembangan kognitif, psikomotorik, dan sosial-intrapersonal. sedangkan di lingkungan pendidikan
masyarakat adalah pengembangan dalam bentuk implementatif dari berbagai aspek. Selain itu, dapat pula dipahami bahwa jelas
materi pendidikan Islam mempunyai
peran penting dalam upaya untuk mencapai tujuan pendidikan. Apalagi dengan tujuan pendidikan Islam yang begitu
kompleks, peserta didik tidak hanya memiliki kemampuan secara afektif,
kognitif maupun psikomotorik, tetapi dalam dirinya harus tertanam sikap dan
pribadi yang berakhlakul karimah.
B.
Relevansi
Materi
Pendidikan
Islam dengan
pembinaan Peserta Didik dan Dunia Kerja
Usaha
mengembangkan kualitas sumber daya manusia menjadi semakin penting bagi setiap
bangsa dalam menghadapi era persaingan global. Tanpa sumber daya manusia yang
berkualitas, suatu bangsa pasti akan tertinggal dari bangsa lain dalam
percaturan dan persaingan kehidupan dunia internasional yang semakin
kompetitif. Pengembangan dan peningkatan kemampuan
sumber daya manusia seutuhnya, merupakan faktor pokok sekaligus penentu bagi
berlangsungnya kehidupan pembangunan suatu bangsa.
Namun
demikian, meskipun telah munculnya berbagai gagasan yang bertujuan meningkatkan
kualitas sumber
daya manusia Indonesia,
akan tetapi semua itu
masih terkesan bersifat
parsial dan temporal. Fuad Hasan misalnya, lebih menekankan penyederhanaan
kurikulum dan dimasukannya muatan lokal. meskipun upaya tersebut merupakan
upaya untuk menjawab tantangan zaman, namun disisi lain terkesan tidak bersifat
berkesinambungan bahkan kemudian menjadi sebuah “agenda yang tak
terselesaikan”.[23]Akibatnya, sistem yang ditawarkan tak ubahnya
merupakan sebuah bentuk “laboratorium robotisasi”, di mana peserta didik
sebagai “kelinci percobaan”.
Relevansi pendidikan merupakan salah satu
masalah pokok pendidikan di Indonesia.
Oleh karena itu, berbagai program pendidikan, yang mengacu pada tema relevansi
ini, terus dilakukan sejak pelita 1 (awal pemerintahan Soeharto) sampai
sekarang, walaupun sampai saat ini masih banyak permasalahan dan tantangan yang
perlu mendapat perhatian.
Masalah
relevansi terlihat dari banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu yang
tidak siap secara kemampuan kognitif dan teknikal untuk melanjutkan ke satuan
pendidikan di atasnya. Masalah relevansi juga dapat diketahui dari banyaknya
lulusan dari satuan pendidikan tertentu, yaitu sekolah kejuruan dan pendidikan
tinggi yang belum atau bahkan tidak siap untuk bekerja.
Perlunya
penyesuaian dan peningkatan materi program pendidikan agar secara lentur
bergerak cepat sejalan dengan
tuntutan dunia kerja serta tuntutan kehidupan masyarakat yang berubah secara
terus menerus. Sebagai wujud nyata upaya tersebut, antara lain telah dilakukan
perubahan kurikulum yang berorientasi pada tujuan. Hal tersebut dimaksudkan
agar tercapai keselarasan antara kurikulum dengan kebijakan baru di bidang
pendidikan, meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengajaran serta
meningkatkan mutu lulusan, juga merelevansikan pendidikan dengan tuntutan dan
kebutuhan masyarakat.[24]
Menurut John Dewey, materi pembelajaran dan metode
reflektif di dalam memecahkan masalah, yaitu proses berpikir hati. Dalam
menentukan materi pembelajaran atau bahan ajar tidak lepas dari filsafat dan
teori pendidikan dikembangkan. Dalam praktiknya untuk menentukan materi
pembelajaran perlu memperhatikan hal-hal berikut:
1. Sahih (valid); dalam arti materi yang dituangkan dalam
pembelajaran benar-benar telah teruji kebenaran dan kasahihannya. Dsamping itu,
juga materi yang diberikan merupakan materi yang aktual, tidak ketinggalan
zaman, dan memberikan kontribusi untuk pemahaman ke depan.
2. Tingkat kepentingan; materi yang dipilih benar-benar
diperlukan peserta didik.
3. Kebermaknaan; materi yang dipilih dapat memberikan
manfaat akademis maupun non akademis. Manfaat akademis yaitu memberikan
dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan yang akan dikembangkan lebih lanjut
pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Sedangkan manfaat non akademis dapat
mengembangkan kecakapan hidup dan sikap yang dibutuhkan dalam kehidupan
sehari-hari.
4. Layak dipelajari; materi memungkinkan untuk dipelajari
baik dari aspek tingkat kesulitannya (tidak terlalu mudah dan tidak terlalu
sulit) maupun aspek kelayakannya terhadap pemanfaatan materi dan kondisi setempat.
5. Menarik minat; materi yang dipilih hendaknya menarik
minat dan dapat memotivasi peserta didik untuk mempelajari lebih lanjut,
menumbuhkan rasa ingin tahu sehingga memunculkan dorongan untuk mengembangkan
sendiri kemampuan mereka.[25]
Berdasarkan
rumusan yang perlu diperhatikan dalam menentukan materi pembelajaran tersebut
di atas, maka penulis dapat memahami bahwa dalam pelaksanaan proses belajar
mengajar, seorang pendidik harus memperhatikan beberapa hal dalam menentukan
materi pembelajaran yang akan diajarkan kepada peserta didik. agar dengan
materi pembelajaran tersebut, peserta didik mampu mengembangkan dirinya sehingga
dapat hidup secara layak dan berguna
ditengah-tengah komunitas sosialnya dan mampu meraih kesempurnaan hidup dalam
segala aspeknya sesuai dengan tuntutan masyarakat dan dunia kerja pada zaman
dimana mereka hidup.
Dalam
Rangka Meningkatkan relevansi pendidikan, Depdikbud (1999) mengkaji berbagai
upaya yang dapat dilakukan. Pertama,
untuk menjamin pendidikan melalui program wajib belajar pendidikan 9 tahun yang
bermutu dan lebih fungsional, baik bagi individu maupun masyarakat, diperlukan
keterlibatan para tokoh masyarakat, disamping para ahli untuk merancang isi
kurikulum dan jenis-jenis kegiatan pembelajarannya. Dengan demikian, diharapkan
para lulusan memiliki kualifikasi kemampuan dasar, baik untuk melanjutkan studi
maupun terjun ke masyarakat dengan kualifikasi minimal. Kedua, untuk menghadapi tantangan globalisasi yang menuntut
kualifikasi tertentu serta perubahan dan perkembangan berbagai bidang, setiap
lulusan dari setiap jenis dan jenjang pendidikan perlu terus diorientasikan
pada upaya tidak hanya menguasai kemampuan akademik dan keterampilan teknis
saja, tetapi juga kompetensi dalam bidang generik yang meliputi manajemen diri,
keterampilan komunikasi, manajemen orang lain dan tugas, serta kemampun
memobilisasi inovasi dan perubahan. Dalam rangka menengah, implementasi
pendidikan keterampilan generik ini sudah harus masuk dalam kurikulum seluruh
jenjang dan jenis pendidikan secara komprehensif dalam program kurikulum,
ekstrakurikuler, maupun kurikulum tersembunyi (hidden kurikulum).
Prinsip relevansi merupakan prinsip umum yang digunakan
di Indonesia di samping prinsip efisiensi dan efektivitas, kontinuitas,
fleksibilitas program, serta pendidikan seumur hidup. Prinsip relevansi , suatu
pendidikan akan bermakna apabila kurikulum yang dipergunakan relevan dengan
kebutuhan dan tuntutan masyarakat.
Jadi, salah satu fungsi dari manajemen kurikulum adalah
meningkatkan relevansi dan efektivitas pembelajaran sesuai dengan kebutuhan
peserta didik maupun lingkungan sekitar peserta didik, kurikulum yang dikelola secara
efektif dapat memberikan kesempatan dan
hasil yang relevan dengan kebutuhan peserta didik maupun lingkungan sekitar.
Pada jenjang pendidikan dasar, masalah
relevansi ini, terutama ditujukan agar para lulusan mampu mengisi berbagai
jenis lapangan kerja yang ada dimasyarakat sesuai dengan keterampilan yang
dimilikinya. Dengan demikian, bekal pengetahuan dan keterampilan harus sejak
dini dikaitkan dengan kebutuhan masyarakat dan lingkungan, serta dikelola
dengan sebaik-baiknya.
C.
Materi Pendidikan Islam Ditinjau dari Segi Ontologi
Dalam kajian tentang pemikiran pendidikan dalam Islam. Pendidikan yang difokuskan kepada Ontologi ini berusaha untuk mengupas
tentang materi pendidikan Islam. Sementara itu, ontologi sendiri memiliki arti ilmu
hakikat.[26]
Hakikat ialah realitas, realitas ialah
ke-real-an, real yakni kenyataan yang sebenarnya, kenyataan yang sesungguhnya,
keadaan sebenarnya sesuatu, bukanlah keadaan yang sementara atau keadaan yang
menipu, bukan pula keadaan yang berubah.[27] Jadi, ontologi pendidikan adalah menyelami berbagai hakikat dari komponen-komponen dalam pendidikan Islam. Akan tetapi dalam hal
ini penulis hanya fokus untuk mengkaji
satu komponen saja yaitu hakikat materi pendidikan Islam.
Materi pendidikan pada hakikatnya adalah Isi kurikulum. Dalam undang-undang pendidikan tentang sistem
pendidikan Nasional telah ditetapkan bahwa “isi kurikulum merupakan bahan
kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan penyelenggaraan satuan pendidikan
yang bersangkutan dalam rangka upaya pencapaian tujuan pendidikan.[28] Isi kurikulum hendaknya memuat segala aspek
yang berhubungan dengan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik yang terdapat
pada isi setiap mata pelajaran yang disampaikan dalam kegiatan proses
pembelajaran. Selain itu, Isi kurikulum dan kegiatan pembelajaran diarahkan
untuk mencapai tujuan dari semua aspek tersebut.[29]
Dengan demikian, Untuk menentukan materi kurikulum
tersebut harus disesuaikan dengan tingkat dan jenjang pendidikan, perkembangan
yang terjadi di Masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
disamping juga tidak terlepas dari kaitannya dengan kondisi peserta didik pada
setiap jenjang pendidikan tersebut.
Beberapa alasan perlunya pilihan materi pendidikan yang
didasarkan pada luasnya ilmu pengetahuan. Sehingga tanpa adanya pilihan materi,
bisa mengaburkan dalam pelaksanaan pendidikan, karena dapat terjadi apa yang
dipelajari di sekolah beraneka ragam coraknya, sehingga apa yang ditetapkan
dalam tujuan pendidikan tidak tercapai sebagaimana mestinya.[30]
Sesuai dengan rumusan tersebut, isi kurikulum
dikembangkan dan disusun berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.
Materi
pendidikan berupa bahan pelajaran yang terdiri atas bahan kajian atau
topik-topik pelajaran yang dapat dikaji oleh peserta didik dalam proses belajar
dan pembelajaran.
2.
Materi
pendidikan mengacu pada pencapaian tujuan masing-masing satuan pendidikan .
perbedaan ruang lingkup dan urutan bahan pelajaran disebabkan oleh perbedaan
tujuan satuan pendidikan tersebut.
3.
Materi
pendidikan diarahkan mencapai tujuan pendidikan nasional. Dalam hal ini, tujuan
pendidikan Nasional merupakan target tertinggi yang hendak dicapai melalui
penyampaian materi pendidikan.[31]
Al-Syaibani mengatakan bahwa kurikulum pendidikan Islam
seharusnya mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1.
Kurikulum
pendidikan Islam harus menonjolkan mata pelajara agama dan akhlak.
2.
Kurikulum
pendidikan Islam harus memperhatikan pengembangan menyeluruh aspek pribadi
peserta didik.
3.
Kurikulum
pendidikan Islam memperhatikan keseimbangan antara pribadi dan masyarakat,
dunia dan akhirat; jasmani, akal dan rohani manusia.
4.
Kurikulum
pendidikan Islam memperhatikan juga seni halus.
5.
Kurikulum
pendidikan Islam mempertimbangkan kebudayaan yang sering terdapat di tengah
manusia.[32]
Selain itu, al-Abrasyi dan Ahmad Tafsir mengungkapkan
bahwa dalam merencanakan kurikulum pendidikan Islam hendaknya dipertimbangkan prinsip-prinsip.
Prinsip-prinsip yang dimaksud adalah: Harus ada mata pelajaran yang ditujukan untuk mendidik
rohani, berisi tuntunan cara hidup, hendaknya
mengandung kelezatan ilmiah, bermanfaat secara praktis bagi kehidupan; dengan
kata lain ilmu itu harus diimplementasikan dalam kehidupan, mata pelajaran yang
diberikan berguna dalam mempelajari ilmu lain.[33]
Dari uraian tersebut, dapat dipahami bahwa komponen-komponen
pendidikan tidak terlepas dari nilai ontologi yang mendasarinya. Konsep materi
pendidikan selalu memberikan corak dan
warna terhadap setiap nilai pendidikan yang diberikan kepada peserta didik.
Konsep materi pendidikan yang diberikan tidak pernah kering dari nilai-nilai
kebenaran. Oleh karena itu, proses pendidikan tidak akan menyimpang dari konsep
ontologis yang mendasarinya. Sehingga jelas terlihat bahwa peran ontologi dalam
bidang pendidikan mencoba memberikan jawaban tentang hakekat dari segala
sesuatu yang ingin diketahui.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Untuk
menjawab masalah pokok yang terdapat dalam rumusan masalah, makalah ini telah
membahas tentang pengertian materi pendidikan Islam dan ruang lingkup
pembahasannya, relevansi materi Pendidikan Islam bagi pembinaan peserta didik,
serta materi pendidikan Islam ditinjau dari segi ontologinya.
Adapun
kesimpulan jawaban atas masalah pokok yang diajukan dalam makalah ini,
dikemukakan sebagai berikut:
1.
Materi
pendidikan sangat menentukan dalam proses pendidikan, sebab tujuan tidak
mungkin tercapai kecuali materi yang akan dikembangkan terseleksi secara baik
dan tepat. Pada hakikatnya antara materi dan kurikulum mengandung arti yang
sama, yaitu bahan-bahan pelajaran yang disajikan dalam proses kependidikan
dalam suatu sistem institusional pendidikan. Sehingga dapat dipahami bahwa yang
dimaksud dengan materi pendidikan adalah sejumlah organisasi bidang berupa isi
dari segala konsep pendidikan yang akan disampaikan kepada peserta didik. Dimana
proses penyampaiannya, dilakukan di lembaga pendidikan, baik pendidikan
informal, formal dan non formal.
2.
Relevansi
pendidikan merupakan salah satu problematika yang dihadapi oleh sistem
pendidikan yang ada di Indonesia. Salah satu problematika pendidikan yang
berhubungan dengan relevansi adalah perlunya penyesuaian dan peningkatan materi
program pendidikan yang sejalan dengan tuntutan dunia kerja serta tuntutan
dalam kehidupan masyarakat yang selalu berubah. Salah satu upaya yang telah
dilakukan dalam rangka meningkatkan relevansi pendidikan adalah diupayakan
setiap lulusan dari setiap jenis dan jenjang pendidikan perlu terus
diorientasikan pada upaya untuk menguasai kemampuan akademik dan kompetensi dalam bidang generik.
3.
Pembahasan
tentang ontologi sebagai dasar ilmu berusaha untuk menghadapi persoalan
bagaimana menerangkan hakikat dari segala yang ada dan yang mungkin ada. Dimana
hakikat adalah kenyataan sebenarnya sesuatu, bukan kenyataan sementara atau
keadan yang menipu, juga bukan kenyatan yang berubah. Materi pendidikan pada
hakikatnya adalah Isi kurikulum. Isi
kurikulum hendaknya memuat segala aspek yang berhubungan dengan aspek kognitif,
afektif dan psikomotorik yang terdapat pada isi setiap mata pelajaran yang disampaikan
dalam kegiatan proses pembelajaran.
B.
Implikasi
Penulis menyadari bahwa makalah ini belum mampu mengupas secara mendalam tentang ruang lingkup, relevansi
dan ontologi materi pendidikan
Islam. Oleh karena itu, penting
rasanya untuk diutarakan bahwa saran dan kritik yang sifatnya membangun dari hasil diskusi sekiranya akan membantu mengoptimalisasi dalam
tulisan makalah
ini dan akan lebih menyenangkan apabila dalam kritik dan
saran tersebut disertai rujukan yang jelas, yang akan mempermudah dalam proses pelacakan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Tafsir. Ilmu
Pendidikan dalam Perspektif Islam. Cet. 8; Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2008.
_____________. Filsafat
Umum; Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra Bandung: Remaja Rosdakarya,
2001.
Adi Sasono. Solusi
Islam atas Problematika Umat Ekonomi, Pendidikan dan Dakwah. Cet.1; Jakarta: Gema Insani Press, 1998.
Amsal Bakhtiar. Filsafat Ilmu. Cet.10; Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2011.
Armai Arief. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan
Islam. Cet. 1; Jakarta: Ciputat pers, 2002.
Barsihannor. Belajar dari Luqman al-Hakim. Cet.1;
Yogyakarta: Kota Kembang, 2009.
Burhanuddin Salam. Pengantar Filsafat. Cet. 7;
Jakarta: PT.Bumi Aksara, 2008.
Dadang Suhardan, dkk. Manajemen pendidikan. Cet.1; Bandung: Alfabeta, 2009.
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Bandung: CV. Penerbit J-ART, 2005.
Daud Ali, Mohammad. Pendidikan Agama Islam.
Jakarta: Rajawali Pers, 2008.
Hamdani Ihsan,
dkk. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung:
Pustaka Setia, 2007.
Moh. Chudlori
Umar. http://fahdamjad.files.wordpress.com/pendidikan-Islam-kontemporer.pdf
(28 Maret 2012).
Muh. Ruddin Emang.
Pendidikan Agama Islam. Cet.1; Makassar: Yayasan Fatiya, 2002.
M.Arifin. Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Teoritis dan
praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner Edisi Revisi. Cet. 2; Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006.
Mulyasa. Manajemen
Berbasis Sekolah Konsep; Strategi dan Implementasi. Cet. 9; Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2005.
Oemar Hamalik. Kurikulum
dan Pembelajaran. Cet. 4; Jakarta:
PT. Bumi Aksar, 2003.
Syaibany, Umar
Muhammad al-Toumy. Falsafatut Tarbiyyah Al-Islamiyah. diterjemahkan oleh
Hasan Langgulung dengan judul Filsafat
Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan
Bintang, 1979.
Samsul Nizar. Memperbincangkan
Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka Tentang Pendidikan Islam. Cet. 1; Jakarta:
Kencana, 2008.
Sofan Amri dan Lif
Khoiru Ahmadi. Konstruksi Pengembangan Pembelajaran; Pengaruhnya terhadap
Mekanisme dan Praktik Kurikulum. Cet.1; Jakarta: PT. Prestasi Pustakaraya,
2010.
Puskur Balitbang
Depdiknas. Naskah Akademik Kajian Kebijakan Kurikulun Mata Pelajaran
Pendidikan Agama. Jakarta: Balitbang
Depdiknas, 2007.
Samsul Nisar. Pengantar
Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam. Cet.1;Jakarta: Gaya Media Pratama,
2001.
Syafruddin Nurdin
dan M. Basyiruddin Usman, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum Cet.2; Jakarta: Ciputat Press, 2003.
[1]Samsul
Nisar, Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam (Cet. 1;
Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001), h. vii
[2]Khaeruddin,
Ilmu Pendidikan Islam; Mendesain Insan yang Hakiki dan Mengintip Muslimah
dalam Sejarahnya (Cet. 1; Makassar:
CV. Berkah Utami, 2002), h. 20
[5]Ahmad
Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif
Islam
(Cet. 8; Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008), h. 53
[6]Hamdani Ihsan
dkk., Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2007), h. 133
[7]Moh.
Chudlori Umar, http://fahdamjad.Files.wordpres.com/pendidikan-islam-kontemporer.pdf (28 Maret 2012)
[8]Samsul
Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka Tentang
Pendidikan Islam. (Cet. 1; Jakarta: Kencana, 2008), h. 119.
[9]Ahmad
Tafsir, op. cit., h. 60.
[10]Umar Muhammad al-Toumy al-Syaibany, Falsafatut Tarbiyyah Al-Islamiyah, diterjemahkan oleh Hasan
Langgulung dengan judul Falsafah
Pendidikan Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h. 497.
[11]Armai
Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam (Cet.
1; Jakarta: Ciputat pers, 2002), h.
30
[12]Adi Sasono, Solusi Islam atas Problematika
Umat Ekonomi, Pendidikan dan Dakwah (Cet.1;
Jakarta: Gema Insani Press, 1998), h. 93
[13]M.
Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan
Pendekatan Interdisiplner Edisi Revisi (Cet. 2; Jakarta: PT. Bumi Aksara,
2006), h. 139.
[15]Departemen Agama RI, AL-Qur’an dan Terjemahannya
(Bandung: CV. Penerbit J-ART, 2005), h. 544
[16]Umar
Muhammad al-Toumy al-Syaibany, op. cit., h. 493.
[22]Puskur Balitbang Depdiknas, Naskah
Akademik Kajian Kebijakan Kurikulun Mata Pelajaran Pendidikan Agama (Jakarta: Balitbang Depdiknas, 2007), h. 3.
[24]E. Mulyasa,
Manajemen Berbasis
Sekolah Konsep,
Strategi dan Implementasi (Cet. 9;
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), h. 7.
[25]Sofan
Amri dan Lif Khoiru Ahmadi, Konstruksi Pengembangan Pembelajaran;
Pengaruhnya terhadap Mekanisme dan Praktik Kurikulum. (Cet.1; Jakarta: PT.
Prestasi Pustakaraya, 2010), h. 111
[26]Ahmad Tafsir, Filsafat Umum:
Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2001), h. 28.
[28]Oemar
Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran (Cet.4; Jakarta: Bumi Aksara, 2003), h. 25.
[29]Dadang
Suhardan, dkk, Manajemen pendidikan (Cet.1; Bandung: Alfabeta, 2009), h.
195.
[30]Syafruddin
Nurdin dan M. Basyiruddin Usman, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum
(Cet.2; Jakarta: Ciputat Press, 2003), h. 54.
[31]Oemar
Hamalik, op. cit., h. 25.
[32]Ahmad
Tafsir, op. cit., h. 65.
izin ngetag yahh terimakasih....
BalasHapusMakasih Soal pai
BalasHapus