IBNU RUSYD

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Membicarakan pemikiran Islam, lebih khususnya filsafat Islam tidak akan lengkap jika tidak mencantumkan nama Ibnu Rusyd. Ibnu Rusyd adalah seorang filosof yang banyak memberikan kontribusi dalam khasanah dunia filsafat, baik filsafat yang berasal dari Yunani maupun yang berasal dari filosof-filosof muslim sebelumnya. Ibnu Rusyd dalam filsafatnya sangat mengagumi filsafat Aristoteles.
Ibn Rusyd adalah model bagi kemandirian akal-fikiran dan sekaligus model bagi keberanian berfikir, khususnya dalam melawan pemikiran-pemikiran yang telah terlembaga dalam institusi agama. Keberaniannya dalam mengkritisi kemapanan kekuasaan agama menginspirasikan orang-orang Eropa pada abad ke-13 dan ke-14 untuk  melakukan hal yang sama kepada kuasa Gereja yang saat itu mendominasi hampir seluruh aspek kehidupan mereka.
Ibnu Rusyd adalah pemikir yang berusaha menghidupkan tradisi pemikiran bebas dalam pengertian yang kemudian dikembangkan para filusuf pencerahan di Eropa. Dampak langsung dari gagasan-gagasan Ibnu Rusyd dapat ditelusuri pada mazhab pemikiran yang dikenal dengan sebutan “Averoisme.” Istilah Averoisme mulai digunakan di Eropa pada sekitar tahun 1270, atau setelah 72 tahun Ibn Rusyd meninggal dunia.
Melalui makalah yang sederhana ini, penulis akan mencoba membahas tentang Ibnu Rusyd baik dari riwayat hidupnya, pembelaannya terhadap filosof serta sanggahannya terhadap al-Ghazali, dan Avveroisme dan Renaissance di Eropa.
B.    Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah :
1.    Bagaimana riwayat hidup Ibnu Rusyd ?
2.    Bagaimana pembelaan terhadap filosof dan sanggahannya terhadap Al-Ghazali ?
3.    Bagaimana Avveroisme dan Renaissance di Eropa ?
C.    Tujuan
1.    Untuk menjelaskan riwayat hidup Ibnu Rusyd.
2.    Untuk menjelaskan pemebelaan terhadap filosof dan sanggahannya terhadap Al-Ghazali.
3.    Untuk menjelaskan Avveroisme dan Renaissance di Eropa.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Riwayat Hidup Ibnu Rusyd
Abdul Walid Muhammad bin Ahmad ibn Rusyd, dilahirkan di Cordova sebuah kota di Andalusia. Ia lahir pada tahun 520 H/1126 M, ia lebih populer dengan nama  Ibnu Rusyd. Ia berasal dari kalangan keluarga besar yang terkenal dengan keutamaan dan mempunyai kedudukan tinggi di Andalusia (Spanyol). Ayahnya adalah seorang hakim, dan kakeknya adalah kepala hakim di Cordova. Ia sendiri pada tahun 565 H/1169 M diangkat pula menjadi hakim di Seville dan Cordova.
Pendidikan awalnya ditempuh di Cordova. Di kota ini ia belajar tafsir, hadis, fiqih, teologi, sastra Arab, matematika, fisika, astronomi, logika, filsafat, dan kedokteran. Kota Cordova pada saat itu dikenal sebagai pusat studi filsafat, saingan kota Damaskus, Baghdad, dan Kairo di timur.[1] Dalam usia yang masih muda, kecerdasan Ibnu Rusyd telah nampak. Hal ini terbukti dengan kemampuan menghapal kitab al-Muwatta karangan imam Malik di luar kepala.
Setelah menamatkan pendidikannya, pada tahun 1159 M Ibnu Rusyd dipanggil gubernur Seville untuk membantu reformasi pendidikan di sana. Pada tahun 1169 M, Ibnu Tufail membawa Ibnu Rusyd ke hadapan sultan yang berpikiran maju dan memberi perhatian kepada bidang ilmu, yaitu Abu ya’qub Yusuf, yang memberinya tugas untuk menyeleksi dan mengoreksi berbagai syarah (komentar) dan tafsir karya-karya Aristoteles, sehingga ungkapan-ungkapannya lebih kena dan bersih dari banyak cacat, karena keteledoran transkrip maupun kekeliruan para penulis sejarah dan penafsir lainnya.
Pada tahun 1169 M, Ibnu Rusyd diangkat menjadi hakim di Seville. Pengangkatan ini berkaitan dengan kemampuannya dalam bidang hukum. Setelah beberapa lama bertugas di Seville, Ibnu Rusyd diangkat sebagai hakim agung di Cordova, tahun 1182 M. Namun, beberapa bulan kemudian ia pindah ke Marakesy untuk menggantikan  Ibnu Tufail sebagai penasihat khalifah.[2]
Pada tahun 1195 M, Ibnu Rusyd di fitnah sehingga ia diasingkan ke Lucena,kepulauan Atlantik. Kemudian buku-bukunya dibakar di depan umum dan pemikirannya tentang filsafat dan sains dilarang untuk disebarkan. Hukuman tersebut tidak berlangsung lama, khalifah segera menarik kembali Ibnu Rusyd dan mengembalikan nama baiknya. Pada tahun 1198 M, Ibnu Rusyd meninggal di Marakesy pada usia 72 tahun dan jenazahnya dibawa ke Cordova untuk dimakamkan di sana.
Ibnu Rusyd meninggalkan banyak karya tulis. Ernert Renan yang melacak karya-karyanya berhasil mengidentifikasi 78 buah judul buku, meliputi 28 buah dalam bidang  filsafat, 20 buah dalam kedokteran, 5 buah dalam teologi, 8 buah dalam hukum, 4 buah dalam astronomi, 2 buah dalam sastra dan 11 buah dalam ilmu-ilmu lainnya. Selain itu, Khudori soleh juga menemukan 117 buah karya Ibnu Rusyd. Semua karya Asli Ibnu Rusyd ditulis dalam bahasa Arab. Namun, akibat pernah ada pembakaran atas karya-karyanya pada tahun 1195 M, kebanyakan karya yang sampai pada kita saat ini hanya dalam bentuk terjemahan bahasa Ibrani dan Latin.
Karya-karya Ibnu Rusyd yang terkenal adalah Bidayat al-Mujtahid (dalam ilmu fiqh, isinya ialah perbandingan mazhab beserta alasan-alasannya), Faslu al-Makal Fima Baina Hikmhi Wa as-Syari’ati Min al Tishal (dalam ilmu teologi isinya ialah adanya persesuaian antara filsafat dengan agama), Munahiju al-Adillah fi Aqaid Ahli Hikma (dalam ilmu teologi, ilmu kalam dan kelemahan-kelemahannya), Tahafut at-Tahafut (dalam filsafat Islam dan teologi, isinya ialah untuk membela filsafat dari serangan al-Ghazali dalam bukunya Tahafut al-Filsafat).

B.    Pembelaan terhadap Filosof dan Sanggahannya terhadap Al-Gazali
Ibnu Rusyd dikenal oleh banyak orang sebagai filosof yang menentang al-Ghazali. Hal ini terlihat dalam bukunya berjudul Tahafut at-Tahafut, yang merupakan reaksi buku al-Ghazali berjudul Tahafut al-Falsafah. Dalam bukunya, Ibnu Rusyd membela pendapat-pendapat ahli filsafat Yunani dan umat Islam yang telah diserang habis-habisan oleh al-Ghazali. Sebagai pembela Aristoteles (filsafat Yunani), tentunya Ibnu Rusyd menolak prinsip Ijraul-Adat dari al-Ghazali. Perdebatan panjang antara al-Ghazali dan Ibn Rusyd, kiranya tidak akan pernah usai. Karena keduanya memiliki pengikut setia dalam mempertahankan pendapat-pendapat dari kedua pemikir Islam tersebut.
Ibnu Rusyd terkenal sebagai pengulas Aristoteles (Comentator), suatu gelar yang diberikan oleh Dante (1265-1321) dalam bukunya Divina Commedia (Komedi Ketuhanan).[3] Ibnu Rusyd selama hidupnya berkeyakinan bahwa filsafat Aristoteles apabila dipahami sebaik-baiknya, maka tidak akan berlawanan dengan pengetahuan tertinggi yang bisa dicapai oleh manusia.
Al-Ghazali dalam bukunya Tahafut al-Falsafah telah memberikan kritik yang sangat keras terhadap para filosof terkait pendapat qadimnya alam, masalah pengetahuan Tuhan, dan masalah kebangkitan jasmani. Sehubungan dengan kritikan tersebut, Ibnu Rusyd tampil membela para filosof. Pembelaan ini ia tulis dalam bukunya yang berjudul Tahafut at-Tahafut. Dalam buku ini, Ibnu Rusyd menjelaskan bahwa para filosof tidak keliru terkait tiga permasalahan yang dituduhkan al-Ghazali. Berikut tanggapan Ibnu Rusyd al-Ghazali :
1.      Tentang Qadimnya alam
Salah satu persoalan yang menjadi pembahasan dalam filsafat adalah masalah qadimnya alam. Apakah alam ini bersifat qadim dalam arti tidak berawal dalam penciptaanya ataukah bersifat baru yakni diciptakan dari tiada. Dalam sejarah pemikiran filsafat, bahwa alam itu bersifat qadim, sudah  lama dikenal. Di kalangan filosof Yunani seperti Aristoteles berpendapat bahwa alam itu bersifat qadim dalam arti tidak ada awalnya. Pendapat seperti ini sudah diikuti dan dikembangkan oleh para pemikir Islam seperti al-Farabi dan Ibnu Sina.
Menurut Ibnu Rusyd bahwa pemikiran al-Ghazali tentang alam itu diciptakan dari tiada dan mempunyai permulaan mengandung arti bahwa ketika Tuhan menciptakan alam ini, Tuhan berada dalam kesendirian. Lalu Tuhan menciptakan alam dari tiada (creatio ex nihilo). Pemikiran seperti ini menurut ibnu Rusyd tidak sejalan dengan kandungan al-Qur’an. di dalam al-Qur’an dikatakan bahwa sebelum alam diciptakan oleh Tuhan, telah ada sesuatu sebelumnya. Misalnya dlam surat Hud ayat 7 dikatakan “dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah singgasana-Nya (sebelum itu) di atas air.” Ayat ini memberikan gambaran bahwa ketika Tuhan menciptakan langit dan bumi telah ada terlebih dahulu disamping Tuhan tahta dan air.
Para filosof memang tidak menerima konsep penciptaan alam dari tiada. Tiada tidak dapat berubah menjadi ada. Yang terjadi ialah ada dalam bentuk materi asal yang dirubah oleh Tuhan menjadi bentuk lain, misalnya langit dan bumi. Oleh karena itu, yang qadim adalah materi asalnya, sedangkan langit dan bumi adalah baru. Memang terdapat perbedaan pendapat tentang penciptaan ini.
2.      Masalah pengetahuan Tuhan
Para filosof mempunyai pemikiran bahwa pengetahuan Tuhan bersifat global atau universal, tidak mencakup rincian. Konsep ini tidak terlepas dari pemahaman bahwa yang rincian terikat dengan perubahan misalnya perubahan waktu dari segi masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang. Serta dari segi tahu misalnya dari tidak tahu, tahu, dan akan tahu. Bila ilmu Tuhan dikaitkan dengan hal ini, maka akan menimbulkan konsep bahwa Tuhan mengalami perubahan. Hal ini mustahil bagi Tuhan. Konsep filosofi seperti ini mendapat kritikan dari al-Ghazali, karena bagi al-Ghazali Tuhan maha kuasa dan maha mengetahui.
Ibnu Rusyd mengeritik kembali al-Ghazali dan menganggapnya keliru dalam menilai pemikiran filosof. Menurut pemikiran filosof Tuhan juga mengetahui rincian. Persoalannya adalah bagaiman Tuhan mengetahui hal-hal yang rinci. Hal yang rinci berbentuk materi dan materi dapat ditangkap oleh pancaindra. Sedangkan Tuhan bersifat immateri dan tidak mempunyai pancaindra.
Mengenai persoalan ini, menurut Ibnu Rusyd, pemikiran filosof mempunyai arah yang tidak terlepas dari konsep bahwa pengetahuan Tuhan  tentang rincian yang terdapat dalam alam  ini tidak sama dengan pengetahuan manusia tentang rincian itu sendiri. Pengetahuan manusia cenderung mengambil bentuk efek. Sedangkan pengetahuan Tuhan merupakan sebab, yaitu sebab bagi terwujudnya rincian tersebut. Apalagi pengetahuan manusia bersifat baru, sedangkan pengetahuan Tuhan bersifat qadim.
Dengan demikian, pengetahuan manusia berarti berdasarkan atas data-data masuk lewat indra. Karena itu, menurut Ibnu Rusyd, pengetahuan manusia tidak dapat disamakan dan dibandingkan dengan pengetahuan Tuhan. Pengetahuan manusia didasarkan pada penilaian rasio atas realitas sehingga ia bisa berubah atas perubahan objek, sementara pengetahuan Tuhan justru sebaliknya.[4]
3.      Masalah kebangkitan jasmani
Al Ghazali di dalam bukunya Tahafut al-Falsafah telah menggugat dan para filosof yang mengingkari kebangkitan jasad manusia. Menurutnya, ini bertentangan dengan aqidah umat Islam. Ayat-ayat al-Qur’an juga dengan tegas menyatakan bahwa manusia akan merasakan kenikmatan jasmani di surga, atau kesengsaraan jasmani di neraka.
Menanggapi vonis Imam Al Ghazali ini, Ibnu Rusyd mengatakan bahwa tidak semua filosof mengingkari kebangkitan. Hanya saja mereka yang meyakini adanya kebangkitan terbagi dua, ada yang mengatakan kebangkitan hanya dalam bentuk rohani, yang lainnya mengatakan rohani dan jasmani.
Ibnu Rusyd sendiri lebih condong pada pendapat pertama. Sebab jasad manusia yang ada di dunia telah hancur lebur, dan tidak mungkin dapat dikembalikan lagi seperti semula. Namun ia juga tidak menafikan adanya kemungkinan jasad dan rohani dibangkitkan secara bersamaan. Jika pun itu terjadi, jasad tersebut bukanlah jasad yang ada di dunia, melainkan jasad yang baru.
Di sisi lain, Ibn Rusyd menilai adanya pertentangan pendapat al Ghazali dalam masalah kebangkitan. Di dalam Tahafut al-Falsafah ia mengatakan bahwa kebangkitan terjadi dalam bentuk jasad dan ruh secara bersamaan. Tetapi pada kesempatan lain di buku yang berbeda ia mengatakan bahwa kebangkitan bagi kaum sufi hanya terjadi dalam bentuk rohani saja, tanpa jasmani. Sejarah menunjukkan bahwa al Ghazali di penghujung hayatnya sebagai seorang sufi. Dengan demikian ia dinilai telah membatalkan gugatannya terhadap para filosof.
C.    Avveroisme dan Renaissance di Eropa
1.  Avveroisme
Kritik al-Ghazali terhadap para filosof ini membuat orang di dunia Islam bagian Timur dengan Baghdad sebagai pusat pemikiran menjauhi filsafat. Sebaliknya, di dunia Islam bagian Barat yaitu Andalusia atau Spanyol Islam, pemikiran filsafat masih berkembang. Maka, secara berangsur-angsur kekayaan khazanah ilmu pengetahuan dan filsafat di wilayah Timur beralih ke wilayah Barat.
Pemikiran Ibnu Rusyd masuk ke Barat melalui gerakan penerjemahan karya-karyanya. Ibnu Rusyd begitu berpengaruh bagi orang-orang Kristen Eropa karena dikenal sebagai komentator Aristoteles yang membawa semangat rasional dan pencerahan bagi mereka. Mereka menerjemahkan karya-karya Ibnu Rusyd ke dalam bahasa Ibrani dan Latin.
Meluasnya ketertarikan pada pemikiran Ibnu Rusyd memunculkan gerakan filosofis yang dikenal Averroisme. Tokoh yang paling berpengaruh dalam Averroisme adalah Zeger van Brabant (sekitar 1240-1284). Zeger ialah seorang professor di Universitas Paris yang mengajar tafsir pemikiran Aristoteles dengan menggunakan hasil karya Aristoteles dan filsuf Muslim lainnya, Avicenna.[5]
Munculnya gerakan dan aliran Averroisme ini sejatinya adalah lompatan besar dalam pemikiran dan semangat keilmuan bangsa Eropa, khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan dan filsafat. Sebab sebelumnya Eropa kosong dari ilmu pengetahuan, berfikir sempit dan tidak menghargai akal. Bagi mereka satu-satunya sumber kebenaran hanyalah Gereja Kristen. Tetapi dengan adanya aliran Averriosme ini maka bangsa Eropa mulai mengalami kemajuan.
Para pemimpin Kristen mengganggap hal ini sebagai ancaman. Mereka berupaya membatasi persebaran karya-karya Ibnu Rusyd. Pada abad ke-13, gereja Katolik melakukan beberapa usaha untuk melarang peredaran karya-karya Ibnu Rusyd. Tahun 1210, studi tentang komentar-komentar Ibnu Rusyd terhadap Aristoteles dilarang di Paris. Tapi sejalan dengan perkembangan kota Paris menjadi salah satu pusat intelektual utama di dunia, maka banyak orang yang mengabaikan larangan tersebut. Tahun 1277, Etienne Tempier, Uskup Paris, dengan dorongan Paus Yohanes XXI, melancarkan serangan lain terhadap karya-karya Ibnu Rusyd.[6]
Ibnu Rusyd juga diserang oleh Thomas Aquinas (1224-1274), filsuf Kristen terkemuka dan ahli teologi Zaman Pertengahan.[7] Pada tahun 1270 Thomas Aquinas menulis De Unitate Intellectus Contra Averroistas (Mengenai Persatuan Intelektual Melawan Golongan Avverois) dimana dia mengkritik filsafat Ibnu Rusyd dan pengikutnya. Kritik Thomas Aquinas dan cercaan Gereja Katolik memperlambat perkembangan Averroisme di Paris. Popularitas Ibnu Rusyd juga terhapus Karena Aquinas menugaskan Willem van Moerbeke menerjemahkan karya-karya Aristoteles langsung ke bahasa latin. Sehingga banyak yang kemudian lebih suka menggunakan versi terjemahan Willem.
2.  Renaissance
Pengaruh ilmu pengetahuan Islam atas Eropa yang sudah berlangsung sejak abad ke-12 M itu menimbulkan gerakan kebangkitan kembali (renaissance) pusaka Yunani di Eropa pada abad ke-14 M. berkembangnya pemikiran Yunani di Eropa kali ini adalah melalui terjemahan-terjemahan Arab yang dipelajari dan kemudian diterjemahkan kembali ke dalam bahasa Latin.[8]
Istilah Renaissance berasal dari bahasa Latin “renaitre” yang berarti hidup kembali atau hidup kembali. Dalam pengertian yang lebih spesifik Renaissance diartikan sebagai suatu periode sejarah di mana perkembangan kebudayaan Barat memasuki periode baru dalam semua aspek kehidupan manusia, seperti ilmu-ilmu pengetahuan, teknologi, seni dalam semua cabang, perkembangan sistem kepercayaan, perkembangan sistem politik, institusional, bentuk-bentuk sistem kepercayaan yang baru dan lain-lain.
Renaissance merupakan titik awal dari sebuah peradaban modern di Eropa. Essensi dari semangat Renaissance salah satunya adalah pandangan manusia bukan hanya memikirkan nasib di akhirat seperti semangat Abad Tengah, tetapi mereka harus memikirkan hidupnya di dunia ini. Renaissance menjadikan manusia lahir ke dunia untuk mengolah, menyempurnakan dan menikmati dunia ini baru setelah itu menengadah ke surga. Nasib manusia di tangan manusia, penderitaan, kesengsaraan dan kenistaan di dunia bukanlah takdir melainkan suatu keadaan yang dapat diperbaiki dan diatasi oleh kekuatan manusia dengan akal budi, otonomi dan bakat-bakatnya.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa :
1.      Nama Ibnu Rusyd adalah Abdul Walid Muhammad bin Ahmad ibn Rusyd, dilahirkan di Cordova sebuah kota di Andalusia. Ia lahir pada tahun 520 H/1126 M dan meninggal pada tahun 1198 M. karyanya yang terkenal adalah Tahafut at-Tahafut.
2.       Ibnu Rusyd terkenal sebagai pengulas Aristoteles (Comentator). Ketika al-Ghazali mengkritik para filosof dalam bukunya Tahfut al-Falsafah, Ibnu Rusyd tampil membela para filosof dengan bukunya Tahafut at-Tahafut.
3.      Pengaruh Ibnu Rusyd membuat timbulnya gerakan Averroisme dan Renaissance di Eropa sebagai awal bangkitnya dunia barat.
B.    Implikasi  
Sebagai manusia biasa yang memiliki keterbatasan, penulis mengharapkan kritikan dan masukan yang membangun dari semua pihak, termasuk dari pembaca guna memperbaiki dan menyempurnakan tulisan dan pengetahuan penulis. Apalagi penulis yakin bahwa makalah ini masih sangat jauh dari standar sebuah karya ilmiah.
Inilah usaha dan kerja keras penulis dalam mencari, mempelajari, dan menulis tentang Ibnu Rusyd. Akhirnya penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat kepada para pembaca terlebih lagi bagi pribadi penulis dan mendapat kebaikan serta petunjuk dari Allah.


DAFTAR PUSTAKA
Hanafi, Ahmad. Pengantar Filsafat Islam. Jakarta : PT. Bulan Bintang. 1996.
Rusyd, Ibn. Tahafut at-Tahafut. Terj., khalifurahman Fath. Thahafut at-Tahafut. Yogyakarta : pustaka Pelajar. 2004.
Saleh, Marhaeni. Konsep Iman dan Kufur Menurut al-Ghazali dan Ibn Rusyd. Makassar : Alauddin University Press. 2011.
Soleh, Khudori. Filsafat Islam : Dari Klasik Hingga Kontemporer. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media. 2013.
Sonneborn, Liz. Averroes (Ibnu Rushd) : Muslim Scholar, Philosopher, and Physican of the Twelfth Century. terj. Muhammad Abe, Averroes (Ibnu Rusyd) : Filsuf dan Ilmuwan Muslim Abad ke-12. Jakarta : Muara. 2013.
Sudarsono. Filsafat Islam. Jakarta : PT. Rineka Cipta. 1997.
Syarif. Para Filosof Muslim. Bandung : Penerbit Mizan. 1994.
Wijaya, Aksin. Teori Interpretasi al-Qur’an Ibnu Rusyd : Kritik Ideologis-Hermeneutis. Yogyakarta : LKiS. 2009.
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : Rajawali Pers. 2014.


[1] Khudori Soleh, Filsafat Islam : Dari Klasik Hingga Kontemporer (Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2013), h. 154.
[2] Khudori Soleh, Filsafat Islam : Dari Klasik Hingga Kontemporer, h. 155.
[3] Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam  (Jakarta : PT. Bulan Bintang, 1996), h. 166.
[4] Khudori Soleh, Filsafat Islam : Dari Klasik Hingga Kontemporer, h. 174.
[5] Liz Sonneborn, Averroes (Ibnu Rushd) : Muslim Scholar, Philosopher, and Physican of the Twelfth Century, terj. Muhammad Abe, Averroes (Ibnu Rusyd) : Filsuf dan Ilmuwan Muslim Abad ke-12 (Jakarta : Muara, 2013), h. 109.
[6] Liz Sonneborn, Averroes (Ibnu Rushd) : Muslim Scholar, Philosopher, and Physican of the Twelfth Century, terj. Muhammad Abe, Averroes (Ibnu Rusyd) : Filsuf dan Ilmuwan Muslim Abad ke-12, h. 110.
[7] Nama yang diberikan untuk periode sejarah Eropa antara 500  M hingga 1500 M.
[8] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Cet ; 25, Jakarta : Rajawali Pers, 2014), h. 110.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH EVALUASI PENDIDIKAN

KOMUNIKASI DAN KOORDINASI

MATERI PENDIDIKAN ISLAM