MAKALAH SYI'AH DAN ALIRANYA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Ima>mah (politik) merupakan faktor utama yang menyebabkan perselisihan di
kalangan umat Islam sampai saat ini, sehingga terpecah belah ke berbagai
aliran, sekte dan mazhab. Ini akibat konflik antar sekte Islam sepeninggalnya
Nabi Saw ketika suksesi politik diadakan untuk merebut tampuk kepemimpinan.
Dalam istilah Syi’ah, politik dinamakan (al-ima>mah), dan istilah yang digunakan Sunni adalah (al-khila>fah), sedangkan pada zaman modern saat ini dikenal dengan
istilah (al-ri’a>sah).
Syi’ah adalah mazhab
politik yang pertama lahir dalam Islam. Menurut sejarah, mereka tampil pada
akhir masa pemerintahan Usman
bin Affa>n ra, kemudian tumbuh dan berkembang pada masa ‘Ali bin Abi> T{a>lib.[1]
Syi’ah dalam sejarah pemikiran Islam merupakan sebuah
aliran yang muncul dikarenakan politik dan seterusnya berkembang menjadi aliran
teologi dalam Islam. Sebagai salah satu aliran politik, bibitnya sudah ada
sejak timbulnya persoalan siapa yang berhak menjadi khalifah sepeninggal Rasulullah. Dalam persoalan ini, Syi’ah
berpendapat bahwa yang berhak menjadi khalifah sepeninggal Rasulullah adalah
keluarga sedarah yang dekat dengan Nabi Muhammad, yaitu ‘Ali bin Abi> T{a>lib dan harus
dilanjutkan oleh anaknya, Hasan dan Husain, serta keturunan-keturunannya.
Syi’ah muncul sebagai salah satu aliran politik dalam
Islam baru dikenal sejak timbulnya peristiwa tahki>m
(arbitrase). Sementara Syi’ah dikenal sebagai sebuah aliran teologi
dalam Islam, yaitu ketika mereka mencoba mengaitkan iman dan kafir dengan imam,
atau dengan kata lain ketaatan pada seorang imam merupakan tolak ukur beriman
tidaknya seseorang, di samping paham mereka bahwa imam merupakan wakil Tuhan
serta mempunyai sifat ketuhanan.
Dalam pandangan politik Syi’ah dikatakan bahwa ima>mah bukanlah masalah kepentingan
pribadi yang diberikan kepada pilihan publik, akan tetapi adalah salah satu
pilar agama atau asal-usul dan dasar perinsip agama (arka>n al-di>n), yaitu iman seseorang tidaklah sempurna
kecuali percaya dengan ima>mah.
Oleh karena itu, Imam ‘Ali merupakan pelanjut Nabi Muhammad saw. yang
sah dengan penunjukan langsung dari Nabi saw. Dan bagi mereka, kedudukan para
imam setara dengan kedudukan Nabi saw. Oleh sebab itu, Syi’ah dalam setiap
kasus berpendirian bahwa hak politik adalah mutlak dimiliki oleh kalangan ahlu al-bait.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka
dapat diketengahkan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Apa pengertian Syi’ah?
2.
Bagaimana sejarah munculnya Syi’ah?
3.
Bagaimana ajaran Syi’ah Imamiyyah, Isma’iliyyah, Zaidiyyah dan Gulat?
BABA II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Syi’ah
Kata syi>’ah
secara etimologi diartikan sebagai pendukung, pembela, golongan, sahabat dan
penolong. Syi’ah ‘Ali adalah
pendukung atau pembela ‘Ali.
Syi’ah Mu’a>wiyah
adalah pendukung atau pembela Mu’a>wiyah.
Istilah Syi’ah selanjutnya berkembang dengan arti khusus, yaitu nama bagi sekelompok
orang yang menjadi partisan atau pengikut ‘Ali
bin Abi> T{a>lib dan keturunan-keturunannya.
Perumusan pengertian Syi’ah secara
sempurnah itu dipandang sangat sulit, karena Syi’ah telah melalui proses
sejarah yang panjang dengan segala peristiwa yang ikut mempengaruhi ajarannya.
Namun al-Syarasta>ni
mendefinisikan Syi’ah sebagai istilah khusus yang dipakai untuk pendukung atau
pengikut ‘Ali bin Abi>
T{a>lib yang berpendirian bahwa pengangkatan ‘Ali sebagai imam atau khalifah
berdasarkan kepada nash
dan wasiat, serta mereka berkeyakinan bahwa keimamahan tersebut tidak terlepas
dan terus berlanjut pada keturunan-keturunannya.[2]
Lebih lanjut bahwa istilah tasyayyu’ dan syi’ah adalah sama menurut ulama
Syi’ah yang terkenal yaitu al-Syei>kh al-Mufi>d. Sebagaimana Irfan Zindy
mengutip perkataan al-Syei>kh al-Mufi>d[3]
tersebut di dalam buku “mengapa kita menolak Syi’ah”, dengan terjemahan:
“Adapun
sebutan Syi’ah tidak punya arti lain kecuali untuk orang-orang pengikut Amirul
Mukminin as. dengan dasar mengangkatnya dan menyakini kepemimpinannya (‘Ali bin Abi> T{a>lib) setelah Rasulullah saw
langsung. Dan mengingkari kepemimpinan khilafa sebelumnya dan juga menyakini imam
‘Ali sebagai yang diikuti bukan yang mengikuti salah satu dari mereka (Abu
Bakar, Umar dan Usman). Dari pengertian ini, maka sebutan tasyayyu’ nama untuk golongan yang saya
sebutkan di atas walau secara etimologis hanya sebagai pengikut atau pendukung
saja”.[4]
Dari uraian di atas
dapat disimpulkan bahwa Tasyayyu’ dan Syi’ah adalah keyakinan dan paham bahwa ‘Ali bin Abi> Ta>lib dan keturunannya adalah orang
yang berhak memangku kekhilafahan guna memimpin umat sesudah Rasulullah saw wafat, dan begitu pula ‘Ali bin Abi> T{a>lib beserta keturunannya lebih berhak
menjadi khalifah dari pada Abu Bakar, Umar dan Usman, sehingga siapa pun yang berkeyakinan dan berpaham
tersebut, disebut sebagai penganut Syi’ah atau orang Syi’ah.
B.
Sejarah Munculnya Syi’ah
Secara histiros, Syi’ah (pendukung) tampak ada sejak tejadinya pemilihan
khalifah ketiga.[5] Pada
waktu pemilihan khalifah ketiga, ada beberapa orang yang mendukung ‘Ali. Akan tetapi, akhirnya umat Islam memutuskan memilih Usman bin Affa>n. Maka
orang-orang yang tadinya mendukung ‘Ali
akhirnya berbai’at kepada Usman,
termasuk juga ‘Ali tidak
ketinggalan untuk membai’at Usman.
Pada masa khalifah ‘Ali bin Abi> T{a>lib, terjadi
pertikaian dan peperangan antara ‘Ali dan Mu’a>wiyah,
barulah kata Syi’ah
(pendukung) muncul sebagai nama kelompok Islam. Akan tetapi bukan hanya
pendukung ‘Ali yang disebut Syi’ah
(pendukung), namun pendukung Mu’awiyah
juga disebut Syi’ah.[6]
Jadi, ada Syi’ah
‘Ali dan Syi’ah Mu’awiyah. Hal itu tercantum dalam naskah perjanjian
pelaksanaan tahki>m,
diterangkan di dalamnya bahwa apabila orang yang ditentukan dalam pelaksanaan tahki>m itu
berhalangan, maka diisi dengan orang dari syi>’ah
(pendukung) masing-masing.
Adapun Syi’ah pada
waktu itu, baik Syi’ah
‘Ali maupun Syi’ah Mu’awiyah
semuanya Ahlu Sunnah wa
al-Jama’ah.[7] Karena
Syi’ah pada waktu
itu hanya berarti pendukung dan pembela. Akan tetapi, seiring dengan waktu ke
waktu istilah Syi’ah Mu’awiyah berangsur hilang dan kalah populer
penggunaannya dari pada istilah Syi’ah
‘Ali.
Kiranya
perlu diperjelas bahwa Syi’ah ‘Ali
(pendukung ‘Ali), sejak
dari masa akhir pemerintahan Usman, peristiwa tahki>m,
dan sampai
terbunuhnya ‘Ali, masih memiliki pemahaman yang
lurus dikarenakan masih adanya ‘Ali
sebagai panutan dan
didengarkan perkataannya, meskipun juga di lain pihak ada juga pemahamnya
menyimpang.[8]
Menurut
hemat penulis bahwa berdasarkan dengan pengertian Syi’ah yang diketengahkan
oleh al-Syarasta>ni,
maka Syi’ah sejak
dari masa akhir pemerintahan Usman, peristiwa tahki>m,
dan sampai
terbunuhnya ‘Ali, adalah sekedar pendukung dan
belum berbentuk pendirian bahwa pengangkatan ‘Ali sebagai imam atau
khalifah berdasarkan kepada nash
dan wasiat, serta keyakinan bahwa keimamahan tersebut tidak terlepas dan terus
berlanjut pada keturunan-keturunannya.
Meskipun juga tidak bisa dipungkiri bahwa pendirian dan keyakinan tersebut
memang sudah ada di benak beberapa kalangan waktu itu.
Pendapat yang populer di dalam buku-buku
sejarah tentang munculnya Syi’ah menyatakan bahwa, Syi’ah muncul sebagai salah
satu aliran politik dalam Islam baru dikenal sejak timbulnya peristiwa tahki>m (arbitrase).[9]
Dari keterangan yang lain juga dikemukakan bahwa
bibit-bibit Syi’ah sudah ada sejak timbulnya persoalan siapa yang berhak
menjadi khalifah sepeninggal Rasulullah saw. Akan tetapi, hal itu belum begitu
tampak, dikarenakan belum ada dukungan yang nyata berupa tindakan maupun ucapan
pada waktu itu.[10]
Pendapat lain mengatakan bahwa Syi’ah muncul ketika
Nabi Muhammad saw masih hidup.[11] Dengan alasan bahwa pada masa Nabi saw
beberapa sahabat telah bersimpati kepada ‘Ali bin
Abi T{a>lib, di antara para sahabat tersebut yakni; Salma>n al-Fa>risi,
Abu S|a>rr al-Gifa>ri,
Amma>r bin Yasir, dan Miqda>d
bin Aswad.[12]
Lain halnya dengan keterangan yang lain
bahwa mulai munculnya Syi’ah adalah setelah wafatnya ‘Ali, dan
karena adanya rivalitas politik dari kelompok khawarij.[13]
Menurut
Muhammad Kamil al-Hasyimi bahwa orang yang bernama Abdullah bin Saba’ adalah
orang yang memikirkan dan berhasil membentuk asas Syi’ah dan menanamkan
bibitnya. Setelah berdiri dan berbuah, banyaklah muridnya dan mereka berselisih
di antara mereka.[14]
Bibit
ide tasyayyu’ dan
Syi’ah yang ditaburkan oleh Abdullah bin Saba’ sudah dilakukannya sejak
zaman ‘Ali. Bibit ide inilah yang kemudian berkembang dan berbuah pada
masa-masa selanjutnya. Dan juga dari bibit ide ini yang kemudian menjadikan
Syi’ah sebagai aliran teologi.
Setiap
kali ‘Ali berhubungan
dengan masyarakat, mereka semakin mengagumi bakat-bakat, kekuatan beragama dan
ilmunya. Karena itu, para propagandis Syi’ah mengeksploitasi kekaguman mereka
terhadap ‘Ali untuk menyebarkan pemikiran-pemikiran mereka tentang dirinya. Di antara pemikiran itu, ada yang menyimpang dan ada juga
yang lurus.[15] Salah satu di antara
pemikiran yang melenceng itu seperti pengultusan ‘Ali yang
diisukan dan dipelopori oleh Abdullah bin Saba’.[16]
Syi’ah dikenal sebagai sebuah aliran teologi dalam Islam,
yaitu ketika mereka mencoba mengkaitkan iman dan kafir dengan imam, atau dengan
kata lain ketaatan pada seorang imam merupakan tolak ukur beriman tidaknya
seseorang, di samping paham mereka bahwa imam merupakan wakil Tuhan serta
mempunyai sifat ketuhanan.
C. Sekte-Sekte
Syi’ah dan Ajarannya
Sebagai
sebuah aliran, Syi’ah mengalami penderitaan berupa penyakit perselisihan.
Perselisihan yang berhujung perpecahan Syi’ah ke dalam beberapa sekte besar dan
kecil,[17]
saling mengklaim merekalah yang paling memiliki otoritas kepemimpinan. Hal
pokok yang menjadi persoalan krusial sehingga muncul perselisihan di antara
mereka adalah permasalahn imamah setelah kepemimpinan ‘Ali bin Abi T{a>lib, Hasan serta Husen. Karena sejak
wafatnya Husen, para pengikut ‘Ali (Syi’ah) berbeda pendapat tentang
siapa yang akan mereka jadikan panutan serta pimpinan.
H.M.
Rasjidi dalam bukunya “Apa itu Syi’ah?”, mengidentifikasi bahwa sebab terjadinya
perpecahan di dalam tubuh Syi’ah dikarenakan dua hal; a) Perbedaan di dalam
ajaran-ajarannya. Di antara mereka ada yang mendewakan para imam seraya mengafirkan
pihak lain, tetapi ada pula yang moderat dan hanya menganggap keliru pandangan
lain, b) Karena banyaknya keturunan ‘Ali. Dari sini sering terjadi perbedaan
dalam menentukan mana yang menjadi imam dan mana yang tidak.[18]
Pandangan
itu diperkuat juga oleh analisa sejarawan muslim Ibnu Khaldu>n
dalam Muqaddimahnya. Ia menyebutkan munculnya
sekte-sekte dalam aliran Syi'ah dimulai sejak siapakah yang akan menggantikan
kekhilafahan sesudah ‘Ali wafat. Sebagian diantara mereka mengatakan bahwa ia
harus diberikan kepada keturunan Fatimah secara tetap satu demi satu secara
bergantian (mereka disebut golongan Imamah), atau dilakukan dengan pertimbangan
para pakar agama (ahlu
al-hall wa al- aqd)
berdasarkan kealiman, ketaatan, pemurah, serta pemberani dan keluar
memplokamirkan keimamahannya (mereka disebut dengan kelompok Zaidiyyah).
Sebagian lagi mengatakan bahwa setelah ‘Ali dan kedua puteranya (Hasan dan Husen)
kepemimpinan diserahkan kepada putera ‘Ali yang lain (dari ibu lain) yang
bernama Muhammad bin Hanafiyah,[19] dan
kedua putera-puteranya (mereka disebut Kaisaniyyah yang dinisbahkan kepada
Kaisan.[20]
Dalam
makalah ringkas ini, tidak disebutkan secara keseluruhan sekte-sekte Syi’ah
yang begitu banyak. Pembahasan hanya disistematikan menjadi tiga bagian
kelompok Syi’ah, yaitu Imamiyyah, Zaidiyyah dan Gulat (ekstrem). Adapun
Imamiyyah hanya dua saja yang disebutkan yaitu Is\na> ‘Asyariyyah
dan Isma’iliyyah.
1.
Syi’ah Imamiyyah
Secara
garis besar, sekte Imamiyyah adalah golongan yang meyakini bahwa Nabi Muhamamad
saw telah melakukan penunjukkan yang tegas atas kepemimpinan ‘Ali setelah
beliau wafat. Oleh karena itu, mereka betul-betul menolak kepemimpinan Abu
Bakar, Umar dan Usman. Syi’ah Imamiyah pada perkembangannya mengalami
perpecahan menjadi beberapa golongan. Syi’ah Is\na> ‘Asyariyyah atau Syi’ah 12 adalah yang
tebesar, disusul Isma’iliyyah. Di zaman kehilafahan Abbasiyah, keduanya
memerankan perpolitikan yang cukup signifikan.
Menurut Abd
al-Qa>hir bahwa Syi’ah Imamiyyah terbagi ke dalam 15 sekte, dan salah satu sekte tersebut adalah Isna> ‘Asyariyyah.[21]
Syi’ah Imamiyyah ini juga disebut dengan
Imamiyyah Isna> ‘Asyariyah. Yaitu
golongan Syi’ah yang percaya kepada dua belas imam. Sebagaimana disebutkan
dalam buku “Mengapa Menolak Syi’ah” bahwa Imamiyyah
Isna> ‘Asyariyyah merupakan
kombinasi berbagai paham Syi’ah yang ada sebelumnya.[22]
Pada
umumnya sekte-sekte Syi’ah yang ada sekarang di dunia Islam seperti di Iran,
Irak, Pakistan dan negara-negara lain, adalah golongan yang membawa nama Syi’ah
Imamiyyah. Sekte ini adalah yang terbesar dari sekian banyak sekte Syi’ah, sehingga apabila
disebut atau mendengarkan kata Syi’ah maka yang dimaksud adalah Syi’ah
Imamiyyah. Hal itu dikarenakan Syi’ah Imamiyyah mencakup sebagian besar
pendapat-pendapat dan akidah yang dianut oleh sekte-sekte Syi’ah lainnya.[23]
Akidah
dan ajaran Syi’ah Imamiyyah bersumber dari empat buku pegangan utama mereka,
yaitu al-Ka>fi>, al-Tahz\i>b, al-Istibs}a>r, dan Man
la> Yah}duruhu al-Faqi>h, dan kitab-kitab lain yang penting, yaitu al-Wa>fi>,
al-Biha>r, al-Wasa>’il dan Mustadraku al-Wasa>’il.
Paham
Syi’ah meletakkan ima>mah sebagai dasar utama, sehingga
salah satu rukun iman Syi’ah adalah percaya kepada ima>mah.[24] Adapun
urutan rukun imam Syi’ah adalah; 1). Percaya kepada ke-Esaan Allah, 2). Percaya
kepada keadilan, 3). Percaya kepada kenabian, 4). Percaya kepada ima>mah, 5). Percaya kepada hari
Ma’ad/Kiamat.
Sekte Imamiyyah ini berpendapat bahwa para imam diketahui
bukan melalui sifat-sifat mereka, melainkan penunjukan orangnya langsung. ‘Ali
menjadi imam melalui penunjukan Nabi Muhammad saw, kemudian dia menunjuk penggantinya
berdasarkan wasiat Nabi Muhammad dan mereka dinamakan al-aw>s}iya>’
(para penerima
wasiat).
Adapun
prinsip-prinsip dasar yang dianut oleh Syi’ah Imamiyyah adalah :
a.
Wis}a>yah
Menurut Syi’ah Imamiyyah, ‘Ali telah
ditunjuk sebagai imam atau pemimpin masyarakat oleh Nabi Muhammad saw.
Penunjukan tersebut menurut mereka terjadi di Ghadir Khum.
b.
Ima>mah
Mereka meyakini bahwa yang berhak
memimpin umat Islam hanyalah imam yang sudah ditunjuk dan namanya mereka
kenali. Para imam terpilih ini menjalankan fungsi spiritual dan politik yang
tinggi dan memiliki berkah yang khusus, kemampuan yang luar biasa (mu’jizat),
dan pengetahuan rahasia (a>lim
bi al-gai>b) yang tidak dimiliki manusia pada
umumnya. Menurut mereka juga bahwa jabatan keimaman haruslah dipegang oleh
keturunan Fatimah. Syi’ah Imamiyah mempercayai adanya 12 imam, yaitu:
1. ‘Ali
bin Abi> T{a>lib (Q. 40 H)
2. H{asan
bin ‘Ali bin Abi> T{a>lib (W. 50 H)
3. Husain
bin ‘Ali bin Abi> T{a>lib (W. 61 H)
4. Ali
Zainal Abidi>n bin Husai>n (W. 94 h)
5. Muhammad
al-Ba>qir bin Ali Zainal Abidi>n (W. 112 H)
6. Ja’far
al-S{adiq bin Muhammad al-Ba>qir (W. 148 H)
7. Mu>sa
al-Kaz}im (183 H)
8. ‘Ali
al-Rid{a Bin Mu>sa al-Kaz}im (W. 202 H)
9. Muh}ammad
Al-Jawwa>d bin ‘Ali al-Rid{a (W. 202 H)
10. ‘Ali
bin Muhammad bin al-Rid{a (W 254 H)
11. H{asan
bin ‘Ali bin Muhammad al-‘Askari (260 H)
12. Muhammad
bin H{asan al-Mahdi al-Muntaz\ar, yang bersembunyi
pada tahun 260 H, dan suatu saat akan menampakkan dirinya di bumi sebagai imam
Mahdi.
Oleh karena putra-putri Nabi meninggal
saat masih bayi, para imam ini lahir dari putrinya Fatimah, yang bersuamikan ‘Ali ibn Abi T{a>lib, yang
merupakan sepupu dan anak perwalian Nabi, adalah imam pertama. Setelah imam
Husain, menurut ajaran Syi’ah dua belas imam, imamah tetap dipegang oleh
keturunannya sampai pada kedua belas, yakni imam Muhammad al-Mahdi, yang atas
perintah Allah, memasuki kegaiban untuk melanjutkan bimbingannya kepada kaum
beriman sampai hari kiamat.[25]
Syi’ah Imamiyyah tidak mengakui
kekhalifahan Abu Bakar, Umar, dan Usman, karena menganggap ketiga khalifah ini
telah berbuat curang kepada ‘Ali dengan menyisihkan hak Ali menjadi khalifah
setelah Rasul wafat. Abu Bakar dan Umar dicap sebagai orang yang telah
mengesampingkan al-Qur’an dan hadis, yang menurut interprestasi mereka telah
menunjuk Ali sebagai khalifah.
c.
‘Is}mah
‘Is}mah, dari segi bahasa ‘is}mah adalah bentuk mas}dar
dari kata ‘as}ama
yang berarti
memelihara atau menjaga. ‘Is}mah ialah kepercayaan bahwa para
imam itu, termasuk Nabi Muhammad saw telah di jamin oleh Allah swt. dari segala
bentuk perbuatan salah atau lupa. Dalam Syi’ah, seorang nabi atau imam
haruslah bersifat ma’s}u>m. Menurut mereka, apabila
seseorang yang mendapat tugas membawa amanah Allah swt. itu tidak bersifat ma’su>m maka akan timbul keraguan
atas kebenaran risalah atau amanah yang dibawanya itu.[26]
Ajaran pengkultusan terhadap para imam ini
bersumber dari akidah Saba'iyyah dan sekte Gulat lainnya. Paham ini telah resmi
menjadi pemahaman Syi'ah Imamiyyah . Mereka mengatakan bahwa imam seperti
halnya nabi adalah ma’s}u>m.
Semua imam yang dua belas ini suci dari kesalahan, kehilafan dan juga dari dosa
besar dan dosa kecil.
d.
Raj’ah
Mereka meyakini al-raj’ah
yaitu kembalinya imam ke tengah
masyarakat setelah lewat masa gaib atau masa bersembunyi dari pandangan
pengikutnya. Dalam keyakinan Syi’ah Imamiyah, imam al-Hasan al-‘Askari
meninggalkan seorang putra yang berusia sekitar 4 atau 6 tahun, yang bergelar
Imam Mahdi. Riwayat lain menyatakan bahwa al-Mahdi telah lahir sebelum ayahnya
wafat, dan dinobatkan oleh ayahnya sebagai imam ke-12, dan dalam usia yang
sangat belia, ia lari dan bersembunyi dalam lubang Sardab di rumah ayahnya di
Irak. Persembunyian (gaib)
ini menurut pengikutnya berlangsung selama 65 tahun. Dalam masa ini, seorang
Syi’ah dapat berhubungan dengan imamnya melalui empat orang wakil khas, yang
selama masa ini disebut dengan ghaib kecil (al-gaibah al-s}ugra’).[27]
Setelah meninggalnya empat orang wakil
ini, maka dimulailah gaib besar (al-gaibah
al-kubra), karena hubungan dengan imam terputus
sama sekali dan imam baru akan menampakkan diri lagi saat kiamat sudah semakin
dekat. Pada masa ini kepemimpinan Syi’ah dipegang dan dikendalikan oleh wila>yah al-faki>h,
yaitu para ulama s}a>lih
yang dipercaya oleh masyarakat Syi’ah.
Paham al-raj’ah
ini disebut juga dengan paham inkarnasi.
Paham ini lahir dari kelompok Syi'ah Saba'iyyah. Paham ini meyakini akan
datangnya Imam Mahdi dan kebangkitan kembali seluruh imam-imam mereka termasuk
Rasulullah saw. Kebangkitan mereka adalah dengan maksud menghukumi semua yang
menyelisihi mereka baik yang telah mati maupun yang masih hidup. Dalam tura>s\
Syi'ah Is\na> ‘Asyariyyah hal
itu disebutkan oleh sejumlah tokoh mereka semisal Syeikh Abbas al-Qummi (Muntaha>
Amal, jilid 2, hlm. 341), Muhammad Baqir al Majlisi (Haqqu
al-Yaqi>n halaman. 347), Maqbu>l
Ahmad (Terjemah al-Qur'an Maqbu>l
Ahmad, halaman. 535) dan lain-lain.[28]
e. Taqiyyah
Taqiyyah
yaitu menyembunyikan identitas akidah sebagai penjagaan diri
dari musuh. Taqiyyah
ini menurut mereka (Imamiyyah) merupakan salah satu prinsip utama agama yang
tidak boleh ditinggalkan, bahkan mereka memandang wajib melakukan taqiyyah,
karena seseorang yang tidak melakukan taqiyyah
jika meninggal, maka kematiannya tidak akan berfaidah.
2.
Isma’iliyyah
Sekte Isma’iliyah merupakan
bagian dari sekte Imamiyyah. Penganut aliran ini tersebar di berbagai negara
Islam: Afrika Selatan dan Tengah, Syam, India, dan Pakistan. Dalam sejarah
Islam mereka tercatat pernah berjaya dengan suatu kekuasaan yang besar, yaitu
Dinasti Fatimiyyah di Mesir dan Syam.[29]
Nama sekte ini
dinisbatkan kepada Isma’i>l
bin Ja’far al-S{a>diq. Ja’far
al-S{a>diq adalah imam keenam dalam aliran Imamiyyah Dua Belas dan imam
berikutnya adalah Musa
al-Kaz}im sebagai imam ketujuh. Namun, aliran Isma’iliyyah menetapkan
bahwa imam ketujuh adalah anaknya yang bernama Isma’il. Mereka mengatakan bahwa
hal itu berdasarkan nash
dari ayahnya, Ja’far,
tetapi Isma’i>l
wafat mendahului ayahnya.
Menurut Abd Al-Qa>hir bahwa Syi’ah
Isma’iliyyah terbagi
dalam dua golongan yaitu:
a.
Golongan
yang menunggu kemunculan Isma>’i>l bin Ja’far. Padahal menurut pakar sejarah
bahwa Isma>’i>l meninggal di zaman ayahnya, Ja’far.
b.
Golongan
yang menganggap bahwa imam setelah Ja’far adalah cucunya, Muhammad
bin Isma>’i>l bin Ja’far.[30]
Syi'ah Isma'iliyah berhasil mendirikan dinasti Fathimiyah di
Mesir dan pemimpinnya menyatakan diri sebagai khalifah tandingan Abbasiyah
setelah berhasil mengadakan beberapa pemberontakan.[31]
Dinasti Fatimiyyah,
sebagaimana dinasti Abbasiyah mengkalim sebagai pemimpin yang sebenarnya. Tidak
hanya itu, Mereka menegaskan bahwa merekalah imam-imam yang sebenarnya, yakni
imam-imam al Mahdi pengganti keturunan ‘Ali. Mereka mengklaim sebagai penerus
siklus keenam dari para imam.[32]
Al-Hakim bin Amrillah, salah seorang raja
dinasti Fatimiyyah di Mesir ini bahkan diklaim sebagai Tuhan oleh pengikut Agha
Khan. Ali Abdul Wahid Wafi dalam buku Gurbah al-Isla>m menyebut mereka
sebagai gerakan Syi’ah gula>t (ekstrem) yang keluar dari
Islam.[33]
Adonis menganalisa, bahwa gerakan Syi’ah Isma’iliyyah ini pada dasarnya
merupakan kelanjutan dari pengorganisasian gerakan Qaramithah (Syi’ah) yang
disebarluaskan oleh Hamdan Qaramith pada 264 H di desa Kufah dengan banyak
modifikasi.[34]
Aliran Isma’iliyyah dinamai juga dengan al-Ba>t}iniyyah atau al-Ba>t}iniyyu>n,
dinamakan demikian
karena mereka mempunyai kecenderungan untuk menyembunyikan diri dan pahamnya
dari orang lain. Hal ini pada mulanya merupakan akibat dari perburuan terhadap
diri mereka, tetapi lama-kelamaan menjadi kebiasaan mereka. Aliran Isma’iliyyah
dinamakan dengan al-Ba>t}iniyyah antara lain karena mereka
selalu mengatakan bahwa imam mereka tersembunyi. Pendapat mereka dalam masalah
ilmu lahir dan ilmu batin ini sama dengan pendapat aliran Imamiyyah Dua Belas.[35]
Beberapa doktrin yang juga dibawa gerakan ini di antaranya;
perintah syari’at Islam hanya berlaku bagi orang awam saja, para Nabi dan Rasul
hanyalah seorang mujaddid, para filusuf mampu mencapai
kedudukan yang sejajar dengan nabi dan rasul, al-Qur'an hanya dapat dimengerti
oleh orang-orang tertentu karena memiliki arti lahir dan arti batin, serta
hanya berfungsi sebagai pensucian jiwa saja. Keyakinan gerakan Isma’iliyyah
yang aneh ini berakar dari perpaduan ajaran Syi’ah dengan filsafat neo Platonisme,
dan sufistik ala Ikhwa>n al-S|afa>.[36]
Pendapat-pendapat yang dianut oleh kalangan aliran
Isma’iliyyah didasarkan atas tiga teori yang sebagian besar juga dianut oleh
aliran Imamiyyah Dua Belas, yaitu:
Pertama: limpahan cahaya ilahi (al-fai>d}
al-ilahi>)
dalam bentuk pengetahuan yang dilimpahkan Allah kepada para imam. Teori ini
mereka jadikan landasan untuk menyatakan bahwa seorang imam memiliki derajat
ilmu yang melampaui apa yang dapat dicapai manusia lainnya. Ilmu itu tidak
dimiliki manusia lainnya, khususnya ilmu tentang syari’ah.
Kedua: seorang imam tidak mesti
menampakkan diri dan dikenal, tetapi dapat tersembunyi, dan meskipun begitu ia
wajib dipatuhi. Ia adalah al-Mahdi yang akan memberikan petunjuk kepada
manusia. Ia akan menampakkan diri pada suatu lapisan keturunan tertentu, dan
pasti akan nyata. Hari kiamat tidak akan terjadi sebelum ia menampakkan diri
dan menegakkan keadilan di muka bumi ketika kezaliman dan kecurangan telah
merajalela.
Ketiga: seorang imam tidak
bertangungjawab kepada siapa pun, dan siapa pun tidak boleh menyaalahkannya
ketika ia melakukan suatu perbuatan. Sebaliknya, mereka wajib mengakui bahwa
semua perbuatannya mengandung kebaikan, bukan kejahatan, karena ia memiliki
pengetahuan yang tidak dimengerti siapa pun. Dalam pengertian inilah mereka
menetapkan bahwa para imam itu ma’su>m, bukan dalam pengertian tidak
melakukan kesalahan sebagaimana yang kita kenal. Sesuatu yang kita pahami sebagai
kesalahan, kadang-kadang menurut mereka ada ilmu yang menerangi seorang imam
sehingga ia boleh melakukannya, sedang manusia lain tidak boleh.[37]
3.
Zaidiyyah
Salah satu sekte Syi’ah yaitu Syi'ah Zaidiyyah.
Sekte ini yang paling dekat ke Sunni dikarenakan tidak mengangkat para imam ke
derajat kenabian, bahkan tidak sampai mendekati derajat itu. Namun mereka
memandang para imam sebagai manusia paling utama setelah Nabi Muhammad saw.
Mereka pun tidak mengafirkan para sahabat, khususnya mereka yang dibai’at ‘Ali, dan mengakui kepemimpinan mereka.[38]
Tokoh sekte ini adalah Zaid bin ‘Ali bin Zainal ‘Abidi>n. Ia
satu zaman dengan khalifah Muawiyah
Hisyam ibn ‘Abdul Malik, dan ia meninggal (disalib) di Kufah.
Di masa Zaid inilah, sekte Syi'ah yang dikenal dengan
Syi'ah rafi>d}ah
mulai dikenal. Ibnu Kas\i>r
di dalam al-Bida>yah
menceritakan sebuah riwayat tentang penolakan sebagian pengikut ‘Ali di Kufah
untuk menerima kepemimpinan Abu Bakar dan Umar. Ibnu
Kas\i>r menyebutkan kedatangan para penganut Syi'ah dari penduduk
kota Kufah kepada Zaid bin Ali Zainal Abidin seraya bertanya; "Apa
pendapat anda tentang Abu Bakar dan Umar?. Zaid berkata; "Semoga
Allah mengampuni keduanya, aku tidak pernah mendengar seorangpun dari ahlul baitku
yang berlepas diri kepada keduanya. Adapun aku, tidaklah aku katakan mengenai
keduanya melainkan kebaikan (keduanya baik)." Setelah mereka tidak
mendapatkan jawaban yang menyenangkan hati mereka, mereka kemudian berpaling
dan menolak keyakinan Zaid. Mereka ini menurut Ibnu
Kas\i>r dikenal dengan sebutan kelompok rafi>d}ah.[39]
Imam Ahmad juga pernah ditanya oleh anaknya tentang
siapa rafi>d}ah?,
maka beliau menjawab; “Mereka adalah orang-orang yang menghina dan menghujat
Abu Bakar dan Umar. Dalam waktu lain beliau juga berkata; “Mereka
adalah yang memusuhi Abu Bakar dan Umar.”Berkata pula Abu al-Hasan al-Asy’ari
bahwa sesungguhnya mereka dinamakan rafi>d}ah
karena penolakan mereka terhadap kekhalifahan Abu Bakar dan Umar rad}iyallahu 'anhuma>.[40]
Sekte Zaidiyyah dalam banyak hal, tidak sependapat dengan Syi'ah pada
umumnya. Konsep
pandangan Zaidiyyah banyak yang bertentangan dengan Isma’iliyyah dan Imamiyyah.
Perbedaan konsep pandangan-pandangan tersebut yaitu:
a. Wis}a>yah
Menurut sekte ini bahwa imamah itu
tidak melaui nash dan wasiat dari imam yang mangkat kepada imam yang datang
sesudahnya (bukan jabatan warisan). Hal ini, karena mereka menilai bahwa Nabi
Muhammad tidak menunjuk ‘Ali dengan menyebut namanya, tetapi hanya dengan
mendeskripsikannya. Dan ‘Ali lah orang yang tepat dengan deskripsi tersebut,
karena itulah mereka mengatakan ‘Ali lebih berhak menjadi khalifah dari pada
sahabat yang lain. Mereka membolehkan adanya yang mafd{u>l
di samping adanya imam yang afd}al,
yaitu ‘Ali.[41]
Berdasarkan konsep ini, mereka
memandang Abu Bakar, Umar, dan Us\man
bin Affa>n adalah sah sebagai khalifah, yang
memenuhi syarat menjadi imam sepeninggal nabi, sekalipun ‘Ali lebih utama (afd}al)
menurut mereka.
b. Ima>mah
Dalam pandangan Syi’ah Zaidiyah, imamah
tidak cukup hanya dari keturunan Fa>t}imah
saja, tetapi harus melalui dua jalan. Yang pertama, imam harus memunculkan dan
memproklamirkan dirinya (khuru>j),
kedua ini harus mendapat al-bai’at
(persetujuan) dari ahl
al-hal wa al-aqd.[42]
Pandangan moderat lainnya tentang
imamah adalah bahwa imam itu tidak boleh anak kecil, dan tidak pula bersikap
ghaib. Ia harus mempunyai kemampuan dalam memimpin perang suci, mempertahankan
masyarakat, dan seorang mujtahid. Bagi Zaidiyah, imam mungkin saja lebih dari
satu pada satu waktu, namun pada tempat yang berbeda. Ketaatan kepada imam
hanya dalam kebaikan dan ketetapan pada Allah.
c. ‘Is}mah (Ma’su>m)
Zaidiyah menolak prinsip tentang
kesucian imam dari dosa yang besar dan dosa kecil, bagi mereka imam itu hanya
orang biasa yang mungkin melakukan kesalahan.
d. Raj’ah
(kehadiran imam)
Syi’ah Zaidiyah menolak ketidakahadiran
imam, karena ahlul
hal wa al-aqd hanya dapat memilih imam kalau
seandainya calon imam itu ada di tengah mereka, atau menurut mereka kehadiran
imam merupakan syarat utama. Oleh karena itu Zaidiyah tidak mengakui tentang
keberadaan imam Mahdi yang akan keluar di akhir zaman nanti.
Seperti halnya perpecahan yang umum
terjadi dalam tubuh Syi’ah, demikian juga yang terjadi dengan Syi’ah Zaidiyyah,
yang terpecah ke berbagai kelompok. Abd
al-Qa>hir Al-Bagda>di> dalam
bukunya “al-Farq baina al-Firaqi”
dan Al-Syahrasta>ni dalam
bukunya “al-Milal wa al-Nihal”
menyebutkan tiga, yaitu : Ja>ru>diyyah, Sulai>ma>niyyah,
dan
Butriyyah.
Sekte Sulai>ma>niyyah dan Butriyyah menghukumi
kafir Ja>ru>diyyah,
karena mereka mengafirkan sahabat Abu Bakar dan Umar. Dan begitu pula
sebaliknya, Ja>ru>diyyah
mengkafirkan keduanya karena keduanya tidak mengafirkan
sahabat Abu Bakar dan Umar.[43]
4.
Gulat
Sekte Gulat adalah
sekte-sekte Syi’ah yang dianggap ekstrem dan sudah dianggap keluar dari Islam.
Menurut Abdul Qahir bahwa sekte-sekte ini adalah golongan yang menuhankan para
imam, menghalalkan yang diharamkan oleh syari’ah dan menggugurkan kewajiban
fardu syari’ah.[44]
Adapun ajaran-ajaran
dasar Syi’ah Gulat, yaitu:
a. H{ulu>l
Hulu>l
yaitu keyakinan bahwa Allah mengambil bentuk di dalam
orang-orang tertentu, seperti Ali. Atas dasar paham itu kemudian mereka
meyakini bahwa ‘Ali harus disembah.
b. Tana>sukh
Tana>sukh
adalah keyakinan yang mengatakan bahwa roh nabi atau para
imam mengambil tempat pada diri orang-orang tertentu.
c. Tasybi>h
Tasybi>h
adalah menyamakan Tuhan dengan makhluk secara fisik seperti mempunyai anggota
tubuh (jasmani).
d. Al-Bada>’
Al-Bada>’
yaitu merubah apa saja yang dikehendakinya sesuai dengan yang terjadi pada
ilmunya. Paham ini dianggap menggambarkan kelemahan Tuhan, sehingga ilmu dan
ciptaannya selalu mengalami perubahan.
Adapun sekte-sekte Syi’ah
yang termasuk di dalam sekte ekstrem, di antaranya yaitu:[45]
1)
Syi’ah
Saba’iyyah
Sekte
ini dipelopori oleh Abdullah bin Saba’. Sekte yang paling pertama menuhankan
‘Ali serta sekte yang paling pertama juga menampakkan keimamahan ‘Ali
berdasarkan nash. Dan dari sekte inilah lahir beberapa sekte ekstrem.[46]
2)
Syi’ah
al-Baya>niyyah
Yaitu
kelompok Syi’ah pimpinan Baya>n bin Sam'a>n al-Tami>mi. Mereka berkeyakinan bahwa ‘Ali
bin Abi> T{a>lib sebagai
Tuhan.
3)
Syi’ah
al-Mugi>riyyah
Yaitu
kelompok Syi’ah pimpinan Mughirah bin Sa'id al-Ajaly. Mereka berkeyakinan bahwa
Allah berjasad dan berwujud sebagai seorang laki-laki. Mereka juga berkeyakinan
bahwa Mughirah bin Sa'id al-Ajaly adalah seorang nabi.[47]
4)
Syi’ah
al-Jana>h}iyyah
Syi’ah
kelompok ini dipimpin oleh Abdullah bin Mu'awiyah bin Abdullah bin Ja'far Dzil
Janahaini. Mereka berkeyakinan bahwa roh manusia dapat berpindah-pindah dan
pada mulanya roh Allah berada pada Nabi Adam kemudian berpindah ke Abdullah bin
Mu'awiyah bin Abdullah bin Ja'far Dzil Janahaini.[48]
5)
Syi’ah
al-Mans}u>riyyah
Yaitu
kelompok Syi’ah piminan Abu Manshur al-Ajaly. Mereka berkeyakinan bahwa imam
setelah Abu Ja’far Muhammad adalah Abu Manshur al-Ajaly. Mereka juga
berkeyakinan bahwa kenabian dan kerasulan tidak terputus selamanya.
6)
Syi’ah
al-Khat}abiyyah
Yaitu
kelompok Syi’ah pimpinan Abu Khattab al-Asady. Mereka berkeyakinan bahwa para
imam atau amir mereka adalah nabi.
7)
Syi’ah
al-Gurabiyyah
Yaitu
kelompok Syi’ah yang mengatakan bahwa Rasulullah saw. sama wajah dan postur
tubuhnya seperti ‘Ali bin Abi> T{a>lib, laksana burung gagak dengan burung
gagak. Dan pada saat Allah mengutus malaikat Jibril untuk menyampaikan wahyu kepada
‘Ali bin Abi> T{a>lib, salah alamat kepada Muhammad saw, karena raut wajahnya
yang sama, sehingga Jibril tidak dapat membedakannya, maka jadilah Nabi Muhammad
saw, sebagai nabi yang seharusnya adalah ‘Ali yang menjadi nabi. Oleh
sebab itulah Allah terpaksa mengakui Muhammad sebagai utusan-Nya.[49]
BABA III
KESIMPULAN
Berdasarkan beberapa pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka
dapat disimpulakan beberapa hal, yaitu:
1.
Syi’ah adalah sebuah aliran dalam Islam yang pendukung
atau pengikutnya berpendirian bahwa pengangkatan ‘Ali sebagai imam atau
khalifah berdasarkan kepada
nash dan wasiat, serta mereka berkeyakinan bahwa keimamahan tersebut
tidak terlepas dan terus berlanjut pada keturunan-keturunannya.
2.
Terdapat
perbedaan pendapat tentang awal munculnya Syi’ah. Pendapat yang populer
bahwa, Syi’ah muncul sebagai salah satu aliran politik dalam Islam sejak timbulnya peristiwa tahki>m (arbitrase).
3.
Syi’ah mengalami perkembangan dan perpecahan, ke dalam beberapa sekte besar
dan kecil. Di antara sekte-sekte ini adalah Is\na> ‘Asyariyyah, Isma’iliyyah,
Zaidiyyah dan Gulat.
a. Is\na> ‘Asyariyyah, dan Isma’iliyyah
keduanya memiliki banyak kesamaan dalam ajaran, hanya saja
berbeda dalam menentukan jumlah imam. Is\na>
‘Asyariyyah mengakui 12 (dua belas) imam,
sedangkan Isma’iliyyah
hanya mengakui 7 (tujuh) imam.
b. Zaidiyyah
adalah golongan yang paling dekat dengan Sunni, ajarannya juga tidak sama
dengan Is\na> ‘Asyariyyah,
dan Isma’iliyyah.
c. Gulat
adalah sekte-sekte Syi’ah yang sudah dianggap keluar dari Islam. Karena
sekte-sekte ini menuhankan para imam. Ajaran-ajaran Syi’ah Gulat yaitu hulu>l, tana>sukh, tasybi>h
dan al-bada>’.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Taufik, et al., eds., Ensiklopedi Tematis Dunia
Islami, vol. 3, Jakarta: Icthiar Baru van Hoeve, 2002.
Adonis. Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab Islam.
Yogyakarta: LKIS Pelangi Aksara Yogyakarta, 2007.
Al-Bagda>di>,
Abd al-Qa>hir bin T{a>hir bin Muhammad’. Al-Farq baina al-Firaqi. Cet. IV; Bairut: Da>r
al-Kutub al-‘Amaliyyah, 2009.
Al-Bahy, Muhammad. Al-
Fikr al-Isla>mi fi> Tat}awwurihi, terj. Al-Yasa' Abu Bakar.
Jakarta: Bulan Bintang, 1987.
Al-Git}a>’,
Muhammad Husain A>li
Ka>syif. As}lu al-Syi>’ah wa Usu>luha>, t.t : Maktab al-Saqafah
al-Islamiyyah, t.th.
Al-Gura>bi,
‘Ali Mus}t}afa. Ta>ri>kh al-Firaq al-Isla>miyyah wa Nasy’atu ‘Alm
al-Kala>m ‘inda al-Muslimi>n. Mesir: Maktabah wa Matb’ah Muhammad
‘Ali S}abi>h wa Au>ladih, t.th.
Al-Hasyimi, Muhammad Kamil. ‘Aqa>id al-Syi>’ah fi
al-Miza>n, terj. H.M Rasjidi, Hakikat Akidah Syi’ah.
Cet.I; Jakarta: Bulan Bintang, 1989.
Al-Syahrasta>ni>,
Abu> al-Fath} Muh{ammad ‘Abd al-Kari>m ibn Abu> Bakr Ah{mad. Al-Milal
wa al-Nih{al. Cet. III; Bairut: Da>r al-Ma’rifah, 1993.
Al-Syamsa>n,
Abdullah bin Ibrahim bin Abdulllah. Mauqif Ibn Taimiyyah min al-Rafid}ah, Riya>d}: Da>r al-Fad}i>lah, 2004.
Al-Tunsawi, Muhammad Abdul
Sattar. Butla>n Aqa>'id al-Syi>'ah, terj. A.Radzafatzi.
Surabaya: Bina Ilmu, 1984.
Al-Usairy, Ahmad. Sejarah Islam,
terj. Samson Rahman. Cet.I; Jakarta: Akbar, 2003.
Anwar, Moh. Dawam.“Inilah
Hakikat Syi’ah”, dalam Umar Abduh dan Kirtos Away, eds., Mengapa Menolak
Syi’ah. Cet. II, Jakarta: LPPI, 1998.
D{ahi>r,
Ihsa>n Ila>hi>. Al-Syi>’ah wa al-Tasyayyu’: Firaqun wa
Ta>ri>khun. Cet.
III; Pakistan: Ida>rah Tarjama>n al-Sunnah,
1984.
Dahlan, Abdul Azis, et al., eds, Ensiklopedi Hukum Islam.
Cet. I; Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996.
Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam,
vol. 7. Cet. IV; Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997.
H.M. Rasjidi. Apa itu Syi'ah, Jakarta: Media
Da'wah, 1999.
Halm, Heinz. Shi’a Islam
from Religion to Revolution, Princeton: Markus Wiener Publishers, 1999.
Isma>'il
Ibnu Kas\i>r. Al Bida>yah wa al-Niha>yah, Juz.
9. Beirut: Da>r
al-Ma'rifah, 1999.
Karim, M. Abdul. Sejarah
Pemikiran dan Peradaban Islam. Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Book Publisher,
2007.
Khaldu>n,
Ibnu, Muqaddimah, terj. Ahmadie Thoha.
Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000.
Lapidus, Ira. M. A History of Islamic Societies,
terj. Ghufran A. Mas'adi. Vol. 1 & 2. Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2000.
Nasr, Sayyed Husain, Ensiklopedi Tematis Spiritualitas
Islam, terj. Rahmani Astuti, vol. 1. Cet. II; Bandung: Mizan Pustaka, 2003.
“Syiah”, Wikipedia Ensiklopedia Bebas. http://id.wikipedia.org/wiki/Syiah
(20 Februari 2011).
Tohir, Mohammad. Sejarah Islam dari Andalus sampai Indus.
Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1981.
Wafi, ‘Ali Abd al-Wahid, Gurbatu
al-Isla>m, terj. Rifyal Ka'bah. Jakarta: Penerbit Minaret, 1987.
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam.
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000.
Zahrah, Abu. Muhammad.Ta>rikh al-Maz\a>hib
al-Isla>miyyah,
terj, Abd. Rahman
Dahlan dan Ahmad Qarib, Aliran Politik dan Akidah dalam Islam. Cet. I;
Jakarta: Logos, 1996.
[1]Muhammad
Abu Zahrah, Ta>rikh
al-Maz\a>hib al-Isla>miyyah,
terj. Abd. Rahman
Dahlan dan Ahmad Qarib, aliran Politik dan Akidah dalam Islam (Cet. I;
Jakarta: Logos, 1996), h.34.
[2]Abu> al-Fath} Muh{ammad ‘Abd
al-Kari>m ibn Abu> Bakr Ah{mad Al-Syahrasta>ni. Al-Milal wa
al-Nih{al (Cet. III; Bairut: Da>r al-Ma’rifah, 1993), h. 169.
[4]Irfan
Zindny, “Inilah Hakikat Syi’ah”, dalam Umar Abduh dan Kirtos Away, eds.,
Mengapa Menolak Syi’ah (Cet. II; Jakarta: LPPI, 1998), h. 42.
[5]Pada
zaman Abu Bakar, Umar dan Usman, kata syi>’ah
dalam arti nama pendukung dalam kelompok orang Islam belum dikenal.
[6]Ihsa>n Ila>hi>
D{ahi>r, Al-Syi>’ah wa al-Tasyayyu’: Firaqun wa Ta>ri>khun
(Cet. III;
Pakistan: Ida>rah Tarjama>n al-Sunnah,
1984), h. 13.
[7]Ahli
Sunnah wa Al-Jama’ah maksudnya bahwa mereka masih sama akidah, amaliyah dan
pehamannya, yang berasal dari al-Qur’an (mereka menyaksikan masa penurunannya)
dan Rasulullah sebagai panutan bagi mereka dan sekaligus penjelas bagi
al-Qur’an. Dengan adanya peristiwa peperangan tersebut, ‘Ali memberikan penjelasan kepada
pengikutnya tentang peperangannya dengan Mu’a>wiyah,
bahwa peperangan itu semata-mata berdasarkan ijtihad. Kami (Ali dan pengikutnya)
berkeyakinan bahwa, kitalah yang benar dan Mu’awiyah yang salah, karena
memberontak kepada pemerintahan yang sah. Sebaliknya Mu’awiyah pun berkeyakinan
bahwa dialah yang benar, dan kita yang salah (karena tuntunannya untuk menghukum
pembunuh Usman belum bisa dilaksanakan). Maka karena itu, Ali menyolati jenazah
korban peperangan dari kedua belah pihak.
[9]Perang
saudara pertama dalam Islam terjadi pada masa pemerintahan ‘Ali bin Abi T}a>lib pada perang Siffin, dan penyelesaian perselisihan dengan
arbitrasi (tah{ki>m). lihat lebih lanjut; Taufik
Abdullah, et al., eds., Ensiklopedi Tematis Dunia Islami, vol. 3 (Jakarta:
Icthiar Baru van Hoeve, 2002), h. 344. Lihat juga; Dewan Redaksi, Ensiklopedi
Islam, vol. 7 (Cet. IV; Jakarta: Ichtiar
Baru Van Hoeve, 1997), h. 5.
[10]M.
Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam (Cet. I; Yogyakarta:
Pustaka Book Publisher, 2007), h. 109.
[11]Pendapat ini dikemukakan oleh
Muhammad Husain Ka>syif al-Git}a>’ (beliau adalah seorang mujtahid Syi’ah kontemporer yang
berasal dari Irak). Dan Ahmad Amin (sarjana sejarah dan kebudayaan Islam yang
berasal dari Mesir).
[12]Abdul Azis Dahlan, et al.,
eds, Ensiklopedi Hukum Islam, vol. 5 (Cet. I; Jakarta: Ichtiar Baru Van
Hoeve, 1996), h. 1702.
[13]M.
Abdul Karim, op.cit., h. 109. Lihat juga Muhammad Husain A>li Ka>syif
al-Git}a>’, As}lu al-Syi>’ah wa Usu>luha> (T.t
: Maktab al-Saqafah al-Islamiyyah, t.th), h. 39. Tentang perbedaan ini lihat
lebih lanjut; Taufik Abdullah, et al., eds., lo.cit.
[14]Muhammad
Kamil al-Hasyimi, ‘Aqa>id
al-Syi>’ah fi al-Miza>n, terj. H.M Rasjidi, Hakikat Akidah
Syi’ah (Cet.I; Jakarta: Bulan Bintang, 1989), h. 17.
[15]Muhammad
Abu Zahrah, op.cit. h. 34. Lihat juga; Moh. Dawam Anwar, “Inilah
Hakikat Syi’ah”, dalam Umar Abduh dan Kirtos Away, eds., Mengapa Menolak
Syi’ah (Cet. II; Jakarta: LPPI, 1998), h. 4.
[16]Ahmad
al-Usairy, Sejarah Islam, terj. Samson Rahman ( Cet.I; Jakarta:
Akbar, 2003), h. 169. Abdullah bin Saba’
adalah seorang pendeta Yahudi berasal dari S}an’a, salah satu daerah di Yaman. Dia datang ke
Madinah dan kemudian berpura-pura masuk dan setia kepada Islam pada akhir masa
khalifah Us\ma>n bin
Affa>n ra.
[17]Dalam
hal ini, para ahli sejarah tidak sependapat dalam menghitung jumlahnya. Pada
umumnya dapat di bagi atas beberapa golongan besar yaitu Kaisaniyyah,
Zaidiyyah, Imamiyyah Is\na
‘asyariyyah, dan Syi’ah Gulat. Taufik Abdullah, et al.,
eds., op. cit., h. 345.
[18]H.M.
Rasjidi, Apa itu Syi'ah,
(Jakarta: Media Da'wah, 1999), h. 7.
[19]Muhammad
bin Hanafiyah sendiri merupakan saudara kandung Husen dari lain ibu.
[20]Ibnu Khaldu>n, Muqaddimah,
terj. Ahmadie Thoha (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000), h. 245. Nama Kaisaniyyah
diambil dari pendirinyaMukhtar bin Abi Ubaid, budak dari Khalifah ‘Ali yang
juga dipanggil Kaisan.
[21]Abd al-Qa>hir bin T{a>hir
bin Muhammad Al-Bagda>di>,
Al-Farq baina al-Firaq (Cet. IV; Bairut: Da>r
al-Kutub al-‘Amaliyyah, 2009), h. 17.
[22]Nabhan
Husen, “Tinjauan Ahlu Sunnah terhadap Paham Syi’ah tentang al-Qur’an dan
Hadis”, dalam Umar Abduh dan Kirtos Away, eds., Mengapa Menolak Syi’ah
(Cet. II; Jakarta: LPPI, 1998), h. 91.
[23]Moh.
Dawam Anwar, “Inilah Hakikat Syi’ah”, dalam Umar Abduh dan Kirtos Away,
eds., Mengapa Menolak Syi’ah (Cet. II; Jakarta: LPPI, 1998), h. 4. Lihat
juga Muhammad Abu Zahrah, op.cit, h. 50.
[25]
Sayyed Husain Nasr, Ensiklopedi Tematis
Spiritualitas Islam, terj. Rahmani Astuti, vol. 1 (Cet. II; Bandung: Mizan
Pustaka, 2003), h. 213-214.
[26]Dewan Redaksi, Ensiklopedi
Islam, vol. 7, op.cit., h. 11.
[27]Heinz
Halm, Shi’a Islam from Religion to Revolution (Princeton: Markus Wiener
Publishers, 1999), h. 29 & 35.
[28]Muhammad
Abdul Sattar al-Tunsawi, Butla>n Aqa>'id al-Syi>'ah,
terj. A.Radzafatzi (Surabaya: Bina Ilmu, 1984), h. 102-103.
[29]Muhammad
Abu Zahrah, op, cit, h. 57.
[31]Badri
Yatim, Sejarah Peradaban Islam
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), h. 65-66.
[32]Ira.
M. Lapidus, A History of Islamic
Societies, terj. Ghufran A. Mas'adi, vol. 1 & 2 (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2000), h. 532-533.
[33]‘Ali
Abd al-Wahid Wafi, Gurbah al-Isla>m, terj. Rifya al-Ka'bah
(Jakarta: Penerbit Minaret, 1987), h. 26. Gerakan Agha Khan ini juga disebut
oleh ‘Ali Wafi keluar dari Islam karena menyebut Rasulullah saw hanya sebagai mujaddid, bukan Rasul
utusan Allah. Mereka juga membanggakan imam-imam Fatimiyyah ketingkat kema’suman.
[34]Adonis,
Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab
Islam. Jilid I (Yogyakarta: LKIS Pelangi Aksara Yogyakarta, 2007),
h. 93.
[35]Muhammad
Abu Zahrah, op, cit. h. 57.
[36]Mohammad
Tohir, Sejarah Islam dari Andalus
sampai Indus (Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1981), h. 129.
Isma'iliyah berpendapat bahwa pengetahuan itu ada yang lahir dan yang batin.
Sementara yang terpenting itu adalah aspek batin. Oleh kerenanya mereka juga disebut
kelompok bat}iniyyah.
Beberapa doktrin yang mereka tentukan diarahkan memperkuat posisi mereka dan
mengklaim al-Mahdi ada dalam keturunan Fatimiyyah (mereka sendiri). Lihat;
Muhammad al-Bahy, Al- Fikr al-Isla>mi fi> Tat}awwurihi,
terj. Al-Yasa' Abu Bakar (Jakarta: Bulan Bintang, 1987), h. 41-42.
[37]Muhammad
Abu Zahrah, op, cit., h. 59.
[38]Ibid.,
h. 45.
[39]Isma>'il Ibnu Kas\i>r,
Al Bida>yah wa al-Niha>yah, Juz. 9 (Beirut: Da>r al-Ma'rifah,
1999), h. 382.
[40]Abdullah bin
Ibrahim bin Abdulllah al-Syamsa>n, Mauqif Ibn Taimiyyah min al-Rafid}ah, (Riya>d}:
Da>r al-Fad}i>lah, 2004), h. 39.
Liha juga keterangan dari: “Syiah”, Wikipedia ensiklopedia bebas. http://id.wikipedia.org/wiki/Syiah (20
Februari 2011).
[41]Muhammad
Abu Zahrah, op. cit., h. 47.
[45]Menurut
‘Ali Mus}t}afa
al-Gura>bi bahwa golongan syi’ah gulat ini ada 15 sekte. Lihat lebih
lanjut ‘Ali Mus}t}afa
al-Gura>bi, Ta>ri>kh al-Firaq al-Isla>miyyah wa Nasy’atu ‘Alm
al-Kala>m ‘inda al-Muslimi>n. (Mesir: Maktabah wa Matb’ah Muhammad
‘Ali S}abi>h wa Au>ladih, t.th), h. 285.
[48]Ibid.
[49]‘Ali
Abd al-Wahid Wafi, op. cit.,
h. 25.
Komentar
Posting Komentar