MAKALAH SYI'AH DAN ALIRANYA

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Ima>mah (politik) merupakan faktor utama yang menyebabkan perselisihan di kalangan umat Islam sampai saat ini, sehingga terpecah belah ke berbagai aliran, sekte dan mazhab. Ini akibat konflik antar sekte Islam sepeninggalnya Nabi Saw ketika suksesi politik diadakan untuk merebut tampuk kepemimpinan. Dalam istilah Syi’ah, politik dinamakan (al-ima>mah), dan istilah yang digunakan Sunni adalah (al-khila>fah), sedangkan pada zaman modern saat ini dikenal dengan istilah (al-ri’a>sah).
Syi’ah adalah mazhab politik yang pertama lahir dalam Islam. Menurut sejarah, mereka tampil pada akhir masa pemerintahan Usman bin Affa>n ra, kemudian tumbuh dan berkembang pada masa ‘Ali bin Abi> T{a>lib.[1]
Syi’ah dalam sejarah pemikiran Islam merupakan sebuah aliran yang muncul dikarenakan politik dan seterusnya berkembang menjadi aliran teologi dalam Islam. Sebagai salah satu aliran politik, bibitnya sudah ada sejak timbulnya persoalan siapa yang berhak menjadi khalifah  sepeninggal Rasulullah. Dalam persoalan ini, Syi’ah berpendapat bahwa yang berhak menjadi khalifah sepeninggal Rasulullah adalah keluarga sedarah yang dekat dengan Nabi Muhammad, yaitu ‘Ali bin Abi> T{a>lib dan harus dilanjutkan oleh anaknya, Hasan dan Husain, serta keturunan-keturunannya.
Syi’ah muncul sebagai salah satu aliran politik dalam Islam baru dikenal sejak timbulnya peristiwa tahki>m (arbitrase). Sementara Syi’ah dikenal sebagai sebuah aliran teologi dalam Islam, yaitu ketika mereka mencoba mengaitkan iman dan kafir dengan imam, atau dengan kata lain ketaatan pada seorang imam merupakan tolak ukur beriman tidaknya seseorang, di samping paham mereka bahwa imam merupakan wakil Tuhan serta mempunyai sifat ketuhanan.
Dalam pandangan politik Syi’ah dikatakan bahwa ima>mah bukanlah masalah kepentingan pribadi yang diberikan kepada pilihan publik, akan tetapi adalah salah satu pilar agama atau asal-usul dan dasar perinsip agama (arka>n al-di>n), yaitu iman seseorang tidaklah sempurna kecuali percaya dengan ima>mah.
Oleh karena itu, Imam ‘Ali merupakan pelanjut Nabi Muhammad saw. yang sah dengan penunjukan langsung dari Nabi saw. Dan bagi mereka, kedudukan para imam setara dengan kedudukan Nabi saw. Oleh sebab itu, Syi’ah dalam setiap kasus berpendirian bahwa hak politik adalah mutlak dimiliki oleh kalangan ahlu al-bait.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat diketengahkan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1.    Apa pengertian Syi’ah?
2.    Bagaimana sejarah munculnya Syi’ah?
3.    Bagaimana ajaran Syi’ah Imamiyyah,  Isma’iliyyah, Zaidiyyah dan Gulat?











BABA II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Syi’ah
Kata syi>’ah secara etimologi diartikan sebagai pendukung, pembela, golongan, sahabat dan penolong. Syi’ah ‘Ali adalah pendukung atau pembela ‘Ali. Syi’ah Mu’a>wiyah adalah pendukung atau pembela Mu’a>wiyah. Istilah Syi’ah selanjutnya berkembang dengan arti khusus, yaitu nama bagi sekelompok orang yang menjadi partisan atau pengikut ‘Ali bin Abi> T{a>lib dan keturunan-keturunannya.
Perumusan pengertian Syi’ah secara sempurnah itu dipandang sangat sulit, karena Syi’ah telah melalui proses sejarah yang panjang dengan segala peristiwa yang ikut mempengaruhi ajarannya. Namun al-Syarasta>ni mendefinisikan Syi’ah sebagai istilah khusus yang dipakai untuk pendukung atau pengikut ‘Ali bin Abi> T{a>lib yang berpendirian bahwa pengangkatan ‘Ali sebagai imam atau khalifah berdasarkan kepada nash dan wasiat, serta mereka berkeyakinan bahwa keimamahan tersebut tidak terlepas dan terus berlanjut pada keturunan-keturunannya.[2]   
Lebih lanjut bahwa istilah tasyayyu’ dan syi’ah adalah sama menurut ulama Syi’ah yang terkenal yaitu al-Syei>kh al-Mufi>d. Sebagaimana Irfan Zindy mengutip perkataan al-Syei>kh al-Mufi>d[3] tersebut di dalam buku “mengapa kita menolak Syi’ah”, dengan terjemahan:
“Adapun sebutan Syi’ah tidak punya arti lain kecuali untuk orang-orang pengikut Amirul Mukminin as. dengan dasar mengangkatnya dan menyakini kepemimpinannya (‘Ali bin Abi> T{a>lib) setelah Rasulullah saw langsung. Dan mengingkari kepemimpinan khilafa sebelumnya dan juga menyakini imam ‘Ali sebagai yang diikuti bukan yang mengikuti salah satu dari mereka (Abu Bakar, Umar dan Usman). Dari pengertian ini, maka sebutan tasyayyu’ nama untuk golongan yang saya sebutkan di atas walau secara etimologis hanya sebagai pengikut atau pendukung saja”.[4]
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Tasyayyu’ dan Syi’ah adalah keyakinan dan paham bahwa ‘Ali bin Abi> Ta>lib dan keturunannya adalah orang yang berhak memangku kekhilafahan guna memimpin umat sesudah Rasulullah saw wafat, dan begitu pula ‘Ali bin Abi> T{a>lib beserta keturunannya lebih berhak menjadi khalifah dari pada Abu Bakar, Umar dan Usman, sehingga siapa pun yang berkeyakinan dan berpaham tersebut, disebut sebagai penganut Syi’ah atau orang Syi’ah.


B.     Sejarah Munculnya Syi’ah
Secara histiros, Syi’ah (pendukung) tampak ada sejak tejadinya pemilihan khalifah ketiga.[5] Pada waktu pemilihan khalifah ketiga, ada beberapa orang yang mendukung ‘Ali. Akan tetapi,  akhirnya umat Islam memutuskan memilih Usman bin Affa>n. Maka orang-orang yang tadinya mendukung ‘Ali akhirnya berbai’at kepada Usman, termasuk juga ‘Ali tidak ketinggalan untuk membai’at Usman.
Pada masa khalifah ‘Ali bin Abi> T{a>lib, terjadi pertikaian dan peperangan antara ‘Ali dan Mu’a>wiyah, barulah kata Syi’ah (pendukung) muncul sebagai nama kelompok Islam. Akan tetapi bukan hanya pendukung ‘Ali yang disebut Syi’ah (pendukung), namun pendukung Mu’awiyah juga disebut Syi’ah.[6] Jadi, ada Syi’ah ‘Ali dan Syi’ah Mu’awiyah. Hal itu tercantum dalam naskah perjanjian pelaksanaan tahki>m, diterangkan di dalamnya bahwa apabila orang yang ditentukan dalam pelaksanaan tahki>m itu berhalangan, maka diisi dengan orang dari syi>’ah (pendukung) masing-masing.
Adapun Syi’ah  pada waktu itu, baik Syi’ahAli maupun Syi’ah Mu’awiyah semuanya Ahlu Sunnah wa  al-Jama’ah.[7] Karena Syi’ah pada waktu itu hanya berarti pendukung dan pembela. Akan tetapi, seiring dengan waktu ke waktu istilah Syi’ah Mu’awiyah berangsur hilang dan kalah populer penggunaannya dari pada istilah Syi’ahAli.
Kiranya perlu diperjelas bahwa Syi’ahAli (pendukung ‘Ali), sejak dari masa akhir pemerintahan Usman, peristiwa tahki>m, dan sampai terbunuhnya ‘Ali, masih memiliki pemahaman yang lurus dikarenakan masih adanya ‘Ali sebagai panutan dan didengarkan perkataannya, meskipun juga di lain pihak ada juga pemahamnya menyimpang.[8]
Menurut hemat penulis bahwa berdasarkan dengan pengertian Syi’ah yang diketengahkan oleh al-Syarasta>ni, maka Syi’ah sejak dari masa akhir pemerintahan Usman, peristiwa tahki>m, dan sampai terbunuhnya ‘Ali, adalah sekedar pendukung dan belum berbentuk pendirian bahwa pengangkatan ‘Ali sebagai imam atau khalifah berdasarkan kepada nash dan wasiat, serta keyakinan bahwa keimamahan tersebut tidak terlepas dan terus berlanjut pada keturunan-keturunannya. Meskipun juga tidak bisa dipungkiri bahwa pendirian dan keyakinan tersebut memang sudah ada di benak beberapa kalangan waktu itu.
Pendapat yang populer di dalam buku-buku sejarah tentang munculnya Syi’ah menyatakan bahwa, Syi’ah muncul sebagai salah satu aliran politik dalam Islam baru dikenal sejak timbulnya peristiwa tahki>m (arbitrase).[9]
Dari keterangan yang lain juga dikemukakan bahwa bibit-bibit Syi’ah sudah ada sejak timbulnya persoalan siapa yang berhak menjadi khalifah sepeninggal Rasulullah saw. Akan tetapi, hal itu belum begitu tampak, dikarenakan belum ada dukungan yang nyata berupa tindakan maupun ucapan pada waktu itu.[10]
Pendapat lain mengatakan bahwa Syi’ah muncul ketika Nabi Muhammad saw masih hidup.[11] Dengan alasan bahwa pada masa Nabi saw beberapa sahabat telah bersimpati kepada ‘Ali bin Abi T{a>lib, di antara para sahabat tersebut yakni; Salma>n al-Fa>risi, Abu S|a>rr al-Gifa>ri, Amma>r bin Yasir, dan Miqda>d bin Aswad.[12]
Lain halnya dengan keterangan yang lain bahwa mulai munculnya Syi’ah adalah setelah wafatnya ‘Ali, dan karena adanya rivalitas politik dari kelompok khawarij.[13]
Menurut Muhammad Kamil al-Hasyimi bahwa orang yang bernama Abdullah bin Saba’ adalah orang yang memikirkan dan berhasil membentuk asas Syi’ah dan menanamkan bibitnya. Setelah berdiri dan berbuah, banyaklah muridnya dan mereka berselisih di antara mereka.[14]
Bibit ide tasyayyu’ dan Syi’ah yang ditaburkan oleh Abdullah bin Saba’ sudah dilakukannya sejak zaman ‘Ali. Bibit ide inilah yang kemudian berkembang dan berbuah pada masa-masa selanjutnya. Dan juga dari bibit ide ini yang kemudian menjadikan Syi’ah sebagai aliran teologi.
Setiap kali ‘Ali berhubungan dengan masyarakat, mereka semakin mengagumi bakat-bakat, kekuatan beragama dan ilmunya. Karena itu, para propagandis Syi’ah mengeksploitasi kekaguman mereka terhadap ‘Ali untuk menyebarkan pemikiran-pemikiran mereka tentang dirinya. Di antara pemikiran itu, ada yang menyimpang dan ada juga yang lurus.[15] Salah satu di antara pemikiran yang melenceng itu seperti pengultusan ‘Ali yang diisukan dan dipelopori oleh Abdullah bin Saba’.[16]
Syi’ah dikenal sebagai sebuah aliran teologi dalam Islam, yaitu ketika mereka mencoba mengkaitkan iman dan kafir dengan imam, atau dengan kata lain ketaatan pada seorang imam merupakan tolak ukur beriman tidaknya seseorang, di samping paham mereka bahwa imam merupakan wakil Tuhan serta mempunyai sifat ketuhanan.

C.    Sekte-Sekte Syi’ah dan Ajarannya
Sebagai sebuah aliran, Syi’ah mengalami penderitaan berupa penyakit perselisihan. Perselisihan yang berhujung perpecahan Syi’ah ke dalam beberapa sekte besar dan kecil,[17] saling mengklaim merekalah yang paling memiliki otoritas kepemimpinan. Hal pokok yang menjadi persoalan krusial sehingga muncul perselisihan di antara mereka adalah permasalahn imamah setelah kepemimpinan ‘Ali bin Abi T{a>lib, Hasan serta Husen. Karena sejak wafatnya Husen, para pengikut ‘Ali (Syi’ah) berbeda pendapat tentang siapa yang akan mereka jadikan panutan serta pimpinan.
H.M. Rasjidi dalam bukunya “Apa itu Syi’ah?”, mengidentifikasi bahwa sebab terjadinya perpecahan di dalam tubuh Syi’ah dikarenakan dua hal; a) Perbedaan di dalam ajaran-ajarannya. Di antara mereka ada yang mendewakan para imam seraya mengafirkan pihak lain, tetapi ada pula yang moderat dan hanya menganggap keliru pandangan lain, b) Karena banyaknya keturunan ‘Ali. Dari sini sering terjadi perbedaan dalam menentukan mana yang menjadi imam dan mana yang tidak.[18]
Pandangan itu diperkuat juga oleh analisa sejarawan muslim Ibnu Khaldu>n dalam Muqaddimahnya. Ia menyebutkan munculnya sekte-sekte dalam aliran Syi'ah dimulai sejak siapakah yang akan menggantikan kekhilafahan sesudah ‘Ali wafat. Sebagian diantara mereka mengatakan bahwa ia harus diberikan kepada keturunan Fatimah secara tetap satu demi satu secara bergantian (mereka disebut golongan Imamah), atau dilakukan dengan pertimbangan para pakar agama (ahlu al-hall wa al- aqd) berdasarkan kealiman, ketaatan, pemurah, serta pemberani dan keluar memplokamirkan keimamahannya (mereka disebut dengan kelompok Zaidiyyah). Sebagian lagi mengatakan bahwa setelah ‘Ali dan kedua puteranya (Hasan dan Husen) kepemimpinan diserahkan kepada putera ‘Ali yang lain (dari ibu lain) yang bernama Muhammad bin Hanafiyah,[19] dan kedua putera-puteranya (mereka disebut Kaisaniyyah yang dinisbahkan kepada Kaisan.[20]
Dalam makalah ringkas ini, tidak disebutkan secara keseluruhan sekte-sekte Syi’ah yang begitu banyak. Pembahasan hanya disistematikan menjadi tiga bagian kelompok Syi’ah, yaitu Imamiyyah, Zaidiyyah dan Gulat (ekstrem). Adapun Imamiyyah hanya dua saja yang disebutkan yaitu Is\na> ‘Asyariyyah dan Isma’iliyyah.


1.    Syi’ah Imamiyyah
Secara garis besar, sekte Imamiyyah adalah golongan yang meyakini bahwa Nabi Muhamamad saw telah melakukan penunjukkan yang tegas atas kepemimpinan ‘Ali setelah beliau wafat. Oleh karena itu, mereka betul-betul menolak kepemimpinan Abu Bakar, Umar dan Usman. Syi’ah Imamiyah pada perkembangannya mengalami perpecahan menjadi beberapa golongan. Syi’ah Is\na> ‘Asyariyyah atau Syi’ah 12 adalah yang tebesar, disusul Isma’iliyyah. Di zaman kehilafahan Abbasiyah, keduanya memerankan perpolitikan yang cukup signifikan.
Menurut Abd al-Qa>hir bahwa Syi’ah Imamiyyah terbagi ke dalam 15 sekte, dan salah satu sekte tersebut adalah Isna> ‘Asyariyyah.[21] Syi’ah Imamiyyah ini juga disebut dengan Imamiyyah Isna> ‘Asyariyah. Yaitu golongan Syi’ah yang percaya kepada dua belas imam. Sebagaimana disebutkan dalam buku “Mengapa Menolak Syi’ah” bahwa Imamiyyah Isna> ‘Asyariyyah merupakan kombinasi berbagai paham Syi’ah yang ada sebelumnya.[22]
Pada umumnya sekte-sekte Syi’ah yang ada sekarang di dunia Islam seperti di Iran, Irak, Pakistan dan negara-negara lain, adalah golongan yang membawa nama Syi’ah Imamiyyah. Sekte ini adalah yang terbesar  dari sekian banyak sekte Syi’ah, sehingga apabila disebut atau mendengarkan kata Syi’ah maka yang dimaksud adalah Syi’ah Imamiyyah. Hal itu dikarenakan Syi’ah Imamiyyah mencakup sebagian besar pendapat-pendapat dan akidah yang dianut oleh sekte-sekte Syi’ah lainnya.[23]
Akidah dan ajaran Syi’ah Imamiyyah bersumber dari empat buku pegangan utama mereka, yaitu al-Ka>fi>, al-Tahz\i>b, al-Istibs}a>r, dan Man la> Yah}duruhu al-Faqi>h, dan kitab-kitab lain yang penting, yaitu al-Wa>fi>, al-Biha>r, al-Wasa>’il dan Mustadraku al-Wasa>’il.
Paham Syi’ah meletakkan ima>mah sebagai dasar utama, sehingga salah satu rukun iman Syi’ah adalah percaya kepada ima>mah.[24] Adapun urutan rukun imam Syi’ah adalah; 1). Percaya kepada ke-Esaan Allah, 2). Percaya kepada keadilan, 3). Percaya kepada kenabian, 4). Percaya kepada ima>mah, 5). Percaya kepada hari Ma’ad/Kiamat.
Sekte Imamiyyah ini berpendapat bahwa para imam diketahui bukan melalui sifat-sifat mereka, melainkan penunjukan orangnya langsung. ‘Ali menjadi imam melalui penunjukan Nabi Muhammad saw, kemudian dia menunjuk penggantinya berdasarkan wasiat Nabi Muhammad dan mereka dinamakan al-aw>s}iya>’ (para penerima wasiat).
Adapun prinsip-prinsip dasar yang dianut oleh Syi’ah Imamiyyah adalah : 
a.    Wis}a>yah
Menurut Syi’ah Imamiyyah, ‘Ali telah ditunjuk sebagai imam atau pemimpin masyarakat oleh Nabi Muhammad saw. Penunjukan tersebut menurut mereka terjadi di Ghadir Khum.
b.   Ima>mah
Mereka meyakini bahwa yang berhak memimpin umat Islam hanyalah imam yang sudah ditunjuk dan namanya mereka kenali. Para imam terpilih ini menjalankan fungsi spiritual dan politik yang tinggi dan memiliki berkah yang khusus, kemampuan yang luar biasa (mu’jizat), dan pengetahuan rahasia (a>lim bi al-gai>b) yang tidak dimiliki manusia pada umumnya. Menurut mereka juga bahwa jabatan keimaman haruslah dipegang oleh keturunan Fatimah. Syi’ah Imamiyah mempercayai adanya 12 imam, yaitu:
1. ‘Ali bin Abi> T{a>lib (Q. 40 H)
2. H{asan bin ‘Ali bin Abi> T{a>lib (W. 50 H)
3. Husain bin ‘Ali bin Abi> T{a>lib (W. 61 H)
4. Ali Zainal Abidi>n bin Husai>n (W. 94 h)
5. Muhammad al-Ba>qir bin Ali Zainal Abidi>n (W. 112 H)
6. Ja’far al-S{adiq bin Muhammad al-Ba>qir (W. 148 H)
7. Mu>sa al-Kaz}im (183 H)
8. ‘Ali al-Rid{a Bin Mu>sa al-Kaz}im (W. 202 H)
9. Muh}ammad Al-Jawwa>d bin ‘Ali al-Rid{a (W. 202 H)
10. ‘Ali bin Muhammad bin al-Rid{a (W 254 H)
11. H{asan bin ‘Ali bin Muhammad al-‘Askari (260 H)
12. Muhammad bin H{asan al-Mahdi al-Muntaz\ar, yang bersembunyi pada tahun 260 H, dan suatu saat akan menampakkan dirinya di bumi sebagai imam Mahdi. 
Oleh karena putra-putri Nabi meninggal saat masih bayi, para imam ini lahir dari putrinya Fatimah, yang bersuamikan ‘Ali ibn Abi T{a>lib, yang merupakan sepupu dan anak perwalian Nabi, adalah imam pertama. Setelah imam Husain, menurut ajaran Syi’ah dua belas imam, imamah tetap dipegang oleh keturunannya sampai pada kedua belas, yakni imam Muhammad al-Mahdi, yang atas perintah Allah, memasuki kegaiban untuk melanjutkan bimbingannya kepada kaum beriman sampai hari kiamat.[25]
Syi’ah Imamiyyah tidak mengakui kekhalifahan Abu Bakar, Umar, dan Usman, karena menganggap ketiga khalifah ini telah berbuat curang kepada ‘Ali dengan menyisihkan hak Ali menjadi khalifah setelah Rasul wafat. Abu Bakar dan Umar dicap sebagai orang yang telah mengesampingkan al-Qur’an dan hadis, yang menurut interprestasi mereka telah menunjuk Ali sebagai khalifah. 

c.    Is}mah
Is}mah, dari segi bahasa is}mah adalah bentuk mas}dar dari kata as}ama yang berarti memelihara atau menjaga. Is}mah ialah kepercayaan bahwa para imam itu, termasuk Nabi Muhammad saw telah di jamin oleh Allah swt. dari segala bentuk perbuatan  salah atau lupa. Dalam Syi’ah, seorang nabi atau imam haruslah bersifat ma’s}u>m. Menurut mereka, apabila seseorang yang mendapat tugas membawa amanah Allah swt. itu tidak bersifat ma’su>m maka akan timbul keraguan atas kebenaran risalah atau amanah yang dibawanya itu.[26]
Ajaran pengkultusan terhadap para imam ini bersumber dari akidah Saba'iyyah dan sekte Gulat lainnya. Paham ini telah resmi menjadi pemahaman Syi'ah Imamiyyah . Mereka mengatakan bahwa imam seperti halnya nabi adalah ma’s}u>m. Semua imam yang dua belas ini suci dari kesalahan, kehilafan dan juga dari dosa besar dan dosa kecil. 
d.   Raj’ah
Mereka meyakini al-raj’ah  yaitu kembalinya imam ke tengah masyarakat setelah lewat masa gaib atau masa bersembunyi dari pandangan pengikutnya. Dalam keyakinan Syi’ah Imamiyah, imam al-Hasan al-‘Askari meninggalkan seorang putra yang berusia sekitar 4 atau 6 tahun, yang bergelar Imam Mahdi. Riwayat lain menyatakan bahwa al-Mahdi telah lahir sebelum ayahnya wafat, dan dinobatkan oleh ayahnya sebagai imam ke-12, dan dalam usia yang sangat belia, ia lari dan bersembunyi dalam lubang Sardab di rumah ayahnya di Irak. Persembunyian (gaib) ini menurut pengikutnya berlangsung selama 65 tahun. Dalam masa ini, seorang Syi’ah dapat berhubungan dengan imamnya melalui empat orang wakil khas, yang selama masa ini disebut dengan ghaib kecil (al-gaibah al-s}ugra’).[27]
Setelah meninggalnya empat orang wakil ini, maka dimulailah gaib besar (al-gaibah al-kubra), karena hubungan dengan imam terputus sama sekali dan imam baru akan menampakkan diri lagi saat kiamat sudah semakin dekat. Pada masa ini kepemimpinan Syi’ah dipegang dan dikendalikan oleh wila>yah al-faki>h, yaitu para ulama s}a>lih yang dipercaya oleh masyarakat Syi’ah.
Paham al-raj’ah  ini disebut juga dengan paham inkarnasi. Paham ini lahir dari kelompok Syi'ah Saba'iyyah. Paham ini meyakini akan datangnya Imam Mahdi dan kebangkitan kembali seluruh imam-imam mereka termasuk Rasulullah saw. Kebangkitan mereka adalah dengan maksud menghukumi semua yang menyelisihi mereka baik yang telah mati maupun yang masih hidup. Dalam tura>s\  Syi'ah Is\na> ‘Asyariyyah hal itu disebutkan oleh sejumlah tokoh mereka semisal Syeikh Abbas al-Qummi (Muntaha> Amal, jilid 2, hlm. 341), Muhammad Baqir al Majlisi (Haqqu al-Yaqi>n halaman. 347),  Maqbu>l Ahmad (Terjemah al-Qur'an Maqbu>l Ahmad, halaman. 535) dan lain-lain.[28]

e.  Taqiyyah
Taqiyyah yaitu menyembunyikan identitas akidah sebagai penjagaan diri dari musuh. Taqiyyah ini menurut mereka (Imamiyyah) merupakan salah satu prinsip utama agama yang tidak boleh ditinggalkan, bahkan mereka memandang wajib melakukan taqiyyah, karena seseorang yang tidak melakukan taqiyyah jika meninggal, maka kematiannya tidak akan berfaidah.

2.    Isma’iliyyah
Sekte Isma’iliyah merupakan bagian dari sekte Imamiyyah. Penganut aliran ini tersebar di berbagai negara Islam: Afrika Selatan dan Tengah, Syam, India, dan Pakistan. Dalam sejarah Islam mereka tercatat pernah berjaya dengan suatu kekuasaan yang besar, yaitu Dinasti Fatimiyyah di Mesir dan Syam.[29]
Nama sekte ini dinisbatkan kepada Isma’i>l bin Ja’far al-S{a>diq. Ja’far al-S{a>diq adalah imam keenam dalam aliran Imamiyyah Dua Belas dan imam berikutnya adalah Musa al-Kaz}im sebagai imam ketujuh. Namun, aliran Isma’iliyyah menetapkan bahwa imam ketujuh adalah anaknya yang bernama Isma’il. Mereka mengatakan bahwa hal itu berdasarkan nash dari ayahnya, Ja’far, tetapi Isma’i>l wafat mendahului ayahnya.
Menurut Abd Al-Qa>hir bahwa Syi’ah Isma’iliyyah terbagi dalam dua golongan yaitu:
a.    Golongan yang menunggu kemunculan Isma>’i>l bin Ja’far. Padahal menurut pakar sejarah bahwa Isma>’i>l meninggal di zaman ayahnya, Ja’far.
b.    Golongan yang menganggap bahwa imam setelah Ja’far adalah cucunya, Muhammad bin Isma>’i>l bin Ja’far.[30]
Syi'ah Isma'iliyah berhasil mendirikan dinasti Fathimiyah di Mesir dan pemimpinnya menyatakan diri sebagai khalifah tandingan Abbasiyah setelah berhasil mengadakan beberapa pemberontakan.[31]
Dinasti Fatimiyyah, sebagaimana dinasti Abbasiyah mengkalim sebagai pemimpin yang sebenarnya. Tidak hanya itu, Mereka menegaskan bahwa merekalah imam-imam yang sebenarnya, yakni imam-imam al Mahdi pengganti keturunan ‘Ali. Mereka mengklaim sebagai penerus siklus keenam dari para imam.[32]
 Al-Hakim bin Amrillah, salah seorang raja dinasti Fatimiyyah di Mesir ini bahkan diklaim sebagai Tuhan oleh pengikut Agha Khan. Ali Abdul Wahid Wafi dalam buku Gurbah al-Isla>m menyebut mereka sebagai gerakan Syi’ah gula>t (ekstrem) yang keluar dari Islam.[33] Adonis menganalisa, bahwa gerakan Syi’ah Isma’iliyyah ini pada dasarnya merupakan kelanjutan dari pengorganisasian gerakan Qaramithah (Syi’ah) yang disebarluaskan oleh Hamdan Qaramith pada 264 H di desa Kufah dengan banyak modifikasi.[34]
Aliran Isma’iliyyah dinamai juga dengan al-Ba>t}iniyyah atau al-Ba>t}iniyyu>n, dinamakan demikian karena mereka mempunyai kecenderungan untuk menyembunyikan diri dan pahamnya dari orang lain. Hal ini pada mulanya merupakan akibat dari perburuan terhadap diri mereka, tetapi lama-kelamaan menjadi kebiasaan mereka. Aliran Isma’iliyyah dinamakan dengan al-Ba>t}iniyyah antara lain karena mereka selalu mengatakan bahwa imam mereka tersembunyi. Pendapat mereka dalam masalah ilmu lahir dan ilmu batin ini sama dengan pendapat aliran Imamiyyah Dua Belas.[35]
Beberapa doktrin yang juga dibawa gerakan ini di antaranya; perintah syari’at Islam hanya berlaku bagi orang awam saja, para Nabi dan Rasul hanyalah seorang mujaddid, para filusuf mampu mencapai kedudukan yang sejajar dengan nabi dan rasul, al-Qur'an hanya dapat dimengerti oleh orang-orang tertentu karena memiliki arti lahir dan arti batin, serta hanya berfungsi sebagai pensucian jiwa saja. Keyakinan gerakan Isma’iliyyah yang aneh ini berakar dari perpaduan ajaran Syi’ah dengan filsafat neo Platonisme, dan sufistik ala Ikhwa>n al-S|afa>.[36]
Pendapat-pendapat yang dianut oleh kalangan aliran Isma’iliyyah didasarkan atas tiga teori yang sebagian besar juga dianut oleh aliran Imamiyyah Dua Belas, yaitu:
Pertama: limpahan cahaya ilahi (al-fai>d} al-ilahi>) dalam bentuk pengetahuan yang dilimpahkan Allah kepada para imam. Teori ini mereka jadikan landasan untuk menyatakan bahwa seorang imam memiliki derajat ilmu yang melampaui apa yang dapat dicapai manusia lainnya. Ilmu itu tidak dimiliki manusia lainnya, khususnya ilmu tentang syari’ah.
Kedua: seorang imam tidak mesti menampakkan diri dan dikenal, tetapi dapat tersembunyi, dan meskipun begitu ia wajib dipatuhi. Ia adalah al-Mahdi yang akan memberikan petunjuk kepada manusia. Ia akan menampakkan diri pada suatu lapisan keturunan tertentu, dan pasti akan nyata. Hari kiamat tidak akan terjadi sebelum ia menampakkan diri dan menegakkan keadilan di muka bumi ketika kezaliman dan kecurangan telah merajalela.
Ketiga: seorang imam tidak bertangungjawab kepada siapa pun, dan siapa pun tidak boleh menyaalahkannya ketika ia melakukan suatu perbuatan. Sebaliknya, mereka wajib mengakui bahwa semua perbuatannya mengandung kebaikan, bukan kejahatan, karena ia memiliki pengetahuan yang tidak dimengerti siapa pun. Dalam pengertian inilah mereka menetapkan bahwa para imam itu ma’su>m, bukan dalam pengertian tidak melakukan kesalahan sebagaimana yang kita kenal. Sesuatu yang kita pahami sebagai kesalahan, kadang-kadang menurut mereka ada ilmu yang menerangi seorang imam sehingga ia boleh melakukannya, sedang manusia lain tidak boleh.[37]

3.    Zaidiyyah
Salah satu sekte Syi’ah yaitu Syi'ah Zaidiyyah. Sekte ini yang paling dekat ke Sunni dikarenakan tidak mengangkat para imam ke derajat kenabian, bahkan tidak sampai mendekati derajat itu. Namun mereka memandang para imam sebagai manusia paling utama setelah Nabi Muhammad saw. Mereka pun tidak mengafirkan para sahabat, khususnya mereka yang dibai’at ‘Ali, dan mengakui kepemimpinan mereka.[38]
Tokoh sekte ini adalah Zaid bin ‘Ali bin Zainal ‘Abidi>n. Ia satu zaman dengan  khalifah Muawiyah Hisyam ibn ‘Abdul Malik, dan ia meninggal (disalib) di Kufah.  
Di masa Zaid inilah, sekte Syi'ah yang dikenal dengan Syi'ah rafi>d}ah mulai dikenal. Ibnu Kas\i>r di dalam al-Bida>yah menceritakan sebuah riwayat tentang penolakan sebagian pengikut ‘Ali di Kufah untuk menerima kepemimpinan Abu Bakar dan Umar. Ibnu Kas\i>r menyebutkan kedatangan para penganut Syi'ah dari penduduk kota Kufah kepada Zaid bin Ali Zainal Abidin seraya bertanya; "Apa pendapat anda tentang Abu Bakar dan Umar?. Zaid berkata; "Semoga Allah mengampuni keduanya, aku tidak pernah mendengar seorangpun dari ahlul baitku yang berlepas diri kepada keduanya. Adapun aku, tidaklah aku katakan mengenai keduanya melainkan kebaikan (keduanya baik)." Setelah mereka tidak mendapatkan jawaban yang menyenangkan hati mereka, mereka kemudian berpaling dan menolak keyakinan Zaid. Mereka ini menurut Ibnu Kas\i>r dikenal dengan sebutan kelompok rafi>d}ah.[39]
Imam Ahmad juga pernah ditanya oleh anaknya tentang siapa rafi>d}ah?, maka beliau menjawab; “Mereka adalah orang-orang yang menghina dan menghujat Abu Bakar dan Umar. Dalam waktu lain beliau juga berkata; “Mereka adalah yang memusuhi Abu Bakar dan Umar.”Berkata pula Abu al-Hasan al-Asy’ari bahwa sesungguhnya mereka dinamakan rafi>d}ah karena penolakan mereka terhadap kekhalifahan Abu Bakar dan Umar rad}iyallahu 'anhuma>.[40]
Sekte Zaidiyyah dalam banyak hal, tidak sependapat dengan Syi'ah pada umumnya. Konsep pandangan Zaidiyyah banyak yang bertentangan dengan Isma’iliyyah dan Imamiyyah. Perbedaan konsep pandangan-pandangan tersebut yaitu: 
a. Wis}a>yah
Menurut sekte ini bahwa imamah itu tidak melaui nash dan wasiat dari imam yang mangkat kepada imam yang datang sesudahnya (bukan jabatan warisan). Hal ini, karena mereka menilai bahwa Nabi Muhammad tidak menunjuk ‘Ali dengan menyebut namanya, tetapi hanya dengan mendeskripsikannya. Dan ‘Ali lah orang yang tepat dengan deskripsi tersebut, karena itulah mereka mengatakan ‘Ali lebih berhak menjadi khalifah dari pada sahabat yang lain. Mereka membolehkan adanya yang mafd{u>l di samping adanya imam yang afd}al, yaitu ‘Ali.[41]
Berdasarkan konsep ini, mereka memandang Abu Bakar, Umar, dan Us\man bin Affa>n adalah sah sebagai khalifah, yang memenuhi syarat menjadi imam sepeninggal nabi, sekalipun ‘Ali lebih utama (afd}al) menurut mereka. 

b. Ima>mah
Dalam pandangan Syi’ah Zaidiyah, imamah tidak cukup hanya dari keturunan Fa>t}imah saja, tetapi harus melalui dua jalan. Yang pertama, imam harus memunculkan dan memproklamirkan dirinya (khuru>j), kedua ini harus mendapat al-bai’at (persetujuan) dari ahl al-hal wa al-aqd.[42]
Pandangan moderat lainnya tentang imamah adalah bahwa imam itu tidak boleh anak kecil, dan tidak pula bersikap ghaib. Ia harus mempunyai kemampuan dalam memimpin perang suci, mempertahankan masyarakat, dan seorang mujtahid. Bagi Zaidiyah, imam mungkin saja lebih dari satu pada satu waktu, namun pada tempat yang berbeda. Ketaatan kepada imam hanya dalam kebaikan dan ketetapan pada Allah.
 c. Is}mah (Ma’su>m)
Zaidiyah menolak prinsip tentang kesucian imam dari dosa yang besar dan dosa kecil, bagi mereka imam itu hanya orang biasa yang mungkin melakukan kesalahan.
d. Raj’ah (kehadiran imam)
Syi’ah Zaidiyah menolak ketidakahadiran imam, karena ahlul hal wa al-aqd hanya dapat memilih imam kalau seandainya calon imam itu ada di tengah mereka, atau menurut mereka kehadiran imam merupakan syarat utama. Oleh karena itu Zaidiyah tidak mengakui tentang keberadaan imam Mahdi yang akan keluar di akhir zaman nanti. 
Seperti halnya perpecahan yang umum terjadi dalam tubuh Syi’ah, demikian juga yang terjadi dengan Syi’ah Zaidiyyah, yang terpecah ke berbagai kelompok. Abd al-Qa>hir Al-Bagda>di> dalam bukunya “al-Farq baina al-Firaqi”  dan Al-Syahrasta>ni dalam bukunya “al-Milal wa al-Nihal” menyebutkan tiga, yaitu : Ja>ru>diyyah, Sulai>ma>niyyah, dan Butriyyah.
Sekte Sulai>ma>niyyah dan Butriyyah menghukumi kafir Ja>ru>diyyah, karena mereka mengafirkan sahabat Abu Bakar dan Umar. Dan begitu pula sebaliknya, Ja>ru>diyyah mengkafirkan keduanya karena keduanya tidak mengafirkan sahabat Abu Bakar dan Umar.[43]
4.    Gulat
Sekte Gulat adalah sekte-sekte Syi’ah yang dianggap ekstrem dan sudah dianggap keluar dari Islam. Menurut Abdul Qahir bahwa sekte-sekte ini adalah golongan yang menuhankan para imam, menghalalkan yang diharamkan oleh syari’ah dan menggugurkan kewajiban fardu syari’ah.[44]
Adapun ajaran-ajaran dasar Syi’ah Gulat, yaitu:
a. H{ulu>l
Hulu>l yaitu keyakinan bahwa Allah mengambil bentuk di dalam orang-orang tertentu, seperti Ali. Atas dasar paham itu kemudian mereka meyakini bahwa ‘Ali harus disembah. 
b. Tana>sukh
Tana>sukh adalah keyakinan yang mengatakan bahwa roh nabi atau para imam mengambil tempat pada diri orang-orang tertentu. 
c. Tasybi>h
Tasybi>h adalah menyamakan Tuhan dengan makhluk secara fisik seperti mempunyai anggota tubuh (jasmani). 
d. Al-Bada>’
Al-Bada>’ yaitu merubah apa saja yang dikehendakinya sesuai dengan yang terjadi pada ilmunya. Paham ini dianggap menggambarkan kelemahan Tuhan, sehingga ilmu dan ciptaannya selalu mengalami perubahan.

Adapun sekte-sekte Syi’ah yang termasuk di dalam sekte ekstrem, di antaranya yaitu:[45]
1)      Syi’ah Saba’iyyah
Sekte ini dipelopori oleh Abdullah bin Saba’. Sekte yang paling pertama menuhankan ‘Ali serta sekte yang paling pertama juga menampakkan keimamahan ‘Ali berdasarkan nash. Dan dari sekte inilah lahir beberapa sekte ekstrem.[46]
2)      Syi’ah al-Baya>niyyah
Yaitu kelompok Syi’ah pimpinan Baya>n bin Sam'a>n al-Tami>mi. Mereka berkeyakinan bahwa ‘Ali bin Abi> T{a>lib sebagai Tuhan.
3)      Syi’ah al-Mugi>riyyah
Yaitu kelompok Syi’ah pimpinan Mughirah bin Sa'id al-Ajaly. Mereka berkeyakinan bahwa Allah berjasad dan berwujud sebagai seorang laki-laki. Mereka juga berkeyakinan bahwa Mughirah bin Sa'id al-Ajaly adalah seorang nabi.[47]
4)      Syi’ah al-Jana>h}iyyah
Syi’ah kelompok ini dipimpin oleh Abdullah bin Mu'awiyah bin Abdullah bin Ja'far Dzil Janahaini. Mereka berkeyakinan bahwa roh manusia dapat berpindah-pindah dan pada mulanya roh Allah berada pada Nabi Adam kemudian berpindah ke Abdullah bin Mu'awiyah bin Abdullah bin Ja'far Dzil Janahaini.[48]
5)      Syi’ah al-Mans}u>riyyah
Yaitu kelompok Syi’ah piminan Abu Manshur al-Ajaly. Mereka berkeyakinan bahwa imam setelah Abu Ja’far Muhammad adalah Abu Manshur al-Ajaly. Mereka juga berkeyakinan bahwa kenabian dan kerasulan tidak terputus selamanya.
6)      Syi’ah al-Khat}abiyyah
Yaitu kelompok Syi’ah pimpinan Abu Khattab al-Asady. Mereka berkeyakinan bahwa para imam atau amir mereka adalah nabi.
7)      Syi’ah al-Gurabiyyah
Yaitu kelompok Syi’ah yang mengatakan bahwa Rasulullah saw. sama wajah dan postur tubuhnya seperti ‘Ali bin Abi> T{a>lib, laksana burung gagak dengan burung gagak. Dan pada saat Allah mengutus malaikat Jibril untuk menyampaikan wahyu kepada ‘Ali bin Abi> T{a>lib, salah alamat kepada Muhammad saw, karena raut wajahnya yang sama, sehingga Jibril tidak dapat membedakannya, maka jadilah Nabi Muhammad saw, sebagai nabi yang seharusnya adalah ‘Ali yang menjadi nabi. Oleh sebab itulah Allah terpaksa mengakui Muhammad sebagai utusan-Nya.[49]



BABA III

KESIMPULAN

Berdasarkan beberapa pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat disimpulakan beberapa hal, yaitu:
1.    Syi’ah adalah sebuah aliran dalam Islam yang pendukung atau pengikutnya berpendirian bahwa pengangkatan ‘Ali sebagai imam atau khalifah berdasarkan kepada nash dan wasiat, serta mereka berkeyakinan bahwa keimamahan tersebut tidak terlepas dan terus berlanjut pada keturunan-keturunannya.
2.    Terdapat perbedaan pendapat tentang awal munculnya Syi’ah. Pendapat yang populer bahwa, Syi’ah muncul sebagai salah satu aliran politik  dalam Islam sejak timbulnya peristiwa tahki>m (arbitrase).
3.    Syi’ah mengalami perkembangan dan perpecahan, ke dalam beberapa sekte besar dan kecil. Di antara sekte-sekte ini adalah Is\na> ‘Asyariyyah, Isma’iliyyah, Zaidiyyah dan Gulat.
a.       Is\na> ‘Asyariyyah, dan Isma’iliyyah keduanya memiliki banyak kesamaan dalam ajaran, hanya saja berbeda dalam menentukan jumlah imam. Is\na> ‘Asyariyyah mengakui 12 (dua belas) imam, sedangkan Isma’iliyyah hanya mengakui 7 (tujuh) imam.
b.      Zaidiyyah adalah golongan yang paling dekat dengan Sunni, ajarannya juga tidak sama dengan Is\na> ‘Asyariyyah, dan Isma’iliyyah.
c.       Gulat adalah sekte-sekte Syi’ah yang sudah dianggap keluar dari Islam. Karena sekte-sekte ini menuhankan para imam. Ajaran-ajaran Syi’ah Gulat yaitu hulu>l, tana>sukh, tasybi>h dan al-bada>’



DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufik, et al., eds., Ensiklopedi Tematis Dunia Islami, vol. 3, Jakarta: Icthiar Baru van Hoeve, 2002.
Adonis. Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab Islam. Yogyakarta: LKIS Pelangi Aksara Yogyakarta, 2007.
Al-Bagda>di>, Abd al-Qa>hir bin T{a>hir bin Muhammad’. Al-Farq baina al-Firaqi. Cet. IV; Bairut: Da>r al-Kutub al-‘Amaliyyah, 2009.
Al-Bahy, Muhammad. Al- Fikr al-Isla>mi fi> Tat}awwurihi, terj. Al-Yasa' Abu Bakar. Jakarta: Bulan Bintang, 1987.
Al-Git}a>’, Muhammad Husain A>li Ka>syif. As}lu al-Syi>’ah wa Usu>luha>, t.t : Maktab al-Saqafah al-Islamiyyah, t.th.
Al-Gura>bi, ‘Ali Mus}t}afa. Ta>ri>kh al-Firaq al-Isla>miyyah wa Nasy’atu ‘Alm al-Kala>m ‘inda al-Muslimi>n. Mesir: Maktabah wa Matb’ah Muhammad ‘Ali S}abi>h wa Au>ladih, t.th.
Al-Hasyimi, Muhammad Kamil. ‘Aqa>id al-Syi>’ah fi al-Miza>n, terj. H.M Rasjidi, Hakikat Akidah Syi’ah. Cet.I; Jakarta: Bulan Bintang, 1989.
Al-Syahrasta>ni>, Abu> al-Fath} Muh{ammad ‘Abd al-Kari>m ibn Abu> Bakr Ah{mad. Al-Milal wa al-Nih{al. Cet. III; Bairut: Da>r al-Ma’rifah, 1993.
Al-Syamsa>n, Abdullah bin Ibrahim bin Abdulllah. Mauqif Ibn Taimiyyah min al-Rafid}ah, Riya>d}: Da>r al-Fad}i>lah, 2004.
Al-Tunsawi, Muhammad Abdul Sattar. Butla>n Aqa>'id al-Syi>'ah, terj. A.Radzafatzi. Surabaya: Bina Ilmu, 1984.
Al-Usairy, Ahmad. Sejarah Islam, terj. Samson Rahman. Cet.I; Jakarta: Akbar, 2003.
Anwar, Moh. Dawam.“Inilah Hakikat Syi’ah”, dalam Umar Abduh dan Kirtos Away, eds., Mengapa Menolak Syi’ah. Cet. II, Jakarta: LPPI, 1998.
D{ahi>r, Ihsa>n Ila>hi>. Al-Syi>’ah wa al-Tasyayyu’: Firaqun wa Ta>ri>khun. Cet. III; Pakistan: Ida>rah Tarjama>n al-Sunnah, 1984.
Dahlan, Abdul Azis, et al., eds, Ensiklopedi Hukum Islam. Cet. I; Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996.
Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam, vol. 7. Cet. IV; Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997.
H.M. Rasjidi. Apa itu Syi'ah, Jakarta: Media Da'wah, 1999.
Halm, Heinz. Shi’a Islam from Religion to Revolution, Princeton: Markus Wiener Publishers, 1999.
Isma>'il Ibnu Kas\i>r. Al Bida>yah wa al-Niha>yah, Juz. 9. Beirut: Da>r al-Ma'rifah, 1999.
Karim, M. Abdul. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007.
Khaldu>n, Ibnu, Muqaddimah, terj. Ahmadie Thoha. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000.
Lapidus, Ira. M. A History of Islamic Societies, terj. Ghufran A. Mas'adi. Vol. 1 & 2. Jakarta: Raja Grafindo Persada,  2000.
Nasr, Sayyed Husain, Ensiklopedi Tematis Spiritualitas Islam, terj. Rahmani Astuti, vol. 1. Cet. II; Bandung: Mizan Pustaka, 2003.
“Syiah”, Wikipedia Ensiklopedia Bebas. http://id.wikipedia.org/wiki/Syiah (20 Februari 2011).
Tohir, Mohammad. Sejarah Islam dari Andalus sampai Indus. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1981.
Wafi, ‘Ali Abd al-Wahid, Gurbatu al-Isla>m, terj. Rifyal Ka'bah. Jakarta: Penerbit Minaret, 1987.
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000.
Zahrah, Abu. Muhammad.Ta>rikh al-Maz\a>hib al-Isla>miyyah, terj, Abd. Rahman Dahlan dan Ahmad Qarib, Aliran Politik dan Akidah dalam Islam. Cet. I; Jakarta: Logos, 1996.



 




[1]Muhammad Abu Zahrah, Ta>rikh al-Maz\a>hib al-Isla>miyyah, terj. Abd. Rahman Dahlan dan Ahmad Qarib, aliran Politik dan Akidah dalam Islam (Cet. I; Jakarta: Logos, 1996), h.34.
[2]Abu> al-Fath} Muh{ammad ‘Abd al-Kari>m ibn Abu> Bakr Ah{mad Al-Syahrasta>ni. Al-Milal wa al-Nih{al (Cet. III; Bairut: Da>r al-Ma’rifah, 1993), h. 169.
[3]Pernyataannya di dalam bukunya: Awa>ilu al- Maqa>la>t, halaman : 2-4.
[4]Irfan Zindny, “Inilah Hakikat Syi’ah”, dalam Umar Abduh dan Kirtos Away, eds., Mengapa Menolak Syi’ah (Cet. II; Jakarta: LPPI, 1998), h. 42.
[5]Pada zaman Abu Bakar, Umar dan Usman, kata syi>’ah dalam arti nama pendukung dalam kelompok orang Islam belum dikenal.
[6]Ihsa>n Ila>hi> D{ahi>r, Al-Syi>’ah wa al-Tasyayyu’: Firaqun wa Ta>ri>khun (Cet. III; Pakistan: Ida>rah Tarjama>n al-Sunnah, 1984), h. 13.
[7]Ahli Sunnah wa Al-Jama’ah maksudnya bahwa mereka masih sama akidah, amaliyah dan pehamannya, yang berasal dari al-Qur’an (mereka menyaksikan masa penurunannya) dan Rasulullah sebagai panutan bagi mereka dan sekaligus penjelas bagi al-Qur’an. Dengan adanya peristiwa peperangan tersebut, ‘Ali memberikan penjelasan kepada pengikutnya tentang peperangannya dengan Mu’a>wiyah, bahwa peperangan itu semata-mata berdasarkan ijtihad. Kami (Ali dan pengikutnya) berkeyakinan bahwa, kitalah yang benar dan Mu’awiyah yang salah, karena memberontak kepada pemerintahan yang sah. Sebaliknya Mu’awiyah pun berkeyakinan bahwa dialah yang benar, dan kita yang salah (karena tuntunannya untuk menghukum pembunuh Usman belum bisa dilaksanakan). Maka karena itu, Ali menyolati jenazah korban peperangan dari kedua belah pihak.
[8]Pemahaman yang menyimpang sebelumnya itu mulai berkembang setelah ‘Ali meninggal.
[9]Perang saudara pertama dalam Islam terjadi pada masa pemerintahan ‘Ali bin Abi T}a>lib pada perang Siffin,  dan penyelesaian perselisihan dengan arbitrasi (tah{ki>m). lihat lebih lanjut; Taufik Abdullah, et al., eds., Ensiklopedi Tematis Dunia Islami, vol. 3 (Jakarta: Icthiar Baru van Hoeve, 2002), h. 344. Lihat juga; Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam, vol. 7 (Cet. IV;  Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997), h. 5.
[10]M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam (Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007), h. 109.
[11]Pendapat ini dikemukakan oleh Muhammad Husain Ka>syif al-Git}a>’ (beliau adalah seorang mujtahid Syi’ah kontemporer yang berasal dari Irak). Dan Ahmad Amin (sarjana sejarah dan kebudayaan Islam yang berasal dari Mesir).
[12]Abdul Azis Dahlan, et al., eds, Ensiklopedi Hukum Islam, vol. 5 (Cet. I; Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996), h. 1702.  
[13]M. Abdul Karim, op.cit., h. 109. Lihat juga Muhammad Husain A>li Ka>syif al-Git}a>’, As}lu al-Syi>’ah wa Usu>luha>  (T.t : Maktab al-Saqafah al-Islamiyyah, t.th), h. 39. Tentang perbedaan ini lihat lebih lanjut; Taufik Abdullah, et al., eds., lo.cit.
[14]Muhammad Kamil al-Hasyimi, ‘Aqa>id al-Syi>’ah fi al-Miza>n, terj. H.M Rasjidi, Hakikat Akidah Syi’ah (Cet.I; Jakarta: Bulan Bintang, 1989), h. 17.
[15]Muhammad Abu Zahrah, op.cit. h. 34. Lihat juga; Moh. Dawam Anwar, “Inilah Hakikat Syi’ah”, dalam Umar Abduh dan Kirtos Away, eds., Mengapa Menolak Syi’ah (Cet. II; Jakarta: LPPI, 1998), h. 4.
[16]Ahmad al-Usairy, Sejarah Islam, terj. Samson Rahman ( Cet.I; Jakarta: Akbar, 2003), h. 169.  Abdullah bin Saba’ adalah seorang pendeta Yahudi berasal dari S}an’a,  salah satu daerah di Yaman. Dia datang ke Madinah dan kemudian berpura-pura masuk dan setia kepada Islam pada akhir masa khalifah Us\ma>n bin Affa>n ra.
[17]Dalam hal ini, para ahli sejarah tidak sependapat dalam menghitung jumlahnya. Pada umumnya dapat di bagi atas beberapa golongan besar yaitu Kaisaniyyah, Zaidiyyah, Imamiyyah Is\na ‘asyariyyah,  dan Syi’ah Gulat. Taufik Abdullah, et al., eds., op. cit., h. 345.
[18]H.M. Rasjidi, Apa itu Syi'ah, (Jakarta: Media Da'wah, 1999), h. 7.
[19]Muhammad bin Hanafiyah sendiri merupakan saudara kandung Husen dari lain ibu.
[20]Ibnu Khaldu>n, Muqaddimah, terj. Ahmadie Thoha (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000), h. 245. Nama Kaisaniyyah diambil dari pendirinyaMukhtar bin Abi Ubaid, budak dari Khalifah ‘Ali yang juga dipanggil Kaisan.
[21]Abd al-Qa>hir bin T{a>hir bin Muhammad Al-Bagda>di>, Al-Farq baina al-Firaq (Cet. IV; Bairut: Da>r al-Kutub al-‘Amaliyyah, 2009), h. 17.
[22]Nabhan Husen, “Tinjauan Ahlu Sunnah terhadap Paham Syi’ah tentang al-Qur’an dan Hadis”, dalam Umar Abduh dan Kirtos Away, eds., Mengapa Menolak Syi’ah (Cet. II; Jakarta: LPPI, 1998), h. 91.
[23]Moh. Dawam Anwar, “Inilah Hakikat Syi’ah”, dalam Umar Abduh dan Kirtos Away, eds., Mengapa Menolak Syi’ah (Cet. II; Jakarta: LPPI, 1998), h. 4. Lihat juga Muhammad Abu Zahrah, op.cit, h. 50.
[24]Muhammad Husen A<li Ka>syif al-Git}a>, op.cit., h. 80.  
[25] Sayyed Husain Nasr,  Ensiklopedi Tematis Spiritualitas Islam, terj. Rahmani Astuti, vol. 1 (Cet. II; Bandung: Mizan Pustaka, 2003), h. 213-214.
[26]Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam, vol. 7, op.cit., h. 11.
[27]Heinz Halm, Shi’a Islam from Religion to Revolution (Princeton: Markus Wiener Publishers, 1999), h. 29 & 35.
[28]Muhammad Abdul Sattar al-Tunsawi, Butla>n Aqa>'id al-Syi>'ah, terj. A.Radzafatzi (Surabaya: Bina Ilmu, 1984), h. 102-103.
[29]Muhammad Abu Zahrah, op, cit, h. 57.
[30]Abd al-Qa>hir bin T{a>hir bin Muhammad Al-Bagda>di>., op.cit., h. 81.
[31]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), h. 65-66.
[32]Ira. M. Lapidus, A History of Islamic Societies, terj. Ghufran A. Mas'adi, vol. 1 & 2 (Jakarta: Raja Grafindo Persada,  2000), h. 532-533.
[33]‘Ali Abd al-Wahid Wafi, Gurbah al-Isla>m, terj. Rifya al-Ka'bah (Jakarta: Penerbit Minaret, 1987), h. 26. Gerakan Agha Khan ini juga disebut oleh ‘Ali Wafi keluar dari Islam karena menyebut Rasulullah saw hanya sebagai mujaddid, bukan Rasul utusan Allah. Mereka juga membanggakan imam-imam Fatimiyyah ketingkat kema’suman.
[34]Adonis, Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab Islam. Jilid I (Yogyakarta: LKIS Pelangi Aksara Yogyakarta, 2007), h. 93.
[35]Muhammad Abu Zahrah, op, cit. h. 57.
[36]Mohammad Tohir, Sejarah Islam dari Andalus sampai Indus (Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1981), h. 129. Isma'iliyah berpendapat bahwa pengetahuan itu ada yang lahir dan yang batin. Sementara yang terpenting itu adalah aspek batin. Oleh kerenanya mereka juga disebut kelompok bat}iniyyah. Beberapa doktrin yang mereka tentukan diarahkan memperkuat posisi mereka dan mengklaim al-Mahdi ada dalam keturunan Fatimiyyah (mereka sendiri). Lihat; Muhammad al-Bahy, Al- Fikr al-Isla>mi fi> Tat}awwurihi, terj. Al-Yasa' Abu Bakar (Jakarta: Bulan Bintang, 1987), h. 41-42.
[37]Muhammad Abu Zahrah, op, cit., h. 59.
[38]Ibid., h. 45.
[39]Isma>'il Ibnu Kas\i>r, Al Bida>yah wa al-Niha>yah, Juz. 9 (Beirut: Da>r al-Ma'rifah, 1999), h. 382.
[40]Abdullah bin Ibrahim bin Abdulllah al-Syamsa>n, Mauqif Ibn Taimiyyah min al-Rafid}ah, (Riya>d}: Da>r al-Fad}i>lah, 2004), h. 39. Liha juga keterangan dari: “Syiah”, Wikipedia ensiklopedia bebas. http://id.wikipedia.org/wiki/Syiah (20 Februari 2011).
[41]Muhammad Abu Zahrah, op. cit., h. 47.
[42]Abu> al-Fath} Muh{ammad ‘Abd al-Kari>m ibn Abu> Bakr Ah{mad Al-Syahrasta>ni., op.cit., h. 181.
[43]Abd al-Qa>hir bin T{a>hir bin Muhammad Al-Bagda>di>., op.cit., h. 24.
[44]Ibid., h. 17.
[45]Menurut ‘Ali Mus}t}afa al-Gura>bi bahwa golongan syi’ah gulat ini ada 15 sekte. Lihat lebih lanjut ‘Ali Mus}t}afa al-Gura>bi, Ta>ri>kh al-Firaq al-Isla>miyyah wa Nasy’atu ‘Alm al-Kala>m ‘inda al-Muslimi>n. (Mesir: Maktabah wa Matb’ah Muhammad ‘Ali S}abi>h wa Au>ladih, t.th), h. 285.
[46]Abu> al-Fath} Muh{ammad ‘Abd al-Kari>m ibn Abu> Bakr Ah{mad Al-Syahrasta>ni>., op.cit., h. 204.
[47]‘Ali Mus}t}afa al-Gura>bi., loc.cit.
[48]Ibid.
[49]‘Ali Abd al-Wahid Wafi, op. cit., h. 25.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH EVALUASI PENDIDIKAN

KOMUNIKASI DAN KOORDINASI

MATERI PENDIDIKAN ISLAM