MAKALAH FAKTA DAN KEBENARAN



BAB I
PENDAHULUAN
  

     A. Latar Belakang
Filsafat ilmu adalah cabang dari filsafat umum. Filsafat ilmu diperlukan kehadirannya di tengah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ditandai dengan semakin menajamnya perkembangan ilmu pengetahuan. Dengan filsafat, pola pikir yang selalu bergantung pada dewa diubah menjadi pola pikir yang bergantung pada rasio. Kejadian alam seperti gerhana tidak lagi dianggap sebagai kegiatan dewa yang tertidur, tetapi merupakan kejadian alam yang disebabkan oleh matahari, bumi, dan bulan yang berada pada garis yang sejajar, sehingga bayang-bayang bulan menimpa sebagian permukaan bumi.
 Manusia adalah makhluk yang berpikir. Berpikir merupakan proses untuk menemukan kebenaran. Apa yang dianggap benar oleh seseorang, belum tentu orang lain beranggapan sama. Problematika mengenai kebenaran, seperti halnya problematika tentang pengetahuan, merupakan masalah-masalah yang mengacu pada tumbuh dan berkembangnya dalam filsafat ilmu. Apabila orang memberikan prioritas kepada peranan pengetahuan, dan apabila orang percaya bahwa dengan pengetahuan itu manusia akan menemukan kebenaran dan kepastian, maka mau tidak mau orang harus berani menghadapi pertanyaan tersebut, sebagai hal yang mendasar dan hal yang mendasari sikap dan wawasannya.
Terkait dengan hal tersebut, dalam makalah ini akan membahas tentang defenisi fakta dan kebenaran, fakta melahirkan teori, teori sebagai tahap kebenaran, kebenaran ilmiah dan non ilmiah, serta kebenaran ilmu dan kebenaran filsafat.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana defenisi fakta dan kebenaran ?
2.      Bagaimana fakta melahirkan teori ?
3.      Bagaimana teori sebagai tahap kebenaran ?
4.      Bagaimana kebenaran ilmiah dan kebenaran non ilmiah ?
5.      Bagaimana kebenaran ilmu dan kebenaran filsafat ?



BAB II
PEMBAHASAN
A.  Definisi Fakta dan Kebenaran
1.      Fakta
Fakta berasal dari bahasa latin factus yang artinya adalah  segala sesuatu yang tertangkap oleh indra manusia atau data keadaan nyata yang terbukti dan telah menjadi suatu kenyataan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, fakta adalah hal (keadaan, peristiwa) yang merupakan kenyataan; sesuatu yang benar-benar ada atau terjadi.[1] Fakta seringkali diyakini oleh orang banyak sebagai hal yang sebenarnya, baik karena mereka telah mengalami kenyataan-kenyataan dari dekat maupun karena mereka dianggap telah melaporkan pengalaman orang lain yang sesungguhnya.
Fakta menurut Ismaun memiliki pengertian yang beragam, tergantung dari sudut pandang filosofis yang melandasinya, ada beberapa pandangan yang melandasi hal tersebut, yaitu sebagai berikut :
a.       Positivisme, suatu peristiwa yang benar-benar terjadi, yang dapat dialami sebagai suatu realita.
b.      Fenomenologik, memilih dua arah perkembangan mengenai pengertian fakta ini :
1)      Menjurus ke arah teori korespondensi yaitu : adanya korespondensi antara ide dan fenomena.
2)      Menjurus kepada koherensi moralitas : kesesuaian antara fenomena dengan sistem nilai.
c.       Rasionalistik, menganggap suatu sebagai nyata, bila ada koherensi antara empirik dengan skema rasional.
d.      Rasionalisme-metafisik, berpendapat bahwa sesuatu yang nyata apabila ada koherensi antara empiri dan obyektif.
e.       Pragmatisme, memilih pandangan bahwa yang ada itu yang berfungsi.[2]
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, fakta adalah hal, peristiwa, keadaan atau sesuatu yang merupakan kenyataan yangb benar-benar ada atau terjadi. Fakta menunjukkan suatu kebenaran informasi, artinya hal atau peristiwa tersebut terbukti benar-benar ada.
2.      Kebenaran
Kata kebenaran dapat digunakan sebagai suatu kata benda yang konkret maupun abstrak. Jika  subjek hendak menuturkan kebenaran artinya adalah proposisi yang benar. Proposisi maksudnya adalah makna yang dikandung dalam suatu pernyataan atau statement. Apabila subjek menyatakan kebenaran bahwa proposisi yang bdiuji itu pasti memilki kualitas, sifat, atau karakteristik, hubungan, dan nilai. Hal yang demikian itu karena kebenaran tidak dapat begitu saja terlepas dari kualitas, sifat, hubungan, dan nilai itu sendiri.[3]
Kebenaran dalam  Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah keadaan (hal) yang cocok dengan keadaan yang sesungguhnya; sesuatu yang sungguh-sungguh (benar-benar) ada.[4] Kebenaran itu tampaknya bersifat relatif sebab apa yang dianggap benar oleh suatu masyarakat atau bangsa, belum tentu akan dinilai sebagai suatu kebenaran oleh masyarakat atau bangsa lain.
Menurut Aristoteles, kebenaran adalah persesuaian antara pikiran dan kenyataan. Sedangkan menurut Bertrand Russel, kebenaran adalah kesesuaian antara keyakinan dan kenyataan.[5] Berdasarkan pengertian di atas, kebenaran adalah sesuatu yang nyata  dan sesuai dengan fakta dan bersifat relatif. Artinya apa yang dianggap seseorang benar, belum tentu orang lain menganggap benar.
B.   Fakta Melahirkan Teori
Sebelum membahas tentang hubungan fakta dan teori, teori adalah sarana pokok untuk menyatakan hubungan sistematik dalam gejala sosial maupun natural yang dijadikan pencermatan. Menurut Kamu besar Bahasa Indonesia (KBBS), teori adalah pendapat yang didasarkan pada penelitian dan penemuan yang didukung oleh data dan argumentasi.[6]
Sebuah fakta adalah keadaan aktual di alam dan sebuah teori dikatakan benar jika ia sesuai dengan fakta. Mengatakan sesuatu gagasan itu hanya teori bukan fakta, adalah kesalahan, seperti membandingkan apel dan jeruk, bukannya apel dengan apel dan jeruk dengan jeruk. Fakta adalah apa yang dijelaskan teori. Dan teori dapat menjelaskan fakta.
Hubungan antara fakta dan teori adalah sebagai berikut :
1.     Fakta memprakarsai teori : Terdapat berbagai fakta yang kita dijumpai secara empiri yang mampu melahirkan sebuah teori baru, karena secara tidak langsung fakta sebagai muara terciptanya sebuah teori.
2.     Fakta memformulasikan kembali teori yang ada. Tidak semua fakta mampu dijadikan teori, tetapi fakta dari hasil pengamatan dapat membuat teori lama menjadi teori baru /dikembangkan menjadi teori baru. Teori harus disesuaikan dengan fakta dengan demikian fakta dapat mengadakan reformulasi terhadap teori.
3.      Fakta memberi jalan mengubah teori : Fakta mampu memperjelas teori dan mengajak seseorang untuk mengubah orientasi teori . Dengan hadirnya orientasi baru dari teori akan bersekuensi logis pada penemuan fakta-fakta baru.
C.   Teori Sebagai Tahap Kebenaran
Sebelum mencapai kebenaran yang berupa pernyataan dengan pendekatan teori ilmiah, akan lebih baik jika mengetahui terlebih dahulu logis dan rasional Sebagaimana yang diungkap oleh Ahmad Tafsir sebagai berikut:
1.      Yang logis ialah yang masuk akal.
2.      Yang logis itu mencakup yang rasional dan yang supra-rasional.
3.      Yang rasioanal ialah yang masuk akal dan dan sesuai dengan hukum alam.
4.      Yang supra-rasional ialah yang masuk akal sekalipun tidak sesuai dengan hukum alam.
5.      Istilah logis boleh dipakai dalam pengertian rasional atau dalam pengertian supra-rasional.[7]
Dengan menggunakan istilah logis dan rasional sebagai bahan dasar dari kebenaran dalam pengetahuan, maka  kriteria kebenaran tidak dapat berdiri sendiri sebagai hasil disiplin ilmu, akan tetapi sangat erat kaitannya dengan permasalahan yang akan diselesaikan manusia dalam kehidupannya, baik masih berupa hipotesa sehingga menghasilkan teori. Secara garis besar Ahmad Tafsir menggambarkan permasalahan sampai menjadi kebenaran secara teori sebagai berikut:
1.      Hipotesa (dugaan sementara).
2.      Adanya teori.
3.      Pengujian teori.
4.      Teori terbukti dengan uji logika dan uji empiris[8]
Dengan melihat hal di atas, dapat dikatakan ketika ada masalah, maka sebagai manusia yang serba ingin tahu akar masalah maka ada dugaan. Berangkat dari dugaan maka ada anggapan sementara yang kita sebut hipotesa. Hipotesa ini merupakan anggapan kebenaran sementara yang belum teruji secara teoritis. Hipotesa ini ada karena adanya sebab akibat yang dapat dibenarkan secara rasional. Hipotesa yang sudah diuji kebenaran dan terbukti kebenarannya maka menjadi teori. Sedangkan suatu teori yang selalu benar secara empiris maka naik tingkatannya menjadi aksioma atau hukum.
D.  Kebenaran Ilmiah dan Non-Ilmiah
     1. Kebenaran ilmiah
Kebenaran ilmiah adalah kebenaran yang diperoleh secara mendalam berdasarkan proses penelitian dan penalaran logika ilmiah. Kebenaran ilmiah bersifat relative, artinya kandungan kebenaran ilmiah dapat direvisi dan diperkaya oleh hasil penemuan yang paling mutakhir. Untuk menguji kebenaran ilmiah ada beberapa pendekatan yang digunakan yaitu :
a.       Kebenaran pragmatis, suatu pernyataan dianggap benar apabila memiliki kegunaan/manfaat praktis dan bersifat fungsional dalm kehidupan sehari-hari.
b.      Kebenaran korespondensi, suatu pernyataan dianggap benar apabila materi pengetahuan yang terkandung di dalamnya berhubungan atau memiliki korespondensi dengan obyek yang dituju oleh pernyataan tersebut.
c.       Kebenaran koherensi, suatau pernyataan dianggap benar apabila konsisten dan memiliki koherensi dengan pernyataan sebelumnya yang dianggap benar.
     2. Kebenaran non ilmiah
Kebenaran non ilmiah adalah kebenaran yang berbeda dengan kebenaran ilmiah yang diperoleh berdasarkan penalaran logika. Kebenaran ini sifatnya sederhana, penuh dengan kira-kira, serta tidak dapat dijangkau oleh pancaindra manusia. Ada beberapa kebenaran non ilmiah, yaitu sebagai berikut :
a.       Kebenaran karena kebetulan, adalah penemuan yang berlangsung tanpa di sengaja.  Penemuan yang secara kebetulan ini banyak juga yang berguna walaupun terjadinya tidak dengan cara yang ilmiah.
b.      Kebenaran karena trial dan error, kebenaran ini terjadi tanpa adanya kepastian akan berhasil atau tidak berhasil dalam mencari kebenaran, bersifat spekulatif, memerlukan waktu yang sangat lama, tidak terarah dan tidak diketahui tujuannya. Hal ini tidak dapat diterima sebagai cara ilmiah dalam mengunggkapkan kebenaran.
c.       Kebenaran karena kewibawaan, adalah kebenaran yang diterima karena pengaruh kewibawaan sesorang. Misalnya orang-orang yang mempunyai kedudukan dan kekuasaan sering diterima sebagai kebenaran meskipun pendapat itu tidak didasarkan pada pembuktian ilmiah.
d.      Kebenaran spekulasi, adalah kebenaran karena adanya pertimbangan meskipun kurang dipikirkan secara matang.[9]
e.       Kebenaran karena akal sehat, pengetahuan seperti ini memiliki inti kebenaran yang bersifak subyektif, artinya  amat terikat pada subyek yang mengenal.
f.        Kebenaran agama dan wahyu, adalah kebenaran mutlak dari Allah swt dan Rasul-Nya, beberapa hal masih bisa dinalar oleh pancaindra manusia, tetapi sebagian lagi tak dapat dinalar.
g.      Kebenaran intuitif, adealah kebenaran yang didapat dari proses di luar sadar manusia tanpa mmenggunakan penalaran dan proses berfikir. Kebenaran intuitif sukar dipercaya dan tidak bisa dibuktikan secara empiris dan logis, hanya sering dimiliki oleh orang yang berpengalaman.
E.   Kebenaran Ilmu dan Kebenaran Filsafat
     1.  Kebenaran Ilmu
Kebenaran ilmu sebagai hasil usaha manusia untuk berfikir dan menyelidiki tentang pengetahuan dah keilmuan yg menghasilkan kebenaran nisbi(relatif) yang selalu dapat berubah dan berkembang.
a.       Ilmu berawal dari dorongan ingintahu manusia yang sangat besar untuk menghasilkan“ pengetahuan “ (knowledge).
  1. S. homby mengartikan ilmu sebagai susunan atau kumpulan pengetahuannya yang di peroleh melalui penelitian dan percobaan dari fakta-fakta
  2. Kebenaran ilmu bersifat apostiori karena harus teruji atau dapat di buktikan kebenarannya sbb; ilmu eksakta dan ilmu sosial
  3. Ilmu adalah kebenaran obyektif.
     2. Kebenaran Filsafat
Kebenaran filsafat adalah kebenaran yang diperoleh dengan cara merenungkan atau memikirkan sesuatu sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya baik sesuatu itu ada atau mungkin ada. Kebenaran filsafat bersifat relative sesuai dengan pola fikir dan metode filosofnya dan kebenarannya bersifat spekulatif karena hanya bisa dibuktikan melalui logika, yang memiliki kemungkinan benar salah.[10]
Kebenaran filsafat terbagi ke dalam beberapa kelompok, yaitu sebagai berikut :
a.       Realisme, mempercayai sesuatu yang ada dalam dirinya sendiri dan sesuatu yang pada hakekatnya tidak terpengaruh oleh seseorang.
b.      Naturalisme, sesuatu yang bersifat alami dan memiliki makna, yaitu bukti berlakunya hukum alam dan terjadi menurut kodratnya sendiri.
c.       Positivisme, menolak segala sesuatu di luar fakta dan menerima sesuatu yang dapat ditangkap oleh pancaindra
d.      Materialisme dialektik, materialism adalah suatu aliran filsafatyang berpendapat bahwa kebenaran tidaklah ditentukan oleh gambaran melainkan oleh benda dan seluruh kenyataan yang ada dirumuskan dan ditentukan oleh benda.orientasi berpikirnya adalah materi, karena materi merupakan satu-satunya hal yang nyata.
e.       Idealisme, aliran yang berpendapat bahwa pengetahuan itu tidak lain daripada kejadian dalam jiwa manusia, sedangkan kenyataan yang diketahui manusia itu sekaliannya terletak di luarnya.
f.        Pragmatisme, suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar ialah apa yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan perantaraan akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis.


BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan :
1.      fakta adalah hal, peristiwa, keadaan atau sesuatu yang merupakan kenyataan yangb benar-benar ada atau terjadi. Fakta menunjukkan suatu kebenaran informasi, artinya hal atau peristiwa tersebut terbukti benar-benar ada. Sedangkan kebenaran adalah  sesuatu yang nyata  dan sesuai dengan fakta dan bersifat relatif. Artinya apa yang dianggap seseorang benar, belum tentu orang lain menganggap benar.
2.      Hubungan antara fakta dan teori adalah sebagai berikut :
a.       Fakta memprakarsai teori : Terdapat berbagai fakta yang kita dijumpai secara empiri yang mampu melahirkan sebuah teori baru, karena secara tidak langsung fakta sebagai muara terciptanya sebuah teori.
b.      Fakta memformulasikan kembali teori yang ada. Tidak semua fakta mampu dijadikan teori, tetapi fakta dari hasil pengamatan dapat membuat teori lama menjadi teori baru /dikembangkan menjadi teori baru. Teori harus disesuaikan dengan fakta dengan demikian fakta dapat mengadakan reformulasi terhadap teori.
c.       Fakta memberi jalan mengubah teori : Fakta mampu memperjelas teori dan mengajak seseorang untuk mengubah orientasi teori . Dengan hadirnya orientasi baru dari teori akan bersekuensi logis pada penemuan fakta-fakta baru.
3.      Secara garis besar Ahmad Tafsir menggambarkan permasalahan sampai menjadi kebenaran secara teori sebagai berikut:
a.       Hipotesa (dugaan sementara).
b.      Adanya teori.
c.       Pengujian teori.
d.      Teori terbukti dengan uji logika dan uji empiris
4.      Kebenaran ilmiah adalah kebenaran yang diperoleh secara mendalam berdasarkan proses penelitian dan penalaran logika ilmiah. Kebenaran ilmiah bersifat relative, artinya kandungan kebenaran ilmiah dapat direvisi dan diperkaya oleh hasil penemuan yang paling mutakhir. Sedangkan kebenaran non ilmiah adalah Kebenaran non ilmiah adalah kebenaran yang berbeda dengan kebenaran ilmiah yang diperoleh berdasarkan penalaran logika. Kebenaran ini sifatnya sederhana, penuh dengan kira-kira, serta tidak dapat dijangkau oleh pancaindra manusia.
5.      Kebenaran ilmu adalah Kebenaran ilmu sebagai hasil usaha manusia untuk berfikir dan menyelidiki tentang pengetahuan dah keilmuan yg menghasilkan kebenaran nisbi(relatif) yang selalu dapat berubah dan berkembang. Sedangkan kebenaran filsafat adalah kebenaran yang diperoleh dengan cara merenungkan atau memikirkan sesuatu sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya baik sesuatu itu ada atau mungkin ada. Kebenaran filsafat bersifat relative sesuai dengan pola fikir dan metode filosofnya dan kebenarannya bersifat spekulatif karena hanya bisa dibuktikan melalui logika, yang memiliki kemungkinan benar salah.
B.   Implikasi
Ilmu maupun filsafat sama-sama bertujuan kearah kebenaran. Ilmu pengetahuan dengan metodenya sendiri mencari keben aran tentang kebenaran tentang alam dan manusia. Filsafat dengan waqtaknya sendiri mencari kebenaran bail tentang alam, manusia, dan Tuhan. penulis berharap tulisan ini dapat memberikan gambaran umum tentang fakta dan kebenaran, terlepas dari banyaknya kekurangan dan kekhilafan dalam makalah ini.




DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar, Amsal. Filsafat Agama 1. Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1997.

-------------------. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rajawali Pers, 2011.

Mustansyir, Rizal dan Misnal Munir. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Pustaka {Pelajar, 2010.

Sabri, Muhammad, dkk. Filsafat Ilmu. Makassar: Alauddin Press, 2009.

Salam, Burhanuddin. Logika Materiil: Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997.

Surajiyo. Ilmu Filsafat: Suatu Pengantar. Jakarta: PT> Bumi Aksara, 2005.

----------. Filsafat Ilmu Dan Perkembangannya Di Indonesia: Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2013.

Tafsir, Ahmad. Filsafat Ilmu: Mengurai Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi Pengetahuan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013.

Tim Dosen Filsafat Ilmu (Fakultas Filsafat UGM). Filsafat Ilmu: Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Liberty, 2010.


[1] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa (Ed.IV, Cet. I; Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 386.
[2] Ismaun, “Filsafat Umum,” dalam Muhammad Sabri, dkk, Filsafat Ilmu (Makassar: Alauddin Press,2009), h. 24.
[3] Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM, Filsafat Ilmu: Sebagai Dasar Pengembangan Imu Pengetahuan (Yogyakarta: Liberty, 2010), h. 135.
[4] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 168.
[5] Muhammad Sabri, dkk, Filsafat Ilmu, h. 16.
[6] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 825.
[7] Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013), h. 17.
[8] Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu, h. 35.
[9] Surajiyo, Filsafat Ilmu Dan perkembangannya di Indonesia: Suatu Pengantar (Ed. I, Cet. 7; Jakarta: Bumi Aksara, 2013), h. 100.
[10] Hasan Bakti Nasution, “Filsafat Umum,” dalam Muhammad Sabri, dkk, Filsafat Ilmu (Makassar: Alauddin Press,2009), h. 20.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH EVALUASI PENDIDIKAN

KOMUNIKASI DAN KOORDINASI

MATERI PENDIDIKAN ISLAM