METODE SAMAWI (WAHYU)
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Agama
merupakan salah satu aspek yang terpenting dalam kehidupan manusia dikarenakan,
agama mempunyai pengaruh besar bagi kehidupan manusia. Manusia memerlukan agama
sebagai pegangan(pedoman) hidup dan penenang jiwa. Manusia menganut agama
berdasarkan keyakinan dan kepercayaan masing-masing.
Membahas tentang agama maka di dalamnya terdapat berbagai macam pendapat yang
klasifikasikan (menggolongkan) agama menurut pandangan dan tujuan masing-masing
dalam melaksanakaan pembagian agama tersebut. Agama yang pernah ada dan yang
sedang berkembang di dunia ini cukup banyak, ada yang timbul dan dianut oleh
sejumlah besar penganutnya, tapi ada pula yang tampil di suatu waktu dan lenyap
tanpa pendukung pada beberapa masa kemudian. Dengan memperhatikan ciri-ciri
berbagai agama, kalangan ahli agama membagi agama-agama ini menjadi dua
kelompok, kelompok pertama disebut agama Wahyu (agama langit, agama misi, agama
samawi, revealed religion) dan kelompok kedua disebut agama Budaya (agama
alamiah, agama bukan wahyu, agama filsafat, non revealed religion).[1]
Semua manusia di dalam hidupnya di dunia ini, selalu
membutuhkan adanya suatu pegangan hidup yang disebut Agama. Mereka merasakan
bahwa dalam jiwanya ada suatu perasaan yang mengakui adanya Dzat Yang Maha
Kuasa, tempat mereka berlindung dan tempat mereka memohon pertolongan-Nya. Hal
semacam ini terjadi pada masyarakat yang masih primitive maupun pada
masayarakat yang sudah modern. Merka akan merasa tenang dan tenteram hatinya
kalau mereka dapat mendekat dan mengabdikan diri kepeda Dzat Yang Maha Kuasa.
Hal semacam ini memang sesuai dengan firman Allah dalam Surat Ar-Rad ayat 28,
yang artinya, “Ketahuilah, bahwa hanya dengan ingat kepada Allah, hati akan
menjadi tenteram.”
Karena itu manusiakanselalu berusaha untuk mendekatkan diri
kepada Tuhan, hanya saja cara mereka mengabdi dan mendekatkn diri kepada Tuhan
itu berbeda sesuai denagn agama yang dianutnya. Itulah sebabnya, bagi orang
Muslim diperlukan adanya Pendidikan Agama Islam, agar dapat mengarahkan fitroh
mereka tersebut kearah yang benar, sehingga mereka akan dapat mengabdi dan
beribadah sesuai dengan ajaran Islam. Tanpa adanya Pendidikan Agama dari satu
generasi ke generasi berikutnya, maka orang akan semakin jauh dari Agama yang benar.[2]
B.
Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang yang telah dipaparkan diatas maka
yang menjadi pokok permasalahan adalah bagaimana metode samawi (Qurani) dengan
sub pokok masalah adalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana
pengertian metode samawi (wahyu)?
2.
Bagaimana
prosedur penggunaan metode samawi (wahyu)?
3.
Bagaimana
pengertian metode demontrasi dan apakah kelebihan dan kekurangan dari metode
ini.?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Metode Samawi
Pengetahuan tentang
metode-metode mengajar sangat diperlukan oleh para pendidik, sebab berhasil
atau tidaknya siswa belajar sangat bergantung pada tepat atau tidaknya metode
mengajar yang digunakan oleh guru.
Metode Pembelajaran
merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara untuk melakukan aktivitasyang
tersistem dari sebuah lingkungan yang terdiri dari pendidik dan peserta didik
untuk saling berinteraksi dalam melakukan suatu kegiatan sehingga proses
belajar berjalan dengan baik dalam arti tujuan pengajaran tercapai.Tidak ada
satu metode pun yang dianggap paling baik diantara metode-metode yanglain
karena setiap metode mempunyai karakteristik tertentu dengan segala kelebihan
dankelemahan masing -masing.
Bertolak dari pemahaman tentang konsep pendidikan islam
dalam perspektif al-Quran, maka metode pendidikan Qurani merupakan suatu bagian
penting dalam melaksanakan upaya pendidikan. Al-Quran telah menawarkan sejumlah
cara dalam penyampaian nilai-nilai pendidikan, baik dalam aspek pengembangan
akal, perasaan, keterampilan, maupun aspek-aspek kemanusian melalui metode
Qurani antara lain: metode ibrah-Mauidzah,
metode kisah Qurani, metode amtsal.[3]
B.
Prosedur Penggunaan Metode Samawi
Tujuan pendidikan Agama merupakan tujuan yang hendak dicapai
oleh setiap orang yang melaksanakan pendidikan Agama. Karena itu dalam
mendidikan agam yang perlu ditanamkan terlebih dahuilu adalah keimanan yang
teguh, sebab dengan adanya keimanan yang teguh itu maka akan menghasilakn
ketaatan menjalankan kewajiban agama.
Titik sentral yang harus dicapai oleh setiap kegiatan
belajar mengajar adalah tercapainya tujuan pengajaran. Apa pun yang termasuk
perangkat program pengajaran dituntut secara mutlak untuk menunjang tercapainya
tujuan. Guru tidak dibenarkan mengajar dengan kemalasan. Anak didik pun diwajibkan
mempunyai kreativitas yang tinggi dalam belajar, bukan selalu menanti perintah
guru. Kedua unsur manusiawi ini juga beraktivitas tidak lain karena ingin
mencapai tujuan secara efektif dan efisien.[4]
Berkenaan dengan tugas guru yang sepenuhnya sadar akan
kewajiban sebagai seorang pendidik muslim. Berbagai macam metode yang
disodorkan dalam pembahasan berikut, perhatian akan ditujukan untuk melihat
tiga aspek yaitu:
1. Hakekat metode dan relevansinya
dengan tujuan utama pendidikan islam yakni membentuk pribadi beriman yang
senntiasa siap mengabdi kepada Allah swt.
2. Mengadakan penelitian tentang
aktualisasi metode-metode instruksional yang ditunjukkan al-Quran atau yang
dapat dideduksikan kepadanya.
3. Berkitan dengan pemberian motivasi
atau disiplin tema-tema al-Quran tentang perumpaan, kisah-kisah dan
pengalaman-pengalaman.[5]
Kunci
pembentukan karakter dalam proses pendidikan menurut al-Quran menunjukkan bahwa
manusia itu lahir dengan fitrah yang baik. Kepercayaan akan adanya fitrah yang
baik akan berimplikasi praktis bagi metode-metode yang seharusnya diterapkan
dalam proses pembelajaran. Demi tanggungjawabnya, secara implisit pikiran
pendidik muslim sungguh-sungguh diarahkan kepada tugas memimpin peserta didik
kepada islam. Dalam suatu kenyatan bahwa Islam itu merupakan satu-satunya agama
wahyu. Islam mempertahankan fitrah yang baik, yang tidak boleh berubah atau
tergantikan.[6]
C.
Metode Demonstrasi
- Definisi
Istilah demonstrasi dalam pengajaran dipakai untuk
menggambarkan suatu cara mengajar yang pada umumnya penjelasan verbal dengan
suatu kerja fisik atau pengoperasioan peralatan barangatau benda. Kerja fisik
itu telah dilakukan atau peralatan itu telah dicoba lebih dahulu sebelum
didemonstrasikan. Orang yang mengdemosntasikan (guru, peserta didik, atau orang
luar) mempertunjukkan sambil menjelaskan tentang sesuatu yang didemonstrasikan.[7]
Dalam mengajarkan praktek-praktek agama, Nabi Muhammad
sebagai pendidik agung banyak mempergunakan metode ini. Seperti mengajarkan
cara wudhu’, shalat, haji dan sebagainya.
Dalam suatu hadist pernah Nabi menerangkan kepada umatnya;
sabda Rasulullah SAW: “Sembahyanglah kamu sebagaimana kamu lihat aku
sembahyang” (H.R. Bukhari).
Bila kita perhatikan hadist tersebut, nyatalah bahwa
cara-cara sembahyang tersebut pernah dipraktekkan dan didemonstrasikan oleh
Nabi Muhammad SAW.
Sabda Rasulullah lagi: dari Djabir, katanya: “Saya melihat
Nabi Muhammad SAW melontarkan jumrah di atas kendaraan beliau pada Hari Raya
Haji, lalu beliau berkata: “Hendaklah kamu turut cara-cara ibadah sebagaimana
yang aku kerjakan ini, karena sesungguhnya aku tidak mengetahui apakah aku akan
dapat mengerjakan haji lagi sesudah ini.”
Istilah demonstrasi dalam pengajaran dipakai untuk
menggambarkan suatu cara mengajar yang pada umumnya penjelasan verbal dengan suatu
kerja fisik atau pengoperasian peralatan barang atau benda. Kerja fisik itu
telah dilakukan atau peralatan itu telah dicoba lebih dahulu sebelum
didemonstrasikan. Orang yang mendemonstrasikan (guru, peserta didik atau orang
luar) mempertunjukkan sambil menjelaskan tentang sesuatu yang didemonstrasikan.[8]
2.
Kebaikan Metode Demonstrasi
- Keaktifan peserta didik akan bertambah, lebih-lebih kalau peserta didik diikut sertakan.
- Pengalaman peserta didik bertambah karena peserta didik turut membantu pelaksanaan suatu demonstrasi sehingga ia menerima pengalaman yang bisa mengembangkan kecakapannya.
- Pelajaran yang diberikan lebih tahan lama. Dalam suatu demonstrasi, peserta didik bukan saja mendengar suatu uraian yang diberikan oleh guru tetapi juga memperhatikannya bahkan turut serta dalam pelaksanaan suatu demonstrasi .
- Pengertian lebih cepat dicapai. Peserta didik dalam menanggapai suatu proses adalah dengan mempergunakan alat pendengar, penglihat, dan bahkan dengan perbuatannya sehingga memudahkan pemahaman peserta didik dan menghilangkan sifat verbalisme dalam belajar.
- Perhatian peserta didik dapat dipusatkan dan titik yang yang dianggap penting oleh guru dapat diamati oleh peserta didik seperlunya. Sewaktu demonstrasi perhatian peserta didik hanya tertuju kepada suatu yang didemonstrasikan sebab peserta didik lebih banyak diajak mengamati proses yang sedang berlangsung dari pada hanya semata-mata mendengar saja.
- Mengurangi kesalahan-kesalahan. Penjelasan secara lisan banyak menimbulkan salah paham atau salah tafsir dari peserta didik apalagi kalau penjelasan tentang suatu proses. Tetapi dalam demonstrasi, disamping penjelasan lisan juga dapat memberikan gambaran konkrit.
- Beberapa masalah yang menimbulkan petanyaan atau masalah dalam diri peserta didik dapat terjawab pada waktu peserta didik mengamai proses demonstrasi.
- Menghindari ”coba-coba dan gagal” yang banyak memakan waktu belajar, di samping praktis dan fungsional. Khususnya bagi peserta didik yang ingin berusaha mengamati secara lengkap dan teliti atau jalannya sesuatu.
- Metode ini membutuhkan kemampuan yang optimal dari pendidikan untuk itu perlu persiapan yang matang.
- Sulit dilaksanakan kalau tidak ditunjang oleh tempat, waktu dan peralatan.[9]
3.
Kelemahan Metode Demonstrasi
a.
Mempesiapkan
Suatu Demonstrasi
Suatu demonstrasi yang baik membutuhkan pesiapan yang teliti
dan cermat. Sejauh mana persiapan itu dilakukan amat banyak tergantung kepada
pengalaman yang telah dilalui dan kepada macam atau demonstrasi apa yang ingin
disajikan. Secara umum dapatlah dikatakan bahwa untuk melakukan demonstrasi
yang diperlukan:
- Perumusan tujuan instruksional khusus yang jelas yang meliputi berbagai aspek, sehingga dapat diharapkan peserta didik itu akan dapat melaksanakan kegiatan yang didemonstrasikan itu setelah pertemuan berakhir. Untuk itu hendaknya guru mempertimbangkan:
· Apakah
metode itu wajar dipergunakan dan merupakan cara paling efektif untuk mencapai
tujuan intrusional khusus tersebut.
· Apakah
alat-alat yang diperlukan itu mudah diperoleh dan sudah dibacakan terlebih dahulu
atau apakah kegiatan-kegiatan fisik bisa dilakukan dan telah dilatih kembali
sebelum demonstrasi dilakukan.Apakah jumlah peserta didik tidak telalu besar
yang
·
memerlukan
tempat dan tata ruang khsusus agar semua peserta didik dapat berpartisipasi secara
aktif.
2. Menetapkan garis besar
langkah-langkah demonstrasi yang akan dilaksanakan. Dan sebaiknya sebelum
demonstrasi, guru sudah mencobakannya lebih dahulu agar demonstrasi itu tidak
gagal.
· Apakah
guru terbiasa atau memahami benar terhadap semua langkah-langkah atau
tahap-tahap dari demonstrasi yang akan dilakukan.
·
Apakah
guru mepunyai pengalaman yang cukup untuk menjelaskan setiap langkah
demonstrasi itu.
·
Apakah
tidak membutuhkan latihan lanjutan untuk menguasai demonstrasi itu.
3. Mempertimbangkan waktu yang
dibutuhkan. Hendaknya guru sudah merncanakan seluruh waktu yang dipakai maupun
batas waktu untuk langkah demonstrasi yang akan dilakukan sehingga
pertanyaan-pertanyaan di bawah ini terjawab.
· Apakah
kendalanya juga sudah termasuk waktu untuk memberi kesempatan kepada peserta
didik mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan komentar selama dan sesudah
demonstras berapa
lama waktu yang dipakai untuk memberi rangsangan atau motivasi agar peserta
didik berpartisipasi dan melakukan observasi ulang, baik sebagian maupun
keseluruhan?
· Apakah
ke dalamnya juga termasuk waktu untuk mengadakan demonstrasi ulang, baik
sebagian maupun keseluruhan?
4. Selama demonstrasi berlangsung guru
dapat mempertanyakan kepada diri sendiri apakah:
·
Keterangan-keterangan
itu dapat didengar jelas oleh peserta didik.
·
Kedudukan
alat atau kedudukan guru sendiri sudah cukup baik sehingga semua peserta didik
dapat melihatnya dengan jelas.
·
Terdapat
cukup waktu dan kesempatan untuk membuat catatan seperlunya bagi peserta didik.
5. Mempertimbangkan pengguanan alat
bantu pengajaran lainnya, sesuai dengan luasan makna dan isi dari demonstrasi.
Untuk itu dapat dipertanyakan hal-hal berikut:
· Adakah
guru menyimpulkan kegiatan dari setiap langkah-langkah pokok demonstrasi
itu.Bagaimana dan kapan dilakukan semua hal-hal itu, sebelum, sesudah atau
selama d
·
emonstrasi
itu berlangsung.
6. Menetapkan rencana untuk menilai
kemajuan murid. Seringkali perlu telebih dahulu dilakukan diskusi-diskusi dan
peserta didik mencobakan kembali atau mengadakan demonstrasi ulang untuk
memperoleh kecakapan yang lebih baik.[10]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini
adalah:
ü Metode
Pembelajaran merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara untuk melakukan
aktivitasyang tersistem dari sebuah lingkungan yang terdiri dari pendidik dan
peserta didik untuk saling berinteraksi dalam melakukan suatu kegiatan sehingga
proses belajar berjalan dengan baik dalam arti tujuan pengajaran tercapai.
ü Bertolak dari pemahaman tentang
konsep pendidikan islam dalam perspektif al-Quran, maka metode pendidikan
Qurani merupakan suatu bagian penting dalam melaksanakan upaya pendidikan.
Al-Quran telah menawarkan sejumlah cara dalam penyampaian nilai-nilai
pendidikan, baik dalam aspek pengembangan akal, perasaan, keterampilan, maupun
aspek-aspek kemanusian melalui metode Qurani antara lain: metode ibrah-Mauidzah, metode kisah Qurani, metode amtsal.
ü Kunci pembentukan karakter dalam
proses pendidikan menurut al-Quran menunjukkan bahwa manusia itu lahir dengan
fitrah yang baik. Kepercayaan akan adanya fitrah yang baik akan berimplikasi
praktis bagi metode-metode yang seharusnya diterapkan dalam proses
pembelajaran.
ü Istilah demonstrasi dalam pengajaran
dipakai untuk menggambarkan suatu cara mengajar yang pada umumnya penjelasan verbal
dengan suatu kerja fisik atau pengoperasioan peralatan barangatau benda. Kerja
fisik itu telah dilakukan atau peralatan itu telah dicoba lebih dahulu sebelum
didemonstrasikan. Orang yang mengdemosntasikan (guru, peserta didik, atau orang
luar) mempertunjukkan sambil menjelaskan tentang sesuatu yang didemonstrasikan
DAFTAR PUSTAKA
Alim, Muhammad, 2006, Pendidikan Agama Islam, Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Nasir A. Baki, 2014, Metode Pembelajaran Agama Islam.
Yogyakarta: Eja Publisher
Rohman, Abdul, 2005, Pendidikan Agama Islam, Purwokerto:
Universitas Jendral Soedirman.
Wiyani, Novan Ardy, TT, Studi Islam
1, Pengkajian Islam dengan Pendekatan Tematik.
Taufik, Ahmad, 2011, Pendidikan Agama Islam. Surakarta : Yuma
Pustaka.
Suyanto, Imam, 2005. Pendidikan Agama Islam. Kebumen : FKIP
UNS.
[1]Alim,
Muhammad, Pendidikan Agama Islam, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2006), h. 90.
[2]Rohman,
Abdul, Pendidikan Agama Islam, (Purwokerto:
Universitas Jendral Soedirman, 2005) h. 5
[3]Nasir A. Baki, Metode Pembelajaran Agama Islam (Cet. I; Yogyakarta:
Eja Publisher. 2014), h. 47.
[4]Abdul
Rohman, Pendidikan Agama Islam, (Purwokerto:
Universitas Jendral Soedirman. 2005), h.
34.
[5] Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan al-Quran.
(Cet. IV; Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h. 197-201.
[6]Nasir A. Baki, Metode
Pembelajaran Agama Islam (Cet. I; Yogyakarta: Eja Publisher. 2014),
h. 49.
[7]Ahmad
Taufik, Pendidikan Agama Islam. (Surakarta:
FKIP UNS. 2011).
[8]Abdul
Rohman, Pendidikan Agama Islam,
(Purwokerto: Universitas Jendral Soedirman. 2005), h. 39.
[9]Abdul
Rohman, Pendidikan Agama Islam, h. 44.
[10]Alim
Muhammad, Pendidikan Agama Islam, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2006), h. 90.
Komentar
Posting Komentar