Kepemimpinan Pendidikan
KEPEMIMPINAN DALAM PENDIDIKAN
A.
Konsep Kepemimpinan
1. Kepemimpinan
Dalam kepemimpinan ada tiga hal yang saling berhubungan, yaitu
adanya pemimpin dan karakteristiknya, adanya pengikut, serta adanya situasi
kelompok tempat dan pengikut berinteraksi.[1] Di
dalam kelompok masyarakat selalu muncul seorang pemimpin yang dapat
mempengaruhi dan mengarahkan perilaku anggota masyarakat kearah tujuan
tertentu.[2]
Kepemimpinan
merupakan salah satu faktor yang sangat berperan dalam organisasi. Baik buruknya
organisasi sering kali sebagian besar tergantung pada faktor pemimpin.[3]
Kepemimpinan seseorang berperan sebagai penggerak dalam proses kerja sama antar
manusia dalam organisasi termasuk sekolah.[4]
Kepemimpinan menjadikan suatu organisasi dapat bergerak secara terarah dalam
upaya mencapai tujuan yang telah ditetapkan.[5]
Defenisi kepemimpinan secara luas meliputi proses mempengaruhi
dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai
tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya.[6]
Kepemimpinan kadang-kadang dipahami sebagai kekuatan untuk menggerakkan dan
mempengaruhi orang.[7]
Kepemimpinan sebagai sebuah alat, sarana atau proses untuk membujuk orang agar
bersedia melakukan sesuatu secara sukarela/sukacita.[8]
Kepemimpinan juga dikatakan sebagai proses mengarahkan dan mempengaruhi
aktivitas-aktivitas yang ada hubungannya dengan pekerjaan para anggota
kelompok.[9]
Veithzal Rival, dkk menyebutkan bahwa kepemimpinan merupakan suatu
perilaku dengan tujuan tertentu untuk mempengaruhi aktivitas para anggota
kelompok untuk mencapai tujuan bersama yang dirancang untuk memberikan manfaat
individu dan organisasi, sehingga dalam suatu organisasi kepemimpinan merupakan
faktor yang sangat penting dalam menentukan pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan oleh organisasi.[10]
Oleh karena itu, kepemimpinan merupakan titik sentral dan penentu kebijakan
dari kegiatan yang akan dilaksanakan dalam organisasi.
Selain
dari pendapat di atas berikut ini beberapa defenisi tentang kepemimpinan
menurut para ahli, yaitu:
a. Stephen
P. Robbins, sebagaimana yang dikutip oleh Andang mengatakan bahwa kepemimpinan
adalah kemampuan untuk memengaruhi sekelompok anggota agar bekerja mencapai
tujuan dan sasaran.[11]
b. Rauch
dan Behling, sebagaimana yang dikutip oleh M. Sobry Sutikno mengatakan bahwa
kepemimpinan adalah suatu proses yang mempengaruhi aktifitas kelompok yang
diatur untuk mencapai tujuan bersama.[12]
c. A.
L. Hartani, mengutip pendapat Amstrong, mengatakan bahwa kepemimpinan adalah
proses memberi inspirasi kepada semua karyawan agar bekerja sebaik-baiknya
untuk mencapai hasil yang diharapkan.[13]
Dari defenisi yang berbeda-beda tersebut
mengandung kesamaan asumsi yang bersifat umum sebagai berikut:
- Di dalam suatu fenomena kelompok melibatkan interaksi antara dua orang atau lebih,
- Di dalam melibatkan proses mempengaruhi, dimana pengaruh yang sengaja (intentional influence)digunakan oleh pemimpin terhadap bawahan.[14]
Dari beberapa definisi tentang
kepemimpinan maka dapat dipahami hakikat kepemimpinan sebagai berikut:
a. Proses
mempengaruhi atau memberi contoh dari pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya
mencapai tujuan organisasi,
b. Seni
mempengaruhi dan mengarahkan orang dengan cara kepatuhan, kepercayaan,
kehormatan, dan kerjasama yang bersemangat dalam mencapai tujuan bersama,
c. Kemampuan untuk
mempengaruhi, memberi inspirasi dan mengarahkan tindakan seseorang atau
kelompok untuk mencapai tujuan yang diharapkan,
d.
Melibatkan tiga
hal yaitu, pemimpin, pengikut, dan situasi tertentu,
e.
Kemampuan untuk
mempengaruhi suatu kelompok untuk mencapai tujuan.[15]
Selanjutnya,
dari beberapa pengertian kepemimpinan tersebut di atas, kepemimpinan mengandung
beberapa unsur pokok antara lain:
a. Kepemimpinan
melibatkan orang lain dan adanya situasi kelompok atau organisasi tempat
pemimpin dan anggotanya berinteraksi.
b. Di
dalam kepemimpinan terjadi pembagian kekuasaan dan proses mempengaruhi bawahan
oleh pemimpin.
c. Adanya
tujuan bersama yang harus dicapai.[16]
Dari beberapa defenisi tentang kepemimpinan di atas, penulis dapat
memberikan defenisi tentang kepmimpinan sebagai suatu proses mempengaruhi,
mengajak, mengolah, memotivasi dan mengatur orang lain atau individu untuk
bekerjasama dalam sebuah kelompok atau organisasi sebagai suatu tim kerja dalam
mencapai sebuah tujuan yang diinginkan oleh kelompok atau organisasi tersebut.
2. Kepemimpinan Pendidikan
Istilah
kepemimpinan juga terdapat dalam organisasi pendidikan yang biasa disebut
dengan kepemimpinan pendidikan. Seorang pemimpin dalam lingkup pendidikan
adalah kepala sekolah. Kepala sekolah merupakan pimpinan tunggal di sekolah
yang mempunyai tanggung jawab dan wewenang untuk mengatur, mengelola, dan
menyelenggarakan kegiatan di sekolah, agar apa yang menjadi tujuan sekolah
dapat tercapai.[17]
Terdapat beberapa pendapat para ahli mengenai pengertian kepemimpinan
pendidikan sebagaimana yang dikutip oleh Marno dan Triyo Supriyatno adalah
sebagai berikut:
a. Fachrudi menyatakan bahwa kepemimpinan
pendidikan adalah suatu kemampuan dalam proses mempengaruhi, mengkoordinir
orang-orang lain yang ada hubungannnya dengan ilmu pendidikan dan pelaksanaan
pendidikan dan pengajaran, agar kegiatan-kegiatan yang dijalankan dapat
berlangsung lebih efisien dan efektif di dalam pencapaian tujuan-tujuan
pendidikan dan pengajaran.[18]
b. Assosiation
of Supervision and Curiculum Development (ASDC)
menyatakan bahwa kepemimpinan pendidikan adalah tindakan atau tingkah laku di
antara individu-individu dan kelompok-kelompok
yang menyebabkan mereka bergerak ke arah tercapainya tujuan-tujuan pendidikan
yang menambahkan penerimaan bersama bagi mereka.[19]
c. Nawawi berpendapat bahwa kepemimpinan
kepala pendidikan adalah proses menggerakkan, mempengaruhi, memberikan motivasi,
dan mengarahkan orang-orang di dalam organisai atau lembaga pendidikan tertentu
untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya.[20]
Dari
beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksudkan dengan
kepemimpinan pendidikan adalah kemampuan seseorang dalam mempengaruhi,
mengkoordinir, menggerakkan, memberi motivasi, dan mengarahkan orang-orang
dalam lembaga pendidikan agar pelaksanaan pendidikan dan pengajaran dapat lebih
efisien dan efektif dalam pencapaian tujuan pendidikan dan pengajaran.
Kepemimpinan
pendidikan berkaitan dengan masalah kepala sekolah dalam meningkatkan
kesempatan untuk mengadakan pertemuan secara efektif dengan para guru dalam
situasi yang kondusif.[21]
Fungsi utama kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan ialah menciptakan
situasi belajar mengajar sehingga guru-guru dapat mengajar dan murid dapat
belajar dengan baik.[22]
Menurut Morris dalam kutipan Sulthon Masyhud mengatakan bahwa kepemimpinan
dalam bidang pendidikan lebih menekankan pada kepemimpinan yang berkaitan
dengan mutu pendidikan.[23]
B.
Perilaku kepemimpinan
Keberhasilan
seorang pemimpin dalam melaksanakan fungsinya tidak hanya ditentukan oleh satu
aspek semata, melainkan dipengaruhi oleh sifat, perilaku, dan kekuasaan yang
dimiliki.[24]Setiap
individu memiliki karakteristik seperti kemampuan, kepercayaan pribadi, harapan
kebutuhan dan pengalaman yang berbeda. Karakteristik tersebut juga dimiliki
seorang pemimpin dalam mengarahkan organisasi kepencapaian tujuan yang
diinginkan sehingga memunculkan perilaku-perilaku yang berbeda dalam memimpin
organisasi sesuai dengan tujuan organisasi yang dipimpin. Sebagai salah satu
aspek yang berpengaruh terhadap keberhasilan seorang pemimpin, perilaku
kepemimpinan memiliki beberapa indikator yang berbeda-beda menurut para ahli.
Perilaku kepemimpinan dalam
al-Qur'an dijelaskan dalam QS Al-Anbiyā’/
21: 73 sebagai berikut:
وَجَعَلْنَاهُمْأَئِمَّةًيَهْدُونَبِأَمْرِنَاوَأَوْحَيْنَاإِلَيْهِمْفِعْلَالْخَيْرَاتِوَإِقَامَالصَّلَاةِوَإِيتَاءالزَّكَاةِوَكَانُوالَنَاعَابِدِينَ
Terjemahnya: “Dan
Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi
petunjuk dengan perintah Kami, dan Kami wahyukan kepada mereka agar mengerjakan
kebajikan, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka
selalu menyembah.”[25]
Ayat ini
menceritakan tentang beberapa karunia Allah swt.yang diberikan kepada Nabi
Ibrahim a.s dan anak-anaknya. Allah swt.berfirman, “Kami telah menjadikan mereka” yaitu Ibrahim, Ishak dan Ya’qub
sebagai pemimpin yang memberikan petunjuk, yang selalu diikuti dalam masalah
kebaikan sekaligus mengarahkan manusia pada agama Allah swt.yang hak. Allah swt.telah
mewahyukan kepada mereka untuk mengerjakan perbuatan yang baik (khairāt). Khairāt adalah bentuk jamak
dari khair,artinya semua perbuatan
yangbermanfaat serta diridhai oleh Allah swt.seperti mendirikan shalat dan
mengeluarkan zakat.[26]
Berdasarkan
tafsiran ayat di atas, berbicara pada tataran ideal tentang sosok pemimpin yang
akan memberikan dampak kebaikan dalam kehidupan rakyat secara keseluruhan,
seperti yang ada pada diri para nabi manusia pilihan Allah swt.. Karena secara
korelatif, ayat-ayat sebelum dan sesudah ayat ini dalam konteks menggambarkan
para nabi yang memberikan contoh keteladanan dalam membimbing umat ke jalan
yang mensejahterakan umat lahir dan batin. Tidak berlebihan jika dikatakan
bahwa ayat ini merupakan landasan prinsip dalam mencari figur pemimpin ideal
yang akan memberi kebaikan dan keberkahan bagi bangsa dimanapun dan kapanpun.
Telaah
kepemimpinan yang dilakukan pada Pusat Riset University of Michigan melokasikan karakteristik perilaku
kepemimpinan yang dikaitkan dengan ukuran keefektifan kinerja.[27]
Teori ini berpandangan bahwa kepemimpinan merupakan hal utama bagi kinerja,
dalam hubungan ini kepemimpinan dilihat dari perilaku seseorang dalam
menjalankan perannya sebagai pemimpin. Studi michigan menghasilkan dua bentuk
perilaku pemimpin yaitu;
1. Production-centered/task-oriented;
pemimpin
yang berorientasi tugas yang lebih memusatkan pada terlaksananya pekerjaan.
2. Employee-centered/humanrelation oriented; pemimpin yang
berorientasi hubungan kemanusiaan atau pada pegawai adalah pemimpin yang
menekankan pada kesejahteraan pegawai.[28]
Selain teori
perilaku kepemimpinan di atas, penelitian yang dilakukan oleh Fleishman di Ohio State University menghasilkan
perkembangan teori dua faktor perilaku kepemimpinan yaitu membentuk struktur
dan konsiderasi.[29]
Dari berbagai
konsep penelitian perilaku kepemimpinan, Yuklmengidentifikasi tiga jenis
perilaku kepemimpinan yang saling berbeda diantara para pemimpin yang efektif
dan tidak efektif. Tiap-tiap jenis perilaku tersebut adalah sebagai berikut:
1. Perilaku yang berorientasi tugas
Para manajer yang
efektif tidak menggunakan waktu dan usahanya dengan melakukan pekerjaan yang
sama dengan bawahannya.[30]
Sebaiknya, para manajer yang lebih efektif berkonsentrasi pada fungsi yang
berorientasi pada tugas seperti misalnya merencanakan dan mengatur pekerjaan,
mengoordinasikan kegiatan para bawahan, dan menyediakan perlengkapan,
peralatan, serta bantuan teknis yang dibutuhkan.[31]
Disamping itu, para manajer yang efektif memandu para bawahannya menetapkan
tujuan kinerja yang tinggi, tetapi realistis.
2. Perilaku yang berorientasi hubungan
Para manajer yang
efektif lebih penuh perhatian dan membantu para bawahan.[32]
Perilaku mendukung yang berkorelasi dengan kepemimpinan yang efektif mencakup
tindakan untuk memperlihatkan kepercayaan dan keyakinan, bertindak ramah dan
penuh perhatian, berusaha memahami permasalahan bawahan, membantu mengembangkan
bawahan dan memajukan karir mereka, selalu memberi informasi kepada bawahan,
memperlihatkan apresiasi terhadap ide para bawahan, dan memberikan pengakuan
atas kontribusi dan keberhasilan bawahan.[33]
3. Kepemimpinan pertisipatif
Para manajer yang
efektif menggunakan lebih banyak supervisi grup daripada mengendalikan
tiap-tiap bawahan secara sendiri-sendiri.[34]
Pertemuan grup memudahkan partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan,
memperbaiki komunikasi, mendorong kerja sama, dan memudahkan pemecahan konflik.[35]
Peran manajer dalam pertemuan grup pertama-tama harus memandu diskusi dan
membuat diskusi tersebut meberikan dukungan, produktif, dan berorintasi pada
pemecahan masalah.[36]
Dari
berbagai jenis perilaku kepemimpinan di atas, secar garis besar dapat
dikelompokkan dalam taksonomi yang disebut sebagai taksonomi yang terintegrasi.
Yukl dalam kutipan Marno dan Triyo Supriyatno menggambarkan bahwa hal tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Merencanakan dan mengorganisasi (planning and organizing), yakni
menentukan sarana- sarana dan strategi jangka panjang, mengalokasikan
sumber-sumber daya sesuai dengan prioritas-prioritas, menentukan cara
menggunakan personil dan sumber-sumber daya untuk menghasilkan efisiensi tugas,
dan menentukan cara memperbaiki koordinasi, produktivitas serta efektivitas
unit organisasi.
2. Memecahkan masalah (problem solving), mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan
pekerjaan, menganalisis masalah pada waktu yang tepat namun dengan cara yang
sistematis untuk mengidentifikasi sebab-sebab dan mencari pemecahan, dan
bertindak secara tegas untuk mengimplementasikan solusi-solusi untuk memecahkan
masalah-masalah atau krisis-krisis penting.
3. Menjelaskan peran dan sasaran (clarifying roles and objectives),
membagi-bagi tugas, memberi arahan tentang cara melakukan pekerjaan tersebut,
dan mengkomunikasikan tentang pengertian yang jelas mengenai tanggung jawab
akan pekerjaan dan sasaran tugas, batas waktu, serta memberi harapan mengenai
kinerja.
4. Memberi informasi (informing); membagi-bagi informasi yang relevan tentang keputusan,
rencana, dan kegiatan-kegiatan kepada orang yang membutuhkannya agar dapat
melakukan pekerjaannya, memberi materi dan dokumen tertulis, dan menjawab
permintaan akan informasi teknis.
5. Memantau (monitoring); mengumpulkan informasi tentang kegiatan kerja dan
kondisi eksternal yang mempengaruhi pekerjaan tersebut, memeriksa kemajuan dan
kualitas pekerjaan, mengevaluasi kinerja para individu dan unit-unit organisasi
, menganalisis kecenderungan (trends), dan
meramalkan peristiwa- peristiwa eksternal.
6. Memotivasi dan memberi inspirasi (motivating and inspiring); dengan
menggunakan teknik-teknik mempengaruhi yang menarik emosi dan logika untuk
menimbulkan semangat terhadap pekerjaan, komitmen terhadap sasaran tugas, dan
patuh terhadap permintaan-permintaan akan kerja sama, bantuan, dukungan atau
sumber-sumber daya, menetapkan suatu contoh mengenai perilaku yang sesuai.
7. Berkonsultasi (consulting); memeriksakan rencana pada orang-orang sebelum membuat
perubahan akan mempengaruhi mereka , mendorong saran-saran untuk membuat
kebaikan, mengundang partisipasi dalam pengambilan keputusan, memasukkan
ide-ide serta saran-saran dari orang lain dalam keputusan-keputusan.
8. Mendelegasikan (delegeting); mengijinkan para bawahan untuk mempunyai tanggung
jawab yang subtansial dan kebijaksanaan
dalam melaksankan kegiatan-
kegiatan jkerja, menangani masalah dan membuat keputusan yang penting.
9. Memberi dukungan (supporting); bertindak ramah dan penuh perhatian, sabar dan
membantu, memperlihatkan simpati dalam dukungan jika seseorang bingung dan cemas,
mendengarkan keluhan dan maslah, mencari minat seseorang.
10. Mengembangkan dan membimbing (developping and mentoring); memberi
pelatihan dan nasihat karier yang membantu, dan melakukan hal-hal yang
mempbantu perolehan keterampilan seseorang, pengembangan profesional, dan
kemajuan karier.
11. Mengelola konflik dan membangun tim (managing conflict and team building); memudahkan
pemecahan konflik yang konstruktif, dan mendorong kooperasi, kerja sama tim,
dan identifikasi dengan unit kerja.
12. Membangun jaringan kerja (networking); bersosialisasi secara
informal, mengembangkan kontak-kontak dengan orang yang merupakan sumber
informasi dan dukungan, dan mempertahankan kontak-kontak melalui interaksi
secara periodik, termasuk kunjungan, menelepon, korespondensi, dan kehadiran
pada pertemuan-pertemuanserta peristiwa-peristiwa sosial.
13. Pengakuan (recognizing);
memberi pujian dan pengakuan bagi kinerja yang efektif, keberhasilan yang
dignifikan, konstribusi khusus, mengungkapkan penghargaan terhadap
konstribusidan upaya-upaya khusus seseorang.
14. Memberi imbalan (rewarding); memberi atau merekomendasikan imbalan-imbalan yang
nyata seperti penambahan gaji atau promosi bagi yang kinerja yang efektif,
keberhasilan yang signifikan dan kompetensi yang terlihat.[37] Dari
beberapa jenis perilaku kepemimpinan bisa ditarik suatu keimpulan, perilaku kepemimpinan kepala
sekolah yang dimunculkan dalam menjalankan perannya sebagai pemimpin bercirikan
pada perilaku yang berorientasi tugas,
perilaku yang berorientasi hubungan dan kepemimpinan partisipatif yang harus dapat mendorong, mengarahkan dan
memotivasi seluruh warga sekolah untuk bekerja sama dalam mewujudkan visi,
misi, dan tujuan sekolah sehingga mampu meningkatkan mutu suatu organisasi sekolah.
C.
Mutu Pendidikan
Secara
umum mutu dapat diartikan sebagai gambaran dan karakteristik menyeluruh dari
barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang
diharapkan atau yang tersirat. Menurut Sudarwan Danim, mutu mengandung makna
dan derajat keunggulan suatu produk atau hasil kerja, baik berupa barang maupun
jasa.[38]Sedangkan
mutu pendidikan menurut Depdiknas sebagaimana yang dikutip oleh E. Mulyasa
mencakup input, proses, dan output pendidikan.[39]
Input pendidikan
adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk
berlangsungnya proses.[40]
Sesuatu yang dimaksud berupa sumber daya dan perangkat lunak serta
harapan-harapan sebagai pemandu berlangsunya proses. Input sumber daya meliputi sumber daya manusia (kepala sekolah,
guru, karyawan, dan siswa) dan sumber daya selebihnya (peralatan, perlengkapan,
uang, dan bahan).[41]Input perangkat lunak meliputi struktur
organisasi sekolah, peraturan perundang-undangan, deskripsi tugas, rencana dan
program.[42]Input harapan-harapan berupa visi, misi,
tujuan dan sasaran-sasaran yang ingin dicapai sekolah.[43]
Kesiapan input sangat diperlukan agar
proses dapat berlangsung dengan baik. Oleh karena itu, tinggi rendahnya mutu input dapat diukur dari tingkat kesiapan
input, makin tinggi tingkat kesiapan input
makin tinggi pula mutu input
tersebut.
Proses
pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Sesuatu yang
berpengaruh terhadap berlangsungnya proses disebut input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan berskala mikro
yakni pada tingkat sekolah, proses yang dimaksud adalah proses pengambilan
keputusan, proses pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan program, proses
belajar mengajar, dan proses monitoring
dan evaluasi, dengan catatan bahwa proses belajar mengajar memiliki tingkat
kepentingan tertinggi dibandingkan dengan proses-proses lainnya.[44]
Oleh karena itu, proses dikatakan bermutu tinggi apabila pengkoordinasian dan
penyerasian serta pemanduan input sekolah
dilakukan secara harmonis, sehingga mampu menciptakan situasi pembelajaran yang
menyenangkan, mampu mendorong motivasi dan minat belajar, dan benar-benar mampu
memberdayakan peserta didik.[45]
Sedangkan menurut Sudarwan Danim bahwa hal-hal yang termasuk dalam kerangka
mutu proses pendidikan adalah derajat kesehatan, keamanan, disiplin, keakraban,
saling menghormati, kepuasan dan lain-lain dari subjek selama memberikan dan
menerima jasa layanan.[46]
Output pendidikan
merupakan kinerja sekolah. Kinerja sekolah adalah prestasi sekolah yang
dihasilkan dari proses atau perilaku sekolah. Kinerja sekolah dapat diukur dari
kualitasnya, efektivitasnya, produktivitasnya, efisiensinya, inovasinya,
kualitas kehidupan kerjanya, dan moral kerjanya.[47]
Khusus yang berkaitan dengan mutu output sekolah,
dapat dijelaskan bahwa output sekolah dapat dikatakan berkualitas atau bermutu
tinggi jika prestasi sekolah, khususnya prestasi siswa menunjukkan pencapaian
yang tinggi dalam : (1) prestasi akademik, berupa nilai ulangan umum, nilai
ujian akhir, karya ilmiah, lomba-lomba akademik, dan (2) prestasi non-akademik seperti pada bidang
olahraga, kesenian, keterampilan, dan kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler.
Mutu
pendidikan akan tercipta apabila penyelenggaraan pendidikan dapat dilaksanakan
secara efektif dalam kerangka kerja yang konseptul.[48]
Efektivitas penyelenggaraan pendidikan akan menghasilkan mutu pendidikan yang
diharapkan sesuai dengan visi, misi, dan tujuan dari sistem pembelajaran yang
diselenggarakan di lingkungan sekolah. Peningkatan mutu sekolah adalah suatu
proses yang sistematis yang terus menerus meningkatkan mutu proses belajar
mengajar dan faktor-faktor yang berkaitan dengan hal tersebut, dengan tujuan
agar pencapaian target sekolah dapat tercapai secara efektif dan efisien.[49]
Selanjutnya
Sudarwan Danim menyebutkan dalam kutipan Donni Juni Priansa bahwa untuk
meningkatkan mutu sekolah dapat dilakukan dengan melibatkan lima faktor yang
dominan, yaitu:
1. Kepemimpinan kepala sekolah
Kepala sekolah harus
memiliki dan memahami visi kerja secra jelas, mampu dan mau bekerja keras,
mempunyai dorongan kerja, yang tinggi, tekun dan tabah dalam bekerja,
memberikan layanan yang optimal, dan disiplin kerja yang kuat.[50]
2. Peserta didik
Pendekatan yang harus
dilakukan adalah “anak sebagai pusat”, sehingga kompetensi dan kemampuan
peserta didik dapat digali sehingga sekolah dapat menginventarisir kekuatan
yang ada pada peserta didik.[51]
3. Guru
Pelibatan guru secar
maksimal, dengan meningkatkan kompetensi dan profesi kerja guru dalam kegiatan
seminar, Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), lokakarya serta pelatihan
sehingga hasil dari kegiatan tersebut diterapkan di sekolah.[52]
4. Kurikulum
Adanya kurikukum yang
tetap, tetapi dinamis dapat memungkinkan dan memudahkan standar mutu yang
diharapkan sehingga tujuan dapat tercapai secara maksimal.[53]
5. Jaringan kerjasama
Jaringan kerjasama tidak
hanya terbatas pada lingkungan sekolah dan masyarakat semata (orang tua dan
masyarakat) tetapi dengan organisai lain, seperti perusahaan/instansi sehingga output dari sekolah dapat terserap di
dalam dunia kerja.[54]
[1]Abdul
Majir, Perkembangan Manajemen Pendidikan: Sistem, Teori, Pendekatan dan
Inovasi Pembelajaran (Cet. I; Jakarta: Cipta Restu Fellynda, 2012), h. 41.
[2]Wahyudi,
Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Organisasi Pembelajar (Cet. III;
Bandung: Alfabeta, 2012), h. 119.
[3]Muhaimin, Manajemen Pendidikan (Cet. IV;
Jakarta: Kencana, 2012), h. 29.
[4]Uhar Suharsaputra, Administrasi Pendidikan
(Cet. II; Bandung: Refika Aditama, 2013), h. 125.
[5]Ibid.
[6]Veithzal
Rivai dan Deddy Mulyadi, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi (Cet. X;
Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h. 2.
[7]Ibid.
[8]Ibid.
[9]Ibid.
[11]Andang, Manajemen dan Kepemimpinan Kepala
Sekolah: Konsep, Strategi, dan Inovasi Menuju Sekolah yang Efektif
(Yogyakarta: AR-Ruzz Media, 2014), h. 38.
[12]M. Sobry Sutikno, Pemimpin dan Kepemimpinan:
Tips Praktis untuk Menjadi Pemimpin yang Diidolakan (Cet. I; Lombok:
Holistica, 2014), h. 15.
[13]A.L. Hartani, Manajemen Pendidikan (Cet. I;
Yogyakarta: Laks Bang Pressindo, 2011), h. 28.
[14]Wahyosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah
(Cet. VII; Jakarta: Rajawali Pers, 2010), h. 17.
[15]Veithzal Rivai dan Deddy Mulyadi, op. cit.,
h. 3.
[21]Mulyasa, Manajemen dan Kepemimpinan Kepala
Sekolah (Cet. III; Jakarta: Bumi Aksara, 2013), h. 17.
[22]Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas
Pendidikan Indonesia, Manajemen Pendidikan (Cet. VI; Bandung: Alfabeta,
2013), h. 141.
[24]Juliansyah Noor, Penelitian Ilmu Manajemen (Cet. I; Jakarta: Kencana, 2013)., h.
185.
[27]Veithzal Rivai dan Deddy Mulyadi, op. cit, h. 8.
[28]Uhar Suharsaputra, Administrasi Pendidikan (Cet. I; Bandung: PT Refika Aditama, 2010),
h. 121.
[29]Veithzal Rivai dan Deddy Mulyadi, op. cit, h. 9.
[39]E.
Mulyasa, Manajemen dan Kepemimpinan Kepala Sekolah (Cet. II; Jakarta: Bumi Aksara, 2012), h. 157.
[40]Ibid.
[41]Ibid.
[42]Ibid.
[43]Ibid.
[44]Ibid.
[47]Ibid.
Komentar
Posting Komentar